Shopia merasa beruntung sore itu dia berhasil menyelinap dengan aman ke kamarnya. Gadis kecil itu menuruti perkataan Liz untuk tidak keluar dari kamar. Secara tidak langsung, dia ditegaskan untuk mengurung diri dalam batas waktu yang ditentukan oleh Liz.Gadis kecil itu sempat murung. Sebab, dia sudah berniat ingin memberikan plester yang diminta dari Edeline untuk dipakaikan ke wajah Elvis. But it’s oke! Shopia bisa mencoba di lain waktu.Gadis kecil itu sudah bertekad ingin menjalankan niatannya pagi itu. Dia sudah rapi dan cantik mengenakan seragam sekolahnya. Rambut panjangnya yang kecokelatan telah dikepang rapi. Kemudian mengikuti Liz yang mengajaknya menuju meja makan.Jantung Shopia berdebar-debar melihat Elvis yang sudah lebih dahulu duduk di sana—sedang menikmati secangkir kopi. Seperti biasa, Shopia diserang rasa gugup ketika Elvis melayangkan tatapan dingin yang menusuk tajam.“Good morning, Daddy.” Shopia merundukkan tatapan sembari melangkah maju mengikuti Liz ke meja ma
“Edeline Johnson! Dia dokter magang yang baru saja pindah ke rumah sakit Elvis.”Simon kembali terdiam, tetapi saat itu ekspresinya sudah terkejut mendengar nama yang tidak asing. Baru kemarin Simon bertemu dengan gadis yang disebutkan oleh Sarah. Di dalam hati Simon tampak tidak menyetujui kalimat-kalimat kejam yang menuduh Edeline sebagai gadis tidak baik.Di mata Simon, Edeline merupakan gadis baik dan santun. Bahkan jiwanya merasa tertarik pada sosok Edeline yang panik dengan wajah merona merah. Sehingga Simon menarik kesimpulan tidak mungkin Edeline memiliki karakter buruk seperti yang dituduhkan oleh Sarah.Namun ... tunggu dulu! Pikiran Simon terganggu oleh satu hal yang menyetrum di memori ingatan. Yaitu dia menangkap sorot mata Elvis yang begitu emosional. Simon menilai jika tatapan Elvis saat itu bukan seperti seorang atasan yang marah pada bawahannya, melainkan tatapan seorang pria yang marah melihat ‘miliknya’ berkomunikasi dengan pria lain.Simon semakin percaya diri pad
“S-saya juga senang bisa bertemu dengan Anda, Tuan Simon.”Edeline yang bersuara gugup begitu jelas menunjukkan bahwa dirinya sangat terkejut. Dia pun setengah panik dan cukup bingung berhadapan dengan Simon. Edeline ingat bahwa Simon bukanlah orang biasa. Pria itu merupakan petinggi eksekutif di sebuah perusahaan. Selain itu yang terpenting, Simon merupakan orang penting di kehidupan Elvis. Keberadaan pria itu di sana sudah pasti akan bertemu dengan Elvis.Edeline harus menjaga sikap. Dia menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan pada orang-orang yang terhubung dengan Elvis. Sehingga Edeline merasa tidak layak untuk bersikap santai kepada Simon seperti saat pertemuan pertama mereka.“Tuan Simon? Kenapa kau memanggilku seperti itu?” tanpa diduga Simon memprotes.“Ah ... itu ... saya—”“Aku suka dipanggil dengan nama saja,” Simon menyela Edeline yang kesulitan mencari alasan. “Selain itu, kenapa kau jadi kaku seperti ini? Bukankah kemarin kita bisa berkomunikasi dengan santai? Apa b
“Lepaskan.”Elvis menoleh pada Edeline yang bersuara parau. Pria itu memindai Edeline yang tertunduk gemetaran, mencermati baik-baik Edeline yang bertingkah aneh—sama seperti pertama kali mereka bertemu.Edeline sedang mengalami serangan panik! Elvis sangat yakin pada penilaiannya. Dia memang bukan psikiater, tetapi profesinya dan lingkungan kerja membuatnya bertemu dengan orang-orang yang memiliki kasus serupa dengan kondisi Edeline. Sehingga Elvis memahami meski tanpa diperjelas secar mendetail.Elvis semakin percaya diri pada penilaian itu dikarenakan Edeline yang tidak mampu memberontak. Selain wajahnya yang memucat, gadis itu tidak mampu menggerakkan lengan kurusnya di dalam genggaman tangan Elvis.“Ada yang ingin aku bicarakan.” Elvis dengan sengaja mengencangkan genggamannya.“Aku mohon ... lepaskan aku.”Elvis memalingkan tatapannya lurus ke pintu lift yang tertutup rapat—di mana lift itu sedang bergerak naik.“Justru aku tidak boleh sampai melepaskanmu.” Elvis menolak, pun ge
