"Biruuuu..."
Laki-laki itu meringis melihat wajah kelelahan gadis disebelahnya. "Mau minum? Saya ambilin ya?" Tawarnya tapi langsung dibalas gelengan Nila. "Capek, lama banget selesainya."
Biru dan Nila memang sedang melaksanakan resepsi pernikahan mereka, niatnya hanya mengundang orang terdekat tapi para orang tua rupanya punya rencana lain. Alhasil, sampai jam menunjukkan pukul 22.00 tamu juga masih berdatangan.
"Sini," Biru menarik kepala Nila agar bersandar di bahunya, "Gak bikin capek kamu hilang. Tapi, kamu bisa istirahat sebentar." Nila langsung tersenyum dan memejamkan matanya. Dia cukup lelah sampai tak sanggup menggoda seperti biasa.
"Heh, pengantin baru! Masih banyak tamu, gak usah sok mesra!" Nila membuka matanya dan mendengus kesal ke arah Karis yang datang bersama pasangannya. Mata gadis itu menyipit ketika
"Nila!"Teriakan itu membuat gadis yang tengah dalam posisi berbaringnya langsung terbangun. "Kenapa Bun? Kok teriak-teriak, Nila kan gak budek."Bunda langsung menggeleng, mungkin sedikit sebal mendengar jawaban Nila yang semaunya. "Ini malam minggu, kenapa kamu masih di rumah aja?""Bun, karna ini malam minggu jadinya Nila di rumah." Nila menjawab sambil kembali berbaring membuat Bunda semakin kesal. "Mending kamu keluar. Jalan-jalan atau nongkrong sama temen kamu.""Temen yang mana sih, Bun?""Temen kamu yang single. Cowok kalau bisa.""Bunda, Nila bahkan baru seminggu yang lalu jadi 24 tahun."Bunda langsung mendengus, "Sudah 24 bukannya baru 24.""Kenapa sih, Bunda selalu nyuruh Nila nikah?"Nila memandangnya sosok Ibunya dengan bingung. Nila beneran pengen tahu alasan wanita yang paling disayanginya itu berubah cerewet ketika melihat dirinya mendekam di kamar setiap malam minggu."
"Jadi, kemarin pas malam minggu lo ke café si Bita?"Nila memandang lelaki didepannya dengan sinis. Nanya sih, nanya tapi cemilan Nila gak dihabisin juga dong.Nata tersenyum kemudian memberikan cemilan yang tadi dibawanya. Nila jadi senyum. "Makasih ya Nat, untung ada lo. Kantor berasa surga."Nata mengangguk sementara Lani dan Diar membuka cemilan yang tadi diberikan Nata. Hari ini kerjaan mereka tak terlalu banyak dan sudah di selesaikan sejak sejam yang lalu, makanya mereka berkumpul di depan meja Nila.Selain karna memang itu berada di tengah, meja Nila biasanya berisi banyak cemilan."Tau nih, Argy!" Lani mendengus, "Gak pernah beli makanan tapi selalu bagian ngabisin doang. Benalu!"Nila tertawa mendengar sebutan yang diberikan Lani untuk Argy, sebenarnya Nila yang paling muda diantara mereka. Tapi, Argy sama Nata minta supaya Nila memanggil mereka tanpa embel-embel 'Mas'.
Nila memang salah satu staff Humas yang paling sering diminta untuk mengurus masalah hubungan eksternal antara perusahaannya dengan relasi. Tapi, dia selalu malas kalau disuruh datang ke Perusahaan tempat Cakra bekerja."Kenapa lo manyun?"Nah, Nila makin sebal karna kali ini yang menemaninya si Argy. Padahal kalau itu Nata, mungkin Nila bakalan terus senyum. Argy itu nyebelin."Kok bukan Mba Lani atau Nata aja yang nemenin gue sih? Kenapa mesti lo?""Karna yang senggang cuma gue." Argy turun dari mobil membuat Nila tersadar jika mereka telah sampai ke tujuannya. "Lagian Mba Lani sama Mba Diar kan lagi ngurusin internal, kalau Nata lagi pergi ke Media."Iya juga sih, Perusahaan tempat Nila bekerja mau merayakan anniversary jadi semua pasti sibuk. Masih syukur ada yang bisa menemani Nila, kalau tidak ya Nila bakalan pergi ke Perusahaan lainnya sendirian."Ya udah, gue ke kamar mandi dulu deh
