Tiba-tiba pandangannya teralihkan pada gawainya yang masih menyala. Ternyata ada beberapa kali dialling number ke nomor sekretarisnya. Dia mengerutkan dahi dan mengaitkan satu kejadian. Nama yang muncul pada layar ponsel sekretarisnya tadi apakah dari nomornya.
“Iron Man?”
“Iron Man?”
Arjuna dengan susah payah menurunkan tubuhnya. Dia mendorong kembali tiang infus. Dengan terpincang, kini dia sudah berada dekat tempat tidur srikandi. Arjuna mengambil gawainya dan menekan nomor telepon sekretarisnya.
Iron Man.
Sontak Arjuna berjengkit merasa kesal. Kenapa namanya ditulis seperti itu. Namun rasa geram dan kesalnya dia luluh ketika menatap wajah lelah yang tengah terlelap itu. Arjuna menatapnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Reflek, tangannya menyibakkan rambut-rambut halus yang berjatuhan pada wajah Srikandi.
Gadis itu menepis tanpa sadar dan hanya menggeliat. Kemudian melanjutkan kembali den
Pagi akhirnya menjelang. Suster sudah datang untuk memeriksa kondisi Arjuna. Mereka dengan telaten mengecek kondisi pasiennya tersebut sekalian mencuri-curi pandang wajah rupawan yang jarang tersenyum itu. Meski terkesan dingin dan angkuh, namun parasnya membuat semua orang betah berlama-lama memandangnya.“Ehm ....” Arjuna berdehem ketika menyadari sejak tadi suster itu tidak fokus.“M-mari, Pak, permisi ... setelah sarapan, obatnya jangan lupa diminum, ya.” Seorang suster menepuk bahu temannya yang terlihat masih terkesima.Kemudian keduanya pergi sambil mengangguk. Namun sesekali masih saja suster itu mencuri pandang dengan sudut matanya.Srikandi baru saja ke luar dari kamar mandi. Dia mengikat rambutnya yang tergerai. Kini blezer yang sejak kemarin di kenakan sudah di lepasnya. Gadis itu hanya memakai kemeja lengan pendek dan terlihat lebih santai. Dia mengambil gawainya dan mengirim pesan pada seseorang.[
“Apa kamu tidak tanya papa saya? Saya tidak suka siapapun menjenguk saya saat ini. Lebih baik kamu pulang,” ucapnya dingin. Mata Emily menatapnya dengan berkaca-kaca. Hatinya ternyata tidak sekuat yang dia pikirkan.Emily tidak menjawab apapun. Bagaimanapun, hati lembutnya akan terluka karena tidak terbiasa dengan penolakan. Setelah beberapa saat terdiam dia berdiri dan berjalan tergesa.“Aku ke sini cuma ngasihin titipan mama, dia khawatir mendengar kabar Kak Juna, kecelakaan tapi belum sempat jenguk. Aku pergi kalau emang kedatanganku hanya mengganggu.”Emily mengambil tas dan berjalan tergesa sambil menunduk. Punggung tangannya dipakai untuk menyeka genangan air mata yang tiba-tiba berjatuhan tanpa komando. Dibukanya sekuat tenaga pintu ruangan melampiaskan kekesalan.“Awww!” Suaranya di iringi oleh suara orang terjatuh dan barang pecah. Arjuna menoleh.Terlihat olehnya Bisma dan Emily sedang terduduk di lanta
BAB 36 - Bisma lagiMalam akhirnya menjelang. Srikandi sudah menyelesaikan makan malamnya ketika gawainya beruntun menerima notifikasi pesan masuk. Srikandi baru mengaktifkan lagi gawainya setelah tadi sibuk membantu menyiapkan keperluan Arjuna. Setelah meminum obat, Srikandi membantu memapahnya ke kamar mandi dan menyiapkan handuk kecil dan sabun cair. Setelah selesai membersihkan diri, Srikandi menghubungi suster untuk mengganti perban di tangan bosnya.[Sri, met malem.][Sri, kamu sibuk banget, ya?][Besok siang kita ketemuan makan siang, yuck.][Bales dong Sri, aku berasa ada yang kurang ketika nggak berkomunikasi sama kamu, aku butuh kamu. Kita akan saling berbagi sampai tua nanti, ya!]Srikandi membaca pesan itu, sambil meremas kotak stereoform beserta plastiknya dengan penuh kekesalan. Lelaki tidak tahu diri itu,
