Tanpa ragu, Bella melangkah ke dalam ruangan itu dan berhenti saat jarak mereka hanya tersisa 3 langkah.
Ben meletakkan gelasnya ke meja yang ada tepat di sampingnya. Dirinya tinggal di hotel ini dan jarang menerima tamu. Dapat dikatakan, Isabella Swan adalah wanita pertama yang melangkah masuk ke dalam kamar ini, area pribadinya.
Bella menatap pria itu. Begitu sempurna, tubuh tinggi dengan otot yang tepat di setiap bagian tubuhnya itu. Wajah begitu tampan dan terkesan angkuh, tidak pernah tersenyum, hanya menatap dengan dingin. Rambut yang biasanya tersisir rapi, sedikit kusut. Jas sudah dilepaskan, begitu juga dengan dasi. Kancing kemeja putih terbuka beberapa di bagian atas, menampilkan dadanya bidang dan kecoklatan. Lengan kemeja sudah digulung mencapai siku dan menampilkan lengannya yang kokoh.
Semua keindahan itu, disempurnakan dengan kekuasaan dan kekayaannya. Ya, pria itu sempurna. Namun, tidak bagi dirinya.
"Apa yang ingin
"Aku tahu!" jawab Bella. Tentu, apa yang berani diharapkannya? Kisah cinta yang romantis? Itu konyol. Sudah cukup beruntung baginya, pria itu mau memberikan sokongan. Yang perlu dilakukannya hanya seks, jadi itu tidak terlalu sulit, batinnya berusaha menenangkan dirinya. Seks? Apa yang Bella tahu tentang itu? Tidak ada!"Bagus!" jawab Ben dan berdiri dari duduknya."Cukup untuk malam ini! Istirahatlah, besok aku akan mengatur semuanya untukmu. Dan ingat, ingat aku menyukai wanita yang penuh inisiatif di atas ranjang. Jadi, berusahalah menjadi wanita seperti itu dan jangan membuat aku kecewa!" ujar Ben dan berjalan masuk ke dalam ruangan lain yang ada di sana.Setelah pria itu menghilang di balik pintu lain, barulah Bella dapat bernapas normal. Dari tadi jantungnya berdebar begitu cepat dan kedua tangannya berkeringat. Bella terduduk di lantai, mengapa ini terasa cukup mengerikan.Apakah artinya, malam ini dirinya tinggal di sini? b
Ben menatap mata yang begitu terkejut dan melihat bagaimana bibir wanita itu yang berusaha mengucapkan sesuatu, tetapi tidak berhasil.Satu kecupan ringan mendarat di bibir Bella dan itu semakin membuat Bella membelalak matanya. Lalu, Ben kembali hendak mendaratkan ciuman dan Bella menutup bibirnya menggunakan tangan. Ben berhenti saat bibirnya hendak menyentuh tangan wanita itu."Apa yang kamu lakukan? Bukankah sudah jelas mengenai kesepakatan kita?" tanya Ben menatapnya lekat."Ehem, ya. Tapi, kita belum tanda tangan kontrak!" jawab Bella. Ya, dirinya teringat akan alasan itu dan ingin melakukan apa saja agar hal ini tidak terjadi. Dirinya merasa takut dan malu, takut pada dirinya sendiri. Ya, tubuhnya selalu mengkhianatinya. Seperti saat ini, seluruh tubuhnya terasa panas dan menyukai kehangatan pria itu. Namun, di sisi lain, harga dirinya mengambil alih. Ya, jika tiba saatnya bercinta, Bella ingin posisi mereka sejajar. Terikat kontrak dan
"Pukul 10 siang, Tuan," jawab Tom.Ben mengangguk dan berkata, "Aku akan pergi ke restoran untuk sarapan. Kamu, ikuti perkataan Maya dan sarapanmu akan diantar ke kamar ini."Lalu, Ben melangkah keluar diikuti Tom. Bella menatap barang-barang di atas meja makan dan tidak mengambilnya. Ya, itu dapat menunggu."Isabella Swan? Perkenalkan aku Maya Morey, fashion stylish perusahaan Knight Company," ujar Maya saat Bella menghampirinya di ruang tamu."Halo," sapa Bella sopan."Apakah ini ukuran pakaian dalammu?" tanya Maya dan menunjukkan sebuah bra dengan label ukuran terpampang jelas.Bella mengangguk."Baiklah! Ini pakaian keluaran terbaru merek premium kami dan semua sesuai dengan ukuranmu. Pilihlah mana yang akan kamu kenakan hari ini dan besok saat pergi ke bandara. Ini semua tidak perlu dibawa, karena untuk lemari pakaian di apartemen Negara Z sudah diatur oleh fashion stylish perusahaan cabang di
Tidak lama, Maya dan staff yang lain pamit, meninggalkan Bella sendirian. Maya tidak lupa meninggalkan dua buah tas, satu clucth yang sempurna digunakan saat mengenakan cocktail dress dan satu lagi tas selempang berwarna hitam yang terbuat dari kulit asli. Keduanya terlihat mahal.Bella mengambil tas hitam itu dan membukanya, dirinya perlu menyimpan barang-barangnya yang ada di atas meja makan. Di dalam tas itu ada dompet kulit yang sama indahnya, Bella memasukkan uang tunai dan kartu hitam itu kedalam. Lalu, menyimpan paspor dan agenda yang diberikan Tom tadi.Setelah itu, Bella duduk di sofa dan menunggu pria itu kembali.Tidak lama, Ben kembali bersama Tom dan ada satu orang pria paruh baya bersama dengan mereka.Ben terpana untuk sepersekian detik saat menatap Bella yang berdiri menyambut kedatangan mereka. Namun, itu hanya sebentar dan Bella tidak menyadari hal tersebut. Ben melangkah ke arah Bella dan masih menatap wanita itu. Se
