"Jemput gue pakai mobil!" suruh Ya'qub kepada seorang pria melalui handphone itu kala panggilan sudah terhubung.
"Bukannya lo bawa motor? Ngapain di jemput? Motornya lo jual?" sahut seseorang itu cerewet sekali.
"Gue menemukan calon istri baru," balas Ya'qub ngasal.
"Hah?"
"Gue share lokasinya," tandas Ya'qub, lalu mematikan sambungan telepon.
Setelah Ya'qub menunggu selama beberapa menit, sebuah mobil berwarna silver berhenti di dekatnya. Membuat Ya'qub pun dengan segera mendekat ke arah wanita di aspal tadi, untuk memulai menjalankan rencananya.
"Mau lo apain dia?" tanya pria yang baru saja keluar dari mobil silver barusan, Yusuf Lukman Al Lathif nama lengkapnya, dengan intonasi curiga, wajahnya persis seperti wajah Ya'qub karena mereka kembar seiras, hanya alis dan bibir yang sedikit berbeda. "Bantu gue angkat nih cewek! Dia calon istri gue!" titah Ya'qub dingin. Sebenarnya dia mampu saja mengangkat tubuh gadis ramping itu sendirian, tetapi dia yang sedang sedih bercampur kesal membuatnya merasa dia agak kekurangan tenaga, dalam kata lain tidak sekuat biasanya. "Dia Medina?" tanya Yusuf ragu."Jelas bukan! Apa penampilannya kayak Medina?"
"Lalu? Gue merasa gak asing!"
"Gue juga merasa gitu, tapi-"
"NAYYARA?!" pekik keduanya ketika rambut wanita itu tersingkap hingga wajahnya pun terlihat.
Kekehan kecil terdengar di bibir Yusuf melihat ekspresi terkejut kembarannya. "Lo yakin mau jadiin dia calon istri lo?" tanyanya jenaka.
Bagaimana ini? bingung Ya'qub dalam hati.
Sesuai yang dikatakan keduanya, wanita yang tengah mereka angkat itu memanglah tidak asing yakni Nayyara Chalista Jahriz, teman sejak SMP hingga SMA, lalu mereka tidak tahu lagi kabarnya selama bertahun-tahun berkuliah. Dan ternyata kali ini kembali bertemu. Bukan teman lama masalah utamanya.
Tapi, selama mengenal Nayyara, Ya'qub selalu membencinya, tidak ada satupun sisi dari gadis itu yang disukai Ya'qub, di mata Ya'qub Nayyara itu hanya penuh kekurangan dan kesalahan, tidak ada sisi positif dan hanya penuh negatif menurut Ya'qub. Lalu, Ya'qub barusan bilang gadis ini adalah calon istrinya? Apakah bisa?
Mata Nayyara yang tadi terpejam ternyata tiba-tiba terbuka dengan membelalak.
"Ayo kita berganti pasangan?" ujarnya ngawur.
Tanpa berpikir panjang, yang Ya'qub sendiri tidak tahu kenapa dia akhir-akhir ini seperti itu, begini membalas, "Ayo!"
Kemudian senyuman lebar tampil di bibir Nayyara, lalu gadis itu memejamkan mata lagi, dan sepertinya sekarang semakin tidak sadarkan diri.
"Ya'qub? Lo sadar apa yang lo katakan tadi?" tanya Yusuf tidak menyangka.
Gegara pertanyaan itu Ya'qub pun benar tersadar, dia menatap mata sang kembaran sayu, lalu berkata menggebu-gebu, "Entahlah, apa saja yang menguasai gue kini. Intinya gue harus melampiaskan marah ini!"
"Tidak harus dengan berganti pasangan juga, Ya'qub."
"Lalu apa? Medina pergi, itu artinya bukan dia pasangan gue! Atas sikapnya sendiri gue dipaksa berganti pasangan!" judes Ya'qub lagi.
"Sudah! Lo bawa motor gue!" tukas pria itu.