Pernyataan tidak terduga itu bukan hanya mengejutkan Sarah. Di dalam hati, Elvis juga tertegun atas mulutnya yang sangat berani mengeluarkan pernyataan itu. Pria tampan itu hanya memikirkan jalan pintas untuk mengusir Sarah yang keras kepala. Sekaligus meyakinkan Sarah bahwa dia telah memiliki kekasih hati yang menjadi dasar penolakan terhadap perjodohan diantara mereka. Namun, Elvis tidak menyangka keputusan itu menggiring dirinya pada sesuatu yang mengganggu.Pria itu mengabaikan Sarah yang terdiam dan gemetaran marah. Dia tidak ingin tahu kronologis Sarah bisa ada di sana. Sebab, perhatian Elvis sudah tertuju pada gadis yang menatapnya tajam, seolah sedang menagih penjelasan atas ciuman yang tanpa permisi.Jemari Elvis telah bergerak lincah menyusuri bibir yang tadi dinikmati. Kulit jemarinya bergesek lembut di bibir Edeline, seolah sedang mengusap salivanya yang tadi membasahi. Lebih dari itu, jiwa Elvis telah memuji-muji bibir Edeline yang mencuri perhatiannya. Lembut, kenyal dan
Sudah seminggu berlalu dari momen mendebarkan di ruangan Elvis. Edeline masih menggantungkan jawabannya karena masih bimbang untuk memutuskan. Bahkan, Edeline selalu menghindari apa pun yang bersinggungan dengan Elvis. Dia berusaha keras untuk tidak melakukan kesalahan.Namun, semua berjalan sia-sia. Edeline memang sukses terhindar dari yang namanya bertatap muka dengan Elvis, tapi pikirannya tidak bisa terlepas dari sosok pria yang merebut ciuman pertamanya.Edeline kesulitan berkonsentrasi. Dia juga kesulitan tidur karena pikirannya terpenuhi oleh Elvis. Dan setiap kali ingin berkeliaran di lingkuran rumah sakit, Edeline selalu berhati-hati melangkah agar tidak bertemu dengan pria pemilik rumah sakit itu.Di ruangannya, Edeline tertegun sendirian. Jemari yang mengapit pena mulai mengendur, padahal sejak tadi Edeline begitu lancar menulis laporan pemeriksaan pasien untuk diserahkan pada Nicho—dokter pembimbing lainnya.Bibir Elvis, pelukannya, kehangatan tubuhnya serta sikap lembut .
Ketika tiba di rumah, Elvis membanting kesal coat yang baru saja dilepaskan ke sofa ruangan tamu. Dia melampiaskan kemarahannya setelah merasa dibohongi oleh Edeline. Dokter magang sialan telah berani-beraninya mengusik ketenangan pikiran dan jiwanya.Elvis berniat ingin menyergap dan menagih jawaban Edeline. Kesabarannya menipis setelah Edeline menggantungkan penawarannya selama seminggu—pun menghindar dari Elvis secara terang-terangan. Seolah menunjukkan bahwa gadis itu sama sekali tidak tertarik dengan penawaran yang diberikan Elvis.Pagi hari yang benar-benar sial! Elvis malah melihat Edeline sedang bermesraan dengan Simon. Elvis masih mengingat jelas bagaimana pasrahnya Edeline ketika Simon memakaikan coat ke tubuh kurus itu. Bahkan, Elvis tidak segan-segan melayangkan tatapan tajam, seperti pedang runcing yang siap melukai ketika Edeline menyentuh lengan pria lain di depan dan menyentuh pria yang mendekat ke wajahnya.Simon mencium Edeline?Elvis tidak salah atas sudut pandangan
“Dia adalah tetanggaku.”Setelah naif menjelaskan, Edeline menghujani dahi Shopia dengan ciuman penuh rasa sayang. Dia begitu hangat memeluk Shopia, bagaikan seorang ibu yang sangat mencintai putri kandungnya.Lina terlihat tertegun menonton kehangatan Edeline dengan Shopia. Perawat itu langsung memasang wajah masam, dia merajuk pada Edeline yang lagi-lagi menyembunyikan sesuatu.Lina tahu dengan benar gadis kecil di pelukan Edeline. Sehingga di dalam hati Lina telah menggerutu kesal, Edeline tega berbohong mengenai ketegangan hubungan dengan Elvis. Padahal di belakang Lina, Edeline bertetangga dengan Elvis. Dia juga sudah begitu akrab pada Shopia, seperti ibu dan anak dengan gadis kecil yang merupakan putri kandung Elvis.“Ck! Dokter ini,” Lina berdecak sembari geleng-geleng kepala. “Dokter memang tidak memiliki pacar! Tapi Dokter sudah memiliki calon suami!”Edeline terkekeh menanggapi. “Hei, Lina! Kau ini mabuk, ya? Sejak tadi kau selalu konyol berbicara.”“Apa aku salah?! Dokter d