Perasaan Nayyara campur aduk saat ini, biarpun sesuatu yang sudah lama dia inginkan, yakni bergenggaman tangan dengan Ya'qub suaminya sendiri, sudah tercapai, tetap saja ada suatu perkara lain yang membuatnya belum bisa untuk benar-benar senang. Bagaimana jika... Bagaimana jika... Sejak tadi kalimat berawalan dua kata diatas selalu terlintas di benaknya, ketimbang terpikir semua pertanyaan ketakutannya itu Nayyara ingin mencoba berfokus pada bagaimana caranya dia untuk tidak merisaukan semua itu. "Tenang, bumil tidak seharusnya risau," celetuk Ya'qub tiba-tiba membuka obrolan, membuat Nayyara segera menolehkan kepala ke arahnya. "Gak bisa," ungkap Nayyara jujur. "Tarik nafas, buang, lakukan beberapa kali sampai tenang." Ya'qub memberikan arahan berharap bisa menjadi solusi. Sesuai petunjuk dari suaminya, Nayyara pun melakukannya, setelah mulai tenang dia menimpali, "Kayak mau lahiran aja di suruh tarik dan buang nafas!""Emang mau lahiran sekarang?" tawar Ya'qub asal, moodnya s
Beberapa hari kemudian... Rumah abi Yasser dan umi Yasmin sedang sepi-sepinya karena waktu memang menunjukkan tengah malam, kecuali sebuah kamar di lantai atas milik sang putra pertama, di sana cerocosan uring-uringan dari seorang perempuan memenuhi isi kamar. "Ihhh gak suka, ganti ganti!" suruh Nayyara kepada suaminya yang baru saja membalikkan badan ke arahnya. Perempuan berambut coklat terurai itu tengah duduk di sofa dengan bersedekap dada, posisi kakinya sekejap-sekejap berganti, kadang bersila kadang diluruskan. Sementara Ya'qub suaminya berdiri di depan lemari yang pintunya terbuka tidak kunjung ditutup sejak satu jam yang lalu. "Yang mana lagi, Nayya?" tanya Ya'qub bingung. Tepat tengah malam tadi, Nayyara membangunkan dirinya memintanya untuk memakai baju-bajunya, katanya Nayyara menginginkan melihat suaminya ini memakai pakaian yang beragam. "Baju kamu banyak tauk, cobalah pakai semuanya, aku mau liat!" Nyaris saja Ya'qub menganga mendengar penuturannya Nayyara, memak
Beberapa bulan kemudian... "Mama, umi? Ini bagusnya yang mana ya?" tanya Nayyara menunjuk sebuah rak yang tersusun beberapa baju bayi. "Kalau bayi baru lahir, baiknya gak usah pake baju yang begini," timpal umi Yasmin. "Bener, memakaikannya susah," sahut mamanya Nayyara menanggapi. Tiga orang wanita yang memiliki usia berbeda itu sedang recok di salah satu toko perlengkapan bayi di sebuah mall, usia kandungan Nayyara yang sudah memasuki tiga puluh minggu membuatnya dan para ibunya harus berbelanja kebutuhan bayinya dan Ya'qub. "Astaghfirullah!" pekik Nayyara kaget melihat keranjang belanja miliknya sudah berisi setengah penuh perlengkapan si kecil. "Kok udah penuh ya? Mama, umi! Ini keranjang kita kan, ya? Atau bukan? Kok udah berisi banyak banget?" tanyanya mencolek wanita paruh baya di sisinya agar memperhatikan sesuatu yang ia maksud. Tepat ketika dua wanita ibunya itu membalikkan badan tuk melihat keranjang, seorang pria berambut hitam ikal datang dengan tangan penuh barang
Brak... Brak... "CRAZY!" teriak seorang pria dewasa dengan segera bangun dari terbaring nya di jalanan. "Astagfirullahalazim," ujarnya kemudian dengan suara pelan, tetapi emosi masih menguasai hatinya. "Bisa bawa mobil gak sih lo?!" tanya pria itu, Ya'qub Lutfi Al Lathif namanya, dengan intonasi berteriak. Seorang pria yang tampak kacau tertangkap pandangan Ya'qub, padahal Ya'qub yang jatuh ke tanah, tapi malahan pria di depannya ini yang tampak jauh lebih kacau. "Nama gue Arthan, bang. Jangan marahin gue ya, bang?" kata lelaki itu. Sontak saja semakin membuat Ya'qub mengernyitkan dahi. Bang? Sepertinya usia mereka sepantaran. Namun, Ya'qub enggan menegur dan mengajak berbicara santai, sebab pria yang mengenalkan diri dengan nama Arthan itu jika dilihat-lihat sedang mabuk makanya tampak kacau sekali. Jika Ya'qub menegur bisa-bisa urusan semakin panjang. Walhasil Ya'qub hanya bersedekap dada dan menatap Arthan dengan tatapan tajam, "Lo udah bikin kesalahan, enak banget minta gak
"Jemput gue pakai mobil!" suruh Ya'qub kepada seorang pria melalui handphone itu kala panggilan sudah terhubung. "Bukannya lo bawa motor? Ngapain di jemput? Motornya lo jual?" sahut seseorang itu cerewet sekali. "Gue menemukan calon istri baru," balas Ya'qub ngasal. "Hah?""Gue share lokasinya," tandas Ya'qub, lalu mematikan sambungan telepon. Setelah Ya'qub menunggu selama beberapa menit, sebuah mobil berwarna silver berhenti di dekatnya. Membuat Ya'qub pun dengan segera mendekat ke arah wanita di aspal tadi, untuk memulai menjalankan rencananya. "Mau lo apain dia?" tanya pria yang baru saja keluar dari mobil silver barusan, Yusuf Lukman Al Lathif nama lengkapnya, dengan intonasi curiga, wajahnya persis seperti wajah Ya'qub karena mereka kembar seiras, hanya alis dan bibir yang sedikit berbeda. "Bantu gue angkat nih cewek! Dia calon istri gue!" titah Ya'qub dingin. Sebenarnya dia mampu saja mengangkat tubuh gadis ramping itu sendirian, tetapi dia yang sedang sedih bercampur ke
Beberapa jam sebelum itu... Seorang gadis yang mengenakan abaya berwarna hitam lebar beserta hijab panjangnya duduk di kursi belajarnya, sudah setengah jam dia berada di sana dan berkutat dengan kertas serta sebuah pulpen. Pulpen pemberian seseorang yang akan dia berikan hasil tulisannya ini nanti. Sudah beberapa bait kalimat dia tuliskan, entah ini bait kalimat ke berapa, sebenarnya jika harus menulis semua isi hatinya mengenai keputusannya ini, maka puluhan lembar kertas pun tidak cukup, dan akan perlu waktu lama juga bagi orang tujuannya membacanya, berhubung dia tidak mau orang itu kerepotan, membuatnya pun hanya menulis poin penting yang memang perlu diketahui sang tujuan. 'Jaga diri baik-baik, aku akan kembali jika sakit ini telah mereda. Sekiranya kamu tidak terlukai dengan membantuku berjuang. Statusku masih sendirian, sehingga aku juga perlu berjuang sendirian. Jika kamu memang ingin ikut campur tangan juga dalam perjuanganku, biarkan aku berjuang di tempatku, cukup langit
Di tempat yang berbeda pada waktu yang sama... Memejamkan mata dengan erat terus dipaksakan pria beralis tebal itu, dia bersikeras untuk tidur, tapi matanya juga bersikeras untuk terbuka dan bangun. Sudah sekitar lima belas menit dia begini, enggan lagi bersikeras barangkali bangun memang lebih baik, Ya'qub pun memutuskan membuka mata. Sholat dan berdoa. Itulah yang tercetus dalam benaknya setelah benar membuka mata. Disebabkan itu bukanlah suatu hal yang buruk, malah suatu hal yang bagus dan suatu hal yang bagus harus segera dikerjakan, Ya'qub pun langsung saja bangkit dari berbaring nya, jika ditunda-tunda nanti keburu rasa malas menerjang nya dan membuatnya batal melakukan perbuatan baik itu. Di lemari kamar Ya'qub, tepatnya bagian tengah ada sebuah cermin, kebetulan posisi Ya'qub duduk kini tepat menghadapnya, sehingga dia pun melihat pantulan wajah dan badannya di sana. Tidak mengerti ada kemauan dari mana, intinya saat ini dia telah meletakkan tangannya di dada kirinya tempa
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq."Do'a terdengar nyaring dilafalkan oleh Ya'qub yang kali ini tepatnya selalu tampil tampan di belakang meja yang dihias begitu cantiknya itu, pakaiannya serba putih yakni gamis bermerek ternama di lapisi mantel panjang hingga lewat dari lutut, dan kopiah yang dililit sorban dengan rapi. Tidak hanya itu di bahunya pun juga diselempangkan sebuah selendang berwarna senada. Wanita mana yang akan menyebut Ya'qub tidak tampan? Apakah ada perempuan yang menilai Ya'qub itu jelek? Jawabannya ada! Yang pasti satu orang yang mengenakan gaun berwarna putih mekar menjuntai hingga lantai, serta tidak membentuk tubuh itu sejak tadi berkata, "Masa gue dinikahin sama dia?!"Di lantai atas rumah tempat Ya'qub mengucapkan kalimat qabul, ada sebuah kamar yang di dalamnya duduk gadis itu di depan cermin. Dia baru saja selesai dihias. "Ya elah, jangankan suami, cowo gue itu harus ganteng, lah itu dia gak ganteng