Bab 37 - Rebahan“Jun, kok Lu?”“Gue masih hidup, emang keliatan kayak setan?”Arjuna menjawab pertanyaan Bisma dengan jutek. Sementara itu Srikandi membuka pintu belakang mobil dan mendaratkan tubuhnya di sana. Bisma menoleh.“Rute mana dulu, Sri?” tanyanya tanpa menghiraukan Arjuna.“Aku langsung pulang aja, Mas pengen tidur,” ucapnya. Memang terlihat jelas dari wajahnya jika dia kurang tidur.“Ok, tapi ntar sore jadi, ya?” Bisma melirik ke kaca penumpang, mulai melajukan mobilnya.“Okeee.” Srikandi membuat lingkaran antara telunjuk dengan jempolnya sambil tersenyum.Alphard putih itu mulai meninggalkan area parkiran rumah sakit. Setelah memberikan uang selembar sepuluh ribuan kepada penjaga parkir, Bisma melajukakan mobilnya, perlahan membelah keramaian.Tidak ada percakapan yang terjadi, Bisma benar-benar merasa tergan
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r
BAB 39 – Lampu HijauArjuna menarik koper Srikandi dan meletakkannya di dekat TV. Kemudian dia duduk di sofa yang tersedia di sana. Tidak lama Srikandi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya. Arjuna menatap lekat gadis itu, rona bahagia terlihat begitu terpancar menambah aura kecantikannya.“Bapak, kenapa lihatin saya seperti itu? Naksir?”Srikandi melirik sekilas, kemudian meletakkan secangkir kopi pada meja di depan lelaki itu. Arjuna baru sadar jika dia sedang menatap sekretarisnya itu dengan tidak berkedip. Dia memalingkan wajah. Beruntung Bu Sartika datang. Wanita itu memilih duduk lesehan pada gelaran karpet yang tidak jauh dari sofa.Srikandi ikut duduk lesehan sambil menggelendoti tangan ibunya. Sementara wanita paruh baya itu tak henti mengusap pucuk kepala putrinya.“Nak Juna, maaf ya, sekalinya berkunjung ke sini nggak ada apa-apa, habisnya ini nih, ngasih taunya dadakan,” ucap bu Sarti
BAB 40 - Ke Makam Ayah"Ah, akhirnya bisa kubuka,” gumamnya sambil tiduran kembali. Dia membaca halaman demi halaman buku catatan harian sekretarisnya tanpa permisi.Arjuna segera merapikan kembali semua keadaan kamar yang sudah dibuatnya berantakan. Meskipun demikian, jika dilihat dengan seksama maka akan bisa di pastikan ada perbedaan sebelum dan sesudah dibereskan.Lembar demi lembar buku harian itu dia baca. Lancang memang, tapi karena penasaran akhirnya lelaki itu mengabaikan tata krama. Toh, semua kondisi sudah dirapikan seperti semula. Tidak akan ketahuan, pikirnya.Waktu sudah semakin malam, namun masih banyak lembaran yang belum dia selesaikan. Kantuk menyerang tanpa kompromi, sehingga Arjuna terlelap dengan buku masih dalam genggaman.Subuh akhirnya menjelang.Gedoran pada pintu tidak lekas membuat mata Arjuna terbuka. Lelaki itu benar-benar terlelap. Setelah menyetir untuk perjalanan panjang
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.