Baru hari pertama bekerja sebagai OB, emosi Adam sudah langsung diuji.Banyak di antara karyawan yang melihat aneh kearahnya begitu Ia keluar dari ruangan Pak Robert, namun Adam cepat berlalu disana untuk mendinginkan kepalanya yang sedang panas.Kembali ke ruang pantri, Menik dan Yaya terkejut melihat pakaian Adam sudah basah oleh tumpahan kopi."Adam, pakaian kamu kenapa jadi kotor begini?" Tanya Menik heran.Yaya melihat Adam kena tumpahan kopi, sepertinya mengerti alasan kenapa pakaian Adam sampai kotor seperti itu. Apalagi melihat wajah Adam seperti orang yang sedang menahan marah begitu. Ia dengan cepat mengambil handuk kecil yang masih bersih dan menyerahkanya pada Adam.Lalu, dengan buru-buru berkata pada Menik."Nik, sebaiknya segera anterin kopinya Pak Robert keruangannya." "Eh, pak Robert memang sudah meminta kopi?" Tanya Menik terkejut tapi tampak enggan. Sepertinya dia malas untuk pergi menemui manajer personalia tersebut."Iya, ini Adam yang mengantar kopi ke ruangannya
Hari kedua menjadi OB.Pertemuan sehari sebelumnya dengan Nadya, meninggalkan kesan yang cukup dalam bagi Adam. Sampai-sampai Ia masih tersenyum ketika masuk kerja hari itu dan berharap dapat bertemu lagi dengan gadis manis tersebut lagi nantinya."Ciee kenapa nih, baru datang dah senyum-senyum aja." Sambut Yaya ketika Adam datang dengan wajah berseri bahagia."Hahaha, gak ada apa-apa, Mbak. Cuma lagi senang aja." Jawab Adam salah tingkah, tidak menyangka sudah ada Yaya di dalam ruang pantry.Ia merasa malu, seolah sedang bertingkah seperti remaja yang sedang kasmaran."Hmn, senang apa seneng nih?" Goda Yaya lebih lanjut."Eh, siapa yang senang?" Menik yang baru datang langsung ikut nimbrung pembicaraan mereka."Tanya si Adam tuh, lagi senang karena jatuh cinta kayaknya?""Hah, Adam jatuh cinta? OB lantai berapa?" Tanya Menik spontan."Huh, sembarangan. Kalau lu nanya-nya si Jafar, gak apa-apa tanya OB lantai berapa. Lah, si Adam! Ma karyawati yang bening-bening itu juga pantas kali, x
Melihat kepanikan Yaya dan Menik, membuat Jafar penasaran dengan apa yang diperbuat oleh pak Robert sampai membuat Adam semarah itu, "Loh, ada apa dengan Pak Robert emang?" "Gak ada waktu buat menjelaskannya. Cepat, kita susul Adam." Ujar Yaya sembari bergegas keluar dan bahkan coba menarifk Jafar agar megikuti mereka. "Kalian duluan, saya panggil satpam dulu." Tahan Jafar beralasan. "Ya udah, cepat ya!" Yaya dan Menik menghambur keluar dengan panik. Tanpa mereka sadari bahwa Jafar justru tersenyum sinis. Ia malah tampak duduk santai setelah itu dan tidak melakukan apa-apa. 'Justru malah bagus jika bocah sok berani tersebut menghajar Pak Robert. Dengan begitu, Ia akan terkena sangsi dan bisa dikeluarkan dari sini.' Pikir Robert senang. ... Adam berjalan dengan emosi yang siap meledak. Beberapa orang yang menatapnya heran saat berpapasan, sama sekali tidak dihiraukannya. "Mas, kamu kenapa?" Saat itu, seorang karyawan wanita yang sebelumnya memperingatinya pagi tadi menyapanya,
"Bang, ada masalah." "Masalah apa, Jas?" Terdengar suara ragu dari seberang telpon, "Itu Bang, mas Adam memukul salah seorang manajer di perusahaan, Robert Januzi. Manajer Personalia." "Terus bagaimana situasinya?" "Saat ini mas Adam ditahan di pos security dan pria yang dipukulinya sedang diurus oleh tim medis perusahaan." "Hmn.. tapi, ada masalah sedikit bang." Ucap Anjas ragu, lalu melanjutkan, "Pria yang dipukuli mas Adam berniat melaporkan hal ini kepada polisi. Saya sudah coba mendamaikan mereka, tapi Robert tidak bisa ditenangkan dan tetap bersikeras menaikkan kasus ini." "Hmn, apa dia berniat cari mati? Tenang saja, biar saya yang urus. Kamu cukup pastikan mereka berdua masih berada di perusahaan, mengerti?" "Paham, Bang. Mengerti!" Anjas menyapu keringat dingin di keningnya, begitu Ia menutup ponselnya. Ia tidak menyangka, baru hari kedua putra bos besarnya bekerja di sana dan sudah menimbulkan masalah. Beruntung, security perusahaan sedang patroli untuk memeriksa kea
"Hai, Nad!" "Nad, entar siang makan tempat biasa yah!" "Halo, Nad. Nanti bantuin finishing job gue yah!" "Hmn... Kalau Nadya dah datang, aura ruangannya jadi berbeda gitu yah." "Eh, eh main comot aja, baru juga gue buka snacknya." Begitulah sapaan orang-orang kantor jika Nadya sudah datang. Suasananya langsung berubah ceria dan bersemangat. Itu karena sifat Nadya yang supel dan dekat dengan siapapun. Nadya seperti pelangi yang membuat suasana dimanapun tempat ia berada langsung berubah penuh warna. Sekaligus juga magnet yang dapat membuat siapapun akan mendekatinya, begitulah arti keberadaan Nadya di antara semua orang. Nadya baru saja duduk di depan mejanya dan baru saja meletakkan tasnya di atas meja. Tapi, keningnya menjadi sedikit berkerut begitu menemukan keganjilan yang menganggu matanya. "Gira, siapa yang merapikan meja saya yah?" Tanya Nadya penasaran pada teman sebelah mejanya. Meja antara karyawan dibatasi oleh sekat setinggi monitor komputer mereka untuk memberi pri
Mungkin inilah yang disebut, sengsara membawa nikmat. Dipindahkan bekerja ke lantai lannya sebagai hukuman karena aksi nekatnya menyerang salah seorang manajer, Adam malah dipertemukan dengan seorang wanita yang telah membuat jantungnya bergetar, Nadya Elvaretta Pramudya. Seorang wanita cantik dan sangat ramah yang bekerja sebagai arsitektur di perusahaan Ayahnya. Wanita anggun yang telah berhasil menggetarkan hati Adam ketika pertama kali bertemu. Kejadian dimana Nadya mencarinya karena 'salah' merapikan meja kerjanya, membuat Adam mulai mengenal kebiasaan 'unik' Nadya. Adam jadi tersenyum sendiri, mengingat betapa menariknya sikap Nadya di mata Adam. Itu karena Adam merapikan peralatan kerja Nadya, yang sebelumnya terlihat cukup berantakan. Padahal, jika Nadya sedikit saja lebih teliti memeriksa meja kerjanya, ia akan dapat langsung menemukan peralatan kerjanya yang telah tersusun rapih. Hanya saja, seperti penjelasan Susan padanya. Nadya itu orangnya memiliki kebiasaan unik,
Adam baru saja mengantarkan minuman untuk beberapa karyawan di lantai 16. Dia celingukan sesaat ke mejanya Nadya, namun tidak menemukan gadis manis tersebut di sana. Padahal saat itu masih jam kerja, "Nadya kemana ya?" Pikir Adam penasaran. "Adam, kamu lihat siapa sih? Gira?" Adam tidak menyadari jika Prita sedang memperhatikannya. "Eh? Tidak. Ini aku mau ngantar vanilla untuk Nadya." Adam sedikit gugup dan ia tidak sepenuhnya berbohong, karena di atas nampan yang dibawanya memang ada secangkir vanilla susu yang khusus disiapkannya untuk Nadya. Awalnya, Adam berinisiatif untuk mengantar susu vanilla kesukaan Nadya, agar ia lebih semangat bekerja. Karena Adam tahu jika Nadya sangat menyukai minuman itu. "Oh pesanannya Nadya toh! Eh, tapi gosip itu beneran, 'kan?" "Gosip yang mana?" Tanya Adam bingung. Prita celingukan sebentar, ia sedikit merendahkan suaranya dan agak mencondongkan badannya ke arah Adam. Ia berkata, "Katanya kamu sama Gira jadian." Adam terbatuk. 'Sial, si
Menik bercerita banyak tentang ke khawatirannya pada Adam, setelah aksi nekad Adam menyerang Robert hari itu. Dari informasi Menik juga, Adam jadi tahu kalau Robert telah di keluarkan dari perusahaan. Pihak perusahaan ternyata telah melakukan investigasi khusus terhadap Robert dan menemukan banyak kecurangan dan penyalah gunaan wewenang yang telah di lakukan oleh Robert. Menik ternyata bukan satu-satunya korban pelecehan Robert, ada beberapa wanita lainnya sebelum ini. Hal itu terungkap, begitu tim investigasi dari perusahaan berhasil membuat para wanita yang menjadi korban untuk bicara. Adam teringat dengan ucapan Anjas sebelumnya, cuma dia belum tahu kalau Robert sampai diberhentikan saat itu. 'Bisa saja itu adalah campur tangan pak Ali.' Pikir Adam. Menik tidak lama bicara dengan Adam, karena ia harus segera kembali bekerja. Mereka berjanji akan berkumpul sesekali untuk sekedar reuni. Dari kejadian itu, Menik menganggap Adam adalah teman yang dapat dipercayanya. Adam merasa c