"Lo tau kan kalau bisa cerita apa aja sama gue?" Biru menatap ke arah sahabatnya dengan pandangan bingung. "Siapa yang ada masalah?""Lo lah! Yang dari kemarin kerjaannya berantakan emangnya bukan lo?" Abas tersenyum mengejek membuat Biru terdiam.Kemarin memang hampir seluruh kerjanya tidak berjalan sebaik biasanya. Biru bahkan hampir menghapus daftar lokasi pemasaran produk Perusahaannya dan kalau itu terjadi, mungkin Biru bakalan di pecat tanpa pesangon sedikitpun."Kemarin ada cewek yang datang.""Cewek? Ini lo lagi ngomongin soal lawan jenis kan?" Biru mengabaikan pertanyaan Abas yang menurutnya tak perlu dijawab."Dia ngajak nikah."Wajah Abas melongo yang benar-benar melongo. Bibirnya terbuka dengan tatapan kaget."Nikah?"Biru mengangguk, "Iya. Saya gak tahu dia bercanda atau serius.""Bercanda itu pasti," Abas menepuk pundak Biru. "Lagipula, lo kan gak naksir cewek."Memang cuma Abas yan
"Nila, kita ke rumah sakit dulu." Mobil yang tadinya mengarah ke kantor Nila berubah haluan, Nila melirik ke arah Biru yang kelihatan panik dan cemas. Mau tanya, tapi takut dibilang kepo. Akhirnya Nila hanya bisa untuk mengingatkan Biru soal keselamatan mereka berdua. "Jangan ngebut, nanti kita kesana malah jadi pasien." Biru tersentak, mungkin baru sadar kalau sekarang ia tengah membawa orang lain di sebelahnya. "Maaf, nanti setelah sampai disana kamu bakalan saya antar." Nila menggeleng, "Gak masalah, aku baru aja minta izin." "Kamu sakit?" Nila tertawa geli bisa-bisanya setelah kepanikan tadi, Biru malah mengkhawatirkan dirinya. "Nggak, mau nemenin kamu." "Nemenin?" "Di izinkan kok, kan nemenin calon suami." Biru tersenyum, tampaknya sudah terbiasa dengan segala hal tak terduga yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. "Maaf ya." Nila menggelengkan kepalanya terlihat bosan, "Biru! Sekali la
"Nila.." suara Biru langsung terdengar ketika Nila membuka pintu mobilnya, "Ya?""Soal yang tadi."Nila menggeleng, merasa gemas karna Biru tampak sekali memikirkan soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Kamu pikirkan dulu aja baik-baik. Tapi, aku nunggu kabar baiknya.""Kamu bahkan gak percay—"Nila menggeleng membuat Biru menghentikan ucapannya, "Sebaiknya kamu pulang dulu deh. Pasti kabar soal Papa kamu yang masuk Rumah sakit udah menyita pikiran kamu banget. Jadi, kesampingkan aja dulu masalah yang tadi.""Tap—"Nila kembali menggeleng membuat Biru terpaksa mengangguk dan menyetujui saran Nila. "Bisa kita bicarakan besok?"Nila tersenyum jahil, "Bahkan belum ada sepuluh detik aku berdiri dari kursi penumpang dan kamu udah kangen aja sama aku. Wah, aku gak tahu kalau efekku segininya buat kamu."Biru akhirnya menarik sudut bibir membentuk senyuman, Nila meletakkan lengannya di jendela mobil Biru. "Kamu leb
"Gimana caranya jadi Hetero?" Mungkin kalau Abas lagi minum airnya bakalan muncrat. Untunglah sekarang Abas cuma duduk sambil menatap Biru yang kelihatan beneran serius dengan pertanyaan tadi. "Gue kena prank?"Biru menghela nafasnya sebelum kembali berkata. "Saya mau nikah."Lagi-lagi Abas melongo - dengan tak indahnya. Rahangnya terbuka lebar dengan tatapan mata yang tak kalah lebarnya. Butuh beberapa menit sampai Abas bisa merespon. "Lo serius?"Dan anggukan Biru tak membuat kekagetan Abas sirna. "KOK BISA?" Tanyanya tak santai yang langsung mendapat tatapan kesal pengunjung café. Mereka memang sengaja mampir setelah pulang kerja."Kemarin Nila ketemu sama orang tua saya, dan mereka nanya soal statu-""Nila? Cewek? Lo mau nikah sama cewek?"Untungnya kali ini Abas bisa mengont
“Kapan saya bisa bertemu orang tua kamu?”Nila langsung nyengir mendengar pertanyaan Biru. “Kamu sebenarnya langsung lulus kualifikasi Bunda.”Biru mengernyitkan keningnya, “Maksudnya?”“Bunda itu suka sama yang tampan, kamu kan tampan.” Nila menyeringai, “Pake – banget.” Tambahnya.Biru tersenyum geli, sebenarnya selalu merasa takjub bagaimana santai-nya Nila menanggapi segala hal. Seakan tak ada satupun masalah dalam kehidupan gadis itu. “Jadi, kapan?”“Astaga, Biru kamu barusan kedengaran ngebet banget.” Nila menatap Biru dengan tatapan jenaka, “Jangan bilang, sekarang kamu udah naksir aku? Tunggu – seingatku, jenis kelaminku masih perempuan.”Biru mendengus, h