Terimakasih untuk antusiasnya terhadap kisah ini. Tidak ada kata yang sanggup mengungkapkan rasa kebahagiaan saya karena sangat banyak yang menyukai kisah Parmi. Semoga tidak bosan ya. Terimakasih untuk 200an lebih komentarnya šškalian memang ter the bestš„°š
Selamat membaca.
"Hai anak-anak. Ada papa bersama kita," lirih Parmi sangat pelan berbicara pada perut besarnya. Namun masih jelas ditangkap oleh indera pendengaran Anton. Lelaki itu hanya bisa menggenggam tangan istrinya, tanpa bisa berkata. Air matanya sudah mengalir deras, bahkan telinganya ikut berair, eh ... salah, maksudnya hidung Anton juga berair.
Brangkar Parmi ditarik masuk ke dalam ruang operasi oleh seorang perawat. Tak banyak yang bisa Anton katakan, karena ia memang tak sanggup berkata apa-apa lagi. Begitu pun juga Parmi.
"Aku menunggumu Parmi, lahirkan anak-anak kita dengan selamat," seru Anton pada istrinya, sebelum pintu ruang operasi itu benar-benar tertutup. Ant
Dewasa21+Ada kodok berkacamataAyyoookkk...ahhh...bacaaa.****"Sebelahnya sekarang ya, Bu?" Anton masih dengan gemetar memindahkan telapak tangannya di atas dada Parmi."Tutup lagi matanya!" Titah Parmi ketus."Eehmmm ... eehhmmm ..." Parmi berdeham kembali. Saat tangan Anton mulai memijat kembali. Nafsu sialan, bisa-bisanya dia naik saat darurat begini. Umpat Parmi pada tubuhnya sendiri."Bu, boleh ya. Sedikit aja," rengek Anton sambil meremas gemas dada istrinya.Bugh!"Aaaau!" pekik Anton tatkala Parmi meninju perutnya, menggunakan tangan yang tidak diinfus."Sakit, Bu," lirih Anton sambil memegang perutnya yang benar-benar sakit. Parmi bukannya merasa bersalah, ia malah melirik tajam Anton hingga tanpa sadar payudara yang sebelah lagi mengeluarkan air."MasyaAllah muncrat!" Anton kebingungan sendiri melihat pancuran air susu yang begitu deras. Sedangkan yang satunya lagi, j
****Parmi meneteskan air mata, saat dokter mengatakan bahwa ia sudah boleh pulang, namun belum bisa membawa ketiga bayinya. Ketiga bayi kembarnya masih memerlukan perawatan intensif terlebih dahulu, maksimal selama dua minggu. Setelah si kembar berat badannya cukup dan sudah lebih sehat, maka boleh dibawa pulang. Parmi hanya bisa memandangi Andrea, Aleta dan Andini dari balik box inkubator. Berkali-kali Parmi mencium ketiga box tersebut, seakan dia enggan berpisah. "Hiks." Parmi tersedu sambil mengusap air mata yang jatuh dengan punggung tangannya. "Sudah,Bu. Jangan sedih terus! Kita bisa kok setiap hari menjenguk mereka." Anton menenangkan istrinya dengan mengusap pundak Parmi. Namun, lagi-lagi Parmi menghindar. Anton menghela nafas panjang. "Sudah yuk, kita pulang," ajak Anton kepada Parmi. Tangan Anton menarik lembut lengan istrinya, agar keluar dari ruang NICU. Parmi mengikuti langkah suaminya dengan lemah.
Suka gak, Bu?""Yang pulang ini Parmi lho, Mas. Bukan tuan putri cantik! Kenapa romantis sekali?" tanya Parmi sendu sekaligus merasa aneh. Kakinya melangkah masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang sama penuh dengan air mata. Sofa dan bantal serta selimut itu pun masih berada di tempatnya.Parmi melangkahkan kakinya menuju sofa tempat biasa ia beristirahat dulu."Kok di sana, Bu? Di sini saja kalau mau istirahat." Anton menunjuk ranjang yang masih bertabur kelopak mawar."Lha, kan saya juga biasanya di sofa." Parmi menautkan alisnya, tidak paham dengan perkataan suaminya."Mulai hari ini dan sampai selamanya, Ibu dan saya tidurnya di sini," bisik Anton lembut, sambil menuntun Parmi untuk duduk di atas ranjang."Saya tidak mau! Biar saya tidur di tempat biasa!""Jangan, Bu. Nanti badan Ibu sakit.""Kenapa sekarang baru peduli?kemarin-kemarin ke mana saja? Saya dibiarkan tidur kedinginan di sana, bahkan dalam keadaan
Sepuluh hari sudah berlalu, sejak Parmi keluar dari rumah sakit. Keadaan rumah hari ini dibikin meriah. Bahkan Anton mengundang nenek, om, tante dan para sepupunya untuk hadir menyambut kepulangan puteri kembar mereka.Satu orang lagi yang tidak kalah antusias adalah Bu Rasti, semalaman ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kamar untuk cucu kembar tiganya telah selesai direnovasi. Bu Rasti bersama dengan Iqbal, Parmi, dan Anton pergi ke rumah sakit untuk membawa pulang si kembar tiga."Orang-orang pada ngapain sih keluar?" gerutu Parmi yang memandang jalanan tidak kunjung terurai kemacetannya."Bukannya diem aja di rumah," sambungnya lagi sambil mendesah kesal. Ia duduk di samping ibu mertuanya. Anton melirik istrinya dari spion lalu tertawa kecil."Namanya hari sabtu, Mi. Pasti macet. Banyak orang jalan-jalan," sahut Bu Rasti sambil menoleh ke arah Parmi."Mana, Mah? Gak ada yang jalan ah. Orang ini kendaraan semua. Tuh liat, Mah!" Balas Parmi denga
Ayo sayang, kasian ibu itu. Ayo nen ya!" Kali ini Anton yang membimbing Andrea untuk mengisap puti*g Parmi dan ajaibnya, bayi itu bisa menyedot dengan kencang ASI Ibunya yang mengalir deras."Alhamdulillah," seru ketiganya sambil bernapas lega. Andini dan Aleta masih asik dengan botol susunya, sedangkan Andrea masih asik dengan ASI Parmi.Tidak berapa lama berselang, Andrea pun terlelap. Kini gantian Aleta yang menyusu langsung dari payudara ibunya. Bayi itu langsung pandai menghisap puting ibunya begitu juga dengan Andini. Hingga tidak terasa, satu jam sudah mereka berada di nursing room.Anton sudah menggendong ketiga bayinya saat selesai minum ASI agar mereka bersendawa. Parmi merapikan baju lalu mengikat tinggi rambutnya. Leher padat berisi Parmi yang sudah lebih bersih saat ini, sepertinya mengganggu indera penglihatan Anton."Duh, gemes banget sih itu leher. Rasanya pengen saya cipok sampe pagi," bisik Anton dalam hati. Parmi hanya menautkan a
Jadwal begadang kini dimulai. Sejak pukul delapan malam, saat sanak saudara sudah kembali ke rumah masing-masing. Di situlah kedua mata si kembar tiga, melotot terang. Selalu saja ingin diajak bicara dan bermain.Parmi berkali-kali menguap mengajak Andrea, Aleta dan Andini untuk tidur. Bahunya sudah cukup pegal menyusui ketiganya. Parmi melirik jam di dinding sudah pukul sebelas tiga puluh malam. Namun ketiga anaknya belum ada yang ingin tidur."Tidur dong sayang! Ibu ngantuk nih! Hooaam!" Parmi menguap sangat lebar. Anton yang saat ini tengah mengajak bicara Aleta, melirik istrinya yang sudah sangat mengantuk sepertinya."Ibu tidur duluan aja, biar saya yang nemenin anak-anak main." Parmi menoleh pada suaminya."Ga papa, Mas. Saya masih bisa nahan. Mungkin sebentar lagi mereka mau tidur.""Tidur aja sebentar, nanti saya bangunin satu jam lagi, dari pada pusing ngantuk." Anton terus saja meminta Parmi untuk tidur walaupun sebentar. Ia juga ti
Ali sudah duduk dengan manis di ruang tamu keluarga Anton. Di samping kirinya ada tas berukuran tidak terlalu besar, sedangkan di samping kanan ada empat kotak terbungkus kertas kado. Matanya menjelajah isi rumah dosennya tersebut. Tidak ada foto pernikahan Parmi dengan dosennya tersebut, memperkuat dugaan Ali, bahwa pernikahan Parmi bermasalah."Den, Ali," sapa Parmi ramah. Ia berjalan ringan sambil tersenyum ke arah Ali.Ali bangun dari duduknya, lalu dengan semangatnya malah mencium punggung tangan Parmi saat Parmi mengulurkan tangan."Biasanya bau bawang, Teh, kali ini bau minyak telon ya. Agak mendingan," ledek Ali yang diiukuti oleh tawa Parmi."Duduk, Den!" Parmi mempersilakan Ali untuk duduk kembali, begitu juga dengan dirinya."Eehhmm!" Anton yang sudah rapi, keluar dari kamar langsung menghampiri Ali dan juga istrinya."Ada apa, Li?" tanya Anton tegas dengan raut wajah tidak senang dengan kehadiran Ali. Apalagi saat ini Ali duduk b
Empat puluh lima menit berlalu, hingga alarm kelas berbunyi, tanda mata kuliah berakhir. Hampir seluruh mahasiswa mengumpulkan kertas ujian dengan wajah lunglai. Anton tersenyum puas, saat menatap kertas kuis Ali yang hanya terisi empat dari lima nomor.Ia keluar dari ruangan Ali, berjalan dengamln wajah penuh kepuasan menuju Parkiran. Diliriknya jam tangan, sudah pukul tiga sore. Satu jam lagi, jadwalnya mengajar di sebuah lembaga BIMBEl.Yah, sudah dua hari ini Anton juga mengajar sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga BIMBEL. Guna untuk menambah penghasilannya. Ia sadar betul, pengeluarannya pasti akan bertambah, dengan kehadiran si kecil. Namun Anton yakin, bahwa semua ini adalah rezeki bagi anak-anaknya.Ia menyalakan motor maticnya lalu pergi meninggalkan kampus. Ia mengajar BIMBEL anak SMA yang sedang persiapan memasuki universitas. Ia mengajar mata pelajaran matematika dan bahasa inggris untuk siswa kelas tiga jenjang SMA.Parmi sud