Tidak tahu berdiri berapa lama, akhirnya Bella merasa tenang dan berjalan ke arah sofa, duduk di sana. Memilah perasaannya, apakah dirinya mampu menjalani semua ini tanpa melibatkan perasaan? Bahkan saat ini, hal kejam yang dilakukan Ben padanya sudah terasa tidak penting. Itu membuat Bella memeluk dirinya sendiri, takut. Saat sadar, dirinya begitu lemah, apalagi saat dihadapkan dengan pria itu, Benedict Knight.Kembali Bella bersyukur, Ben mengatur perjalanannya begitu cepat, ya besok. Itu bagus, setidaknya Bella memiliki waktu untuk bersiap dan berubah.Bella terlelap di sofa dan terbangun saat langit mulai gelap. Terkejut, sudah pukul 6 malam dan dirinya harus bersiap dalam 1 jam. Ya, ada janji makan malam dengan pria itu.Bella mandi dan bertukar pakaian.Hal pertama, Bella mengenakan pakaian dalam renda merah, warna yang senada dengan gaunnya itu. Wajahnya merah padam, saat memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi nanti malam. B
"Cukup dan hentikan kegilaan ini! Nenek tidak pernah peduli dengan siapa kamu berkencan. Namun, yang pasti tidak dengan kriminal ini. Walaupun ini mungkin hanya selingan, tetapi orang tetap harus bijak dalam memilih mainan mana yang pantas dimainkan dan tidak!" ujar Sonya Knight.Ben terbangun dari lamunannya dan menatap sang nenek. Selingan? Mainan? Apakah itu arti Isabella Swan baginya? Ben memalingkan tatapannya dan menatap Bella yang terlihat begitu buruk. Rambut dan wajah wanita itu basah dan gaunnya melekat noda anggur."Ikut Nenek kembali ke kediaman utama. Nenek akan memberikan tanah di puncak yang dari dulu begitu kamu inginkan. Nenek tidak peduli akan kamu bangun apa di atas tanah itu. Hanya saja, itu artinya kamu harus ikut Nenek kembali dan mengurus semua dokumen, sekarang! Jangan sampai Nenek berubah pikiran!" lanjut sang nenek.Tanah di puncak? Itu adalah tanah warisan turun temurun. Ben sudah lama mengincar tanah itu dan berencan
Nicholas melangkah masuk. Sekarang penampilannya perlente. Balutan jas mahal yang khusus dijahit untuknya, membalut sempurna tubuh jangkung yang berotot. Ya, Nicholas sangat menjaga penampilan, dirinya senang berolahraga dan membentuk otot-otot pada tubuhnya ini. Kakinya yang panjang melangkah mantap dalam balutan sepatu kulit asli. Rambut tersisir rapi dan kulit wajahnya bersih. Sama dengan Crystal, kehadiran Nicholas juga menarik perhatian.Nicholas menarik kursi yang ada di samping Crystal dan duduk. Memesan segelas wiski untuk dirinya sendiri."Ada apa?" tanya Crystal.Nicholas menerima gelas berisi wiski dari bartender di hadapan mereka. Ya, mereka duduk di meja tool bar.Sebelum menjawab pertanyaan Crystal, Nicholas meneguk wiski miliknya."Kamu cantik dan aku merindukanmu," ujar Nicholas dengan tatapan menjelajahi tubuh seksi wanita itu. Hanya dengan menatap saja, sudah mampu membangkitkan gairahnya. Namun, Nich
Sorenya, Bella menuju ke kampus. Semua pendaftaran telah diatur dan Bella dapat langsung mengikuti kelas. Untuk kelas malam, tidak terlalu banyak peserta dan karena ini adalah kelas Manajemen Keuangan, sebagian besar peserta adalah pria. Satu kelas memiliki peserta berkisar 20 orang."Halo! Perkenalkan, aku Jimmy."Seorang pemuda menarik kursi dan duduk di sampingnya. Kelas belum dimulai dan karena memang dirinya peserta baru, maka semua mata tertuju padanya. Rata-rata mereka semua berusia sekitar 20 tahun, jika dilihat dari penampilan. Ya, usia Bella jauh di atas mereka."Hai, aku Bella," balas Bella dan tidak lagi mengatakan apapun. Dirinya tidak berencana mencari sahabat. Lagipula siapa yang mau bersahabat dengan seorang mantan narapidana? batinnya.Jimmy mengangguk dan merasakan bagaimana Bella menutup diri. Lalu, pemuda itu kembali ke tempatnya saat pelajaran akan segera dimulai.***Bella mulai terbiasa dengan r