Tanganku spontan saja melayang dengan sendirinya untuk menampar pipi pria di hadapanku ini. Bercinta katanya? Brengsek!
Tuan Max tampak tak kaget, wajahnya tetap datar, membuat keberanianku yang tadinya melambung di udara mulai turun perlahan.
"Kau bisa menolak jika tak ingin, aku memang cacat, tapi bukan tak punya otak hingga akan memperkosamu."
"Wah ... wah ... wah, Gadis manis, ternyata kamu sudah terlalu jauh masuk ke dalam keluarga Elgort." Pria tua yang ternyata masih terlihat gagah itu tertawa sambil menatap ke arahku dengan senyum culas. Jadi, aku benar-benar sudah ketahuan? "Apa maksud anda?" tanyaku berani.
Aku melangkah pelan memasuki ruangan yang terasa dingin dan minim cahaya itu. Kuamati sekeliling ruangan yang penuh dengan berbagai macam kenangan dari perempuan yang mungkin adalah calon istri Tuan Max. Wanita itu tampak cantik dengan senyum merekah yang ia pamerkan di setiap poto kebersamaan mereka. Hatiku lagi-lagi merasa tersentil saat pikiran kembali membanding-bandingkan diri. Oh, Silvana, tentu saja kamu bukan tandingan putrid perdana menteri itu.
Aku mengerjabkan mata perlahan, merasa sedikit pusing di kepala, mungkin akibat terlalu lama menangis, atau karena melewatkan sarapan dan juga makan siang. Kusibak selimut yang menutupi tubuh dan berusaha bangkit seraya melirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul dua siang. Aku tak tahu sudah berapa lama tertidur di kamar besar milik Tuan Max dan mengabaikan panggilannya. Terserah jika kali ini ia akan murka dan memecatku. Aku benar-benar butuh menyendiri untuk menenangkan hatiku.
Aku mematut diri di cermin, malam ini sesuai perintah Tuan Max, aku harus ikut menemaninya ke sebuah pesta yang menurut Naima adalah undangan dari rekan bisnis yang sangat istimewa.Selama ini aku memang mengetahui Tuan Max adalah seorang pengusaha, tapi tak kusangka dia memiliki perusahaan kelas internasional yang memiliki cabang di berbagai negara.Dia mengendalikan semua itu dengan keadaan
Aku meringis perih saat lagi-lagi seorang dokter datang dan memeriksa lukaku. Ini sudah yang ke sekian kalinya, dan Tuan Max selalu ikut serta, hadir dalam pemeriksaan yang dilakukan di kamar besarnya ini. "Sudah cukup membaik, hanya saja harus lebih banyak istirahat, jangan melakukan aktifitas terlalu berat."Sang dokter menyusun kembali peralatannya, lalu menatap Tuan Max yang berdiri dalam diam.Aku mendengar pembicaraan mereka, menggunakan bahasa yang tak kumengerti.
Aku merasakan guncangan kecil di tubuhku, lalu berubah menjadi usapan halus di pipi kiri. Aku menggeliat pelan, mengerjabkan mata dan memindai sekitar, aku tersadar masih berada dalam jet pribadi Tuan Max."Tuan ....""Kita sudah sampai."Aku mengangguk sambil memengerjap perlahan. Setelahnya kami keluar bersama beberapa bodyguard berbaju serba hitam yang mengiringi di belakang kami.Sialnya, pria tua menye
Aku menggeliatkan tubuh yang baru saja tersadar dari tidur nyenyak. Kututup mulut dengan sebelah tangan saat kantuk kembali menyerang dan mengakibatkan mulutku menganga lebar.Jam menunjukkan pukul empat sore, aku harus segera bersiap untuk pergi bekerja, menjadi pelayan bayi besar itu tentunya.Tapi sebelum itu, aku menghela napas dalam. Perasaan sialan ini, kian hari kian membumbung tinggi. Sumpah, aku ingin membenci dan menyumpahi pria tua itu, tapi nyatanya saat berhadapan langsung, hatiku bersorak tak dapat mengendalikan diri.
Aku berdiri di tengah-tengah kamar super mewah ini dengan berkacak pinggang. Semua barang tersusun rapi, pakaian kotor sudah di cuci, kamar ini bersih tanpa noda debu walau hanya setitik saja. Lalu, apa yang harus kukerjakan di sini?Kuhembuskan napas kesal. Emosiku masih membumbung tinggi. Entah karena masalah yang akhir-akhir ini sering kualami, atau faktor sebentar lagi aku menstruasi.Apa menstruasi?!Ya, ya ... aku harus mendapatkannya bulan ini, sebab kalau tidak, i