Setelahnya Ya'qub langsung bergerak cepat memasuki mobil. Tidak langsung bisa berangkat, karena Yusuf terlebih dahulu mencegat dan mengancam.
"Mati lo kalau lo melakukan perbuatan macam-macam ke dia! Walaupun-"
"Walaupun dia sekacau ini, ya ya ya, gue tahu, karena bagaimana pun juga gue masih hidup dengan menuruti aturan agama!" sela Ya'qub menyambung, kemudian tanpa berkata apapun lagi langsung menginjak pedal gas mobil dan membuat mobil silver itu menjauh dari Yusuf.
"Mengapa gue begini? Mengapa gue sekacau ini? Karena Medina memulai dengan pergi tanpa jejak! Akan gue tunjukkan dan buktikan bahwa peluangnya untuk kembali telah tertutup rapat! Karena gue sudah berganti pasangan! Meskipun penggantinya sama sekali tidak seimbang dengan yang pergi!" gumam Ya'qub di dalam mobil berbicara sendirian dengan menukas.
"Tidak lama, tidak akan sampai jatuh cinta, karena dia semata-mata pelampiasan belaka."
"Persetan dengan bencinya gue kepadanya sejak awal, toh Ya'qub dan Nayyara tidak akan selamanya, sebab benci itu nyata dan cinta benar tiada, karena gue hanya perlu menampakkan bahwa Ya'qub Lutfi Al Lathif jauh teramat sangat mampu berganti pasangan!"
"Medina lukai gue, gue sakiti balik dia, meskipun Medina adalah cinta pertamanya Ya'qub. Yang mana entah kapan akan menemukan gantinya, pastinya bukan Nayyara!" yakinnya.
Ya Allah, dari sekian banyaknya wanita, mengapa harus Engkau pertemukan hamba dengan Nayyara ketika hamba mencari pelampiasan? Kenapa harus orang lama yang tidak pernah hamba sukai dan hamba benci ini?
***
Beberapa jam sebelum itu... Seorang gadis yang mengenakan abaya berwarna hitam lebar beserta hijab panjangnya duduk di kursi belajarnya, sudah setengah jam dia berada di sana dan berkutat dengan kertas serta sebuah pulpen. Pulpen pemberian seseorang yang akan dia berikan hasil tulisannya ini nanti. Sudah beberapa bait kalimat dia tuliskan, entah ini bait kalimat ke berapa, sebenarnya jika harus menulis semua isi hatinya mengenai keputusannya ini, maka puluhan lembar kertas pun tidak cukup, dan akan perlu waktu lama juga bagi orang tujuannya membacanya, berhubung dia tidak mau orang itu kerepotan, membuatnya pun hanya menulis poin penting yang memang perlu diketahui sang tujuan. 'Jaga diri baik-baik, aku akan kembali jika sakit ini telah mereda. Sekiranya kamu tidak terlukai dengan membantuku berjuang. Statusku masih sendirian, sehingga aku juga perlu berjuang sendirian. Jika kamu memang ingin ikut campur tangan juga dalam perjuanganku, biarkan aku berjuang di tempatku, cukup langit
Di tempat yang berbeda pada waktu yang sama... Memejamkan mata dengan erat terus dipaksakan pria beralis tebal itu, dia bersikeras untuk tidur, tapi matanya juga bersikeras untuk terbuka dan bangun. Sudah sekitar lima belas menit dia begini, enggan lagi bersikeras barangkali bangun memang lebih baik, Ya'qub pun memutuskan membuka mata. Sholat dan berdoa. Itulah yang tercetus dalam benaknya setelah benar membuka mata. Disebabkan itu bukanlah suatu hal yang buruk, malah suatu hal yang bagus dan suatu hal yang bagus harus segera dikerjakan, Ya'qub pun langsung saja bangkit dari berbaring nya, jika ditunda-tunda nanti keburu rasa malas menerjang nya dan membuatnya batal melakukan perbuatan baik itu. Di lemari kamar Ya'qub, tepatnya bagian tengah ada sebuah cermin, kebetulan posisi Ya'qub duduk kini tepat menghadapnya, sehingga dia pun melihat pantulan wajah dan badannya di sana. Tidak mengerti ada kemauan dari mana, intinya saat ini dia telah meletakkan tangannya di dada kirinya tempa
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq."Do'a terdengar nyaring dilafalkan oleh Ya'qub yang kali ini tepatnya selalu tampil tampan di belakang meja yang dihias begitu cantiknya itu, pakaiannya serba putih yakni gamis bermerek ternama di lapisi mantel panjang hingga lewat dari lutut, dan kopiah yang dililit sorban dengan rapi. Tidak hanya itu di bahunya pun juga diselempangkan sebuah selendang berwarna senada. Wanita mana yang akan menyebut Ya'qub tidak tampan? Apakah ada perempuan yang menilai Ya'qub itu jelek? Jawabannya ada! Yang pasti satu orang yang mengenakan gaun berwarna putih mekar menjuntai hingga lantai, serta tidak membentuk tubuh itu sejak tadi berkata, "Masa gue dinikahin sama dia?!"Di lantai atas rumah tempat Ya'qub mengucapkan kalimat qabul, ada sebuah kamar yang di dalamnya duduk gadis itu di depan cermin. Dia baru saja selesai dihias. "Ya elah, jangankan suami, cowo gue itu harus ganteng, lah itu dia gak ganteng
"Terus kalau siang? Sore? Atau malam boleh?"Bukannya Ya'qub yang ciut, malahan Nayyara lah yang sekarang meneguk ludahnya susah payah, "Lo nafsuan banget jadi cowok!" simpulnya. "Lo istri gue.""Ya tapi-""Pikiran lo yang ngawur banget, kejauhan. Gue gak nafsu sama lo," potong Ya'qub enggan menunggu Nayyara menyelesaikan kalimat, yang mana sangat dia yakini kalimatnya itu akan menyimpulkan mengenai Ya'qub yang padahal tidak benar. Mata Nayyara justru terbelalak, membuat Ya'qub ikut terbelalak, bedanya Nayyara tampak terkejut, sedangkan Ya'qub heran. "Lo beneran gak nafsu sama gue? Jangan-jangan lo beneran gay? Astaga gue salah dinikahi orang?! Ya kali nanti lo bilang lo gak pulang malem karena nginep sama temen cowok elo? Iwh, gue jijik banget!""Ya kenapa? Lo jangan cemburu!" balas Ya'qub dengan santainya, tidak tahu saja respon Nayyara bagaimana hebohnya. "YA'QUB, jujur! Lo beneran gay?!"Si empu nama langsung menoyor kepala Nayyara yang terbalut hijab, yang mana membuat rambut
Tangannya membentang di depan kipas angin, dia sedang menikmati sekaligus menunggu angin menerpa tubuhnya guna menghilangkan keringat dan rasa kegerahan yang dia rasakan kini. "Masa Nayyara Chalista Jahriz udah jadi bini orang sih dari hari ini? Cepat banget ya kehidupan, rasanya baru kemarin gue kelayapan sama Arthan, tapi itu seru loh," gumamnya sendirian menyebutkan nama lengkapnya sendirian, karena memang hanya ada dia di kamar yang dihias dengan begitu indahnya ini karena dikatakan sebagai kamar pengantin. "Semantara Ya'qub ini kayaknya kebanyakan aturan, ya kali gue terkekang sampai mati? Gak banget! Eh tapi bagus juga kayaknya peraturan-peraturan agama kalau semakin didalami? Hemm."Tetiba saja memori otaknya memutar segala momen kebersamaannya dengan sang mantan kekasih, yakni Arthan. Pria yang dia cintai dengan segala perlakuan manisnya kepada Nayyara, sekaligus juga pria yang menyakitinya karena mengorbankan nya sebagai bayaran ganti rugi, seolah-olah harga diri Nayyara se
"Enggak, gue ada di sisi lo kini karena dikorbankan, dan dinilai pengantin pengganti karena lo mencari pelampiasan.""Gue nangis karena Arthan," ungkap Nayyara, jujur juga akhirnya, sepertinya tatapan mata Ya'qub yang sangat tajam itu mampu menguliti fakta atau rahasia yang disembunyikan si lawan tatapnya. "Oh." Ya'qub membalas dingin dan beranjak dari ranjang kemudian mendudukkan diri di sofa tempat Nayyara duduk tadi. Karena balasan dingin dari Ya'qub itulah membuat Nayyara kembali kepikiran. Lantas, bagaimana dengan Ya'qub? Apa pria itu juga sama dengan Arthan? Akan mudah mengorbankan nya ketimbang uang? Apalagi dalam keadaan kepepet? "Arthan itu tega banget, padahal gue sudah sangat mencintainya, tetapi dia korbankan gue yang sama sekali tidak bisa gue tolak karena tidak ada celahnya," kata Nayyara lagi, entah kenapa juga kepikiran menceritakan apa yang dia pikirkan. "Makanya jangan terlalu mudah cinta," pesan Ya'qub, terdengar tulus oleh dirinya sendiri, pun bagi Nayyara juga
"Gue gak suka diatur, Ya'qub!" peringat gadis berambut coklat yang diurai itu dengan tangan berkacak di pinggang. "Gue suami lo!" tegas Ya'qub membalas. "And gue tidak pernah merasa diri gue adalah seorang istri, apalagi istrinya lo!" Nayyara tidak mau kalah. "Belum apa-apa, baru satu langkah semut pernikahan kita, mana mungkin lo udah berhak mengatur segala hal tentang gue? Lagipula peraturan yang lo bikin begini malah bikin gue makin kesel sama lo, mood gue jadi ancur nih!" omel gadis itu lagi. "Yaudah terserah lo, tapi jangan sekali-sekali menghubungi gue kalo kenapa-napa, gue ada jadwal operasi hari ini," balas Ya'qub. "Memang terserah gue, kan ini kehidupan gue, bukan hidup lo, lo gak perlu ikut campur. Nayyara bisa sendiri, ngapain gue hubungin lo? Satu lagi, gue gak nanya lo ada jadwal apa hari ini," kata Nayyara menepuk-nepuk dadanya pada kalimat bisa sendiri tadi, disebabkan karena dia bangga. Satu menit setelah itu Nayyara dibuat terbelalak karena tiba-tiba saja ujung
Tetapi, tau bagaimana respon dokter Arif? Lelaki paruh baya itu malah tergelak di posisinya. "Malah diketawain! Saya beneran nikah loh!" decak Nayyara kesal karena tampaknya dia tidak dipercayai oleh dokter kepercayaannya itu. "Kok gak ngundang saya?" "Pernikahannya dadakan, yang diundang hanya orang terdekat dan keluarga besar mempelai pria," tutur gadis itu sembari menatap langit-langit ruangan. "Kamu pasti dijodohin!" Dokter Arif berpendapat dengan sangat yakin. "Enggak! Ah elah jangan bahas pernikahan saya, males! Kasih saya sesuatu obat yang membuat saya tidak akan pernah kambuh!" desak Nayyara mengalihkan pembicaraan. "Tidak ada, Nayyara. Sudah jadi kodrat bagi kebanyakan penderita kanker hati mengalami muntah, kelelahan, dan gatal. Kamu tidak bisa menyembunyikannya."Mendengar kalimat jawaban itu Nayyara menggaruk kepalanya hingga jadi acak-acakan, "Argh! Bagaimana ini jika Ya'qub mengetahuinya?" ujarnya frustasi kepada dirinya sendiri. "Siapa? Ya'qub?" beo dokter Arif i