Wirda tidak sanggup lagi berkata-kata, Fatma adalah perempuan yang membuatnya terus tegar menjalani kehidupan, akibat perbuatannya di masa lalu pada perempuan itu membuat dirinya rela hidup menderita demi menebus semua kesalahan-kesalahan."Apa kabar, Wir?" Fatma tersenyum di balik cadarnya, membuat mata perempuan itu menyempit dan beda tahu jika perempuan yang ada di hadapannya itu sedang tersenyum padanya."Ba - baik, Mbak." Hati Wirda mendadak tidak karuan saat ini, dia merasa malu karena bertemu Fatma dalam keadaan kehidupannya yang masih berantakan, sementara Fatma terlihat bahagia bersama laki-laki yang sudah menjadi suaminya, dan nampaknya laki-laki itu membahagiakan Fatma."Tadi aku lihat kamu pingsan tetangga IGD, tapi kamu kok sendirian? Keluargamu mana?"Wirda hanya bisa bungkam ditanya soal keluarga, memiliki suami dan anak tiri tetapi di rumah mereka seperti orang lain bagi Wirda."Wir.""Eh iya, Mbak, nanti deh aku telepon suamiku suruh ke sini, makasih banget udah nolo
"Tega kamu ya, nyiksa aku habis habisan, Mas! Apa aku punya salah?! Apakah tidak bisa ngasih kamu anak itu sebuah kesalahan?!" Teriak Wirda, dadanya sudah turun naik merasakan emosi, Firda merasa Faisal sudah benar-benar keterlaluan menindas dirinya"Kesalahan kamu itu adalah pergi dari rumah ini, itu kesalahan kamu!" "Kembalikan ATM aku, Mas!""Engga, Wir! Kamu nggak boleh pergi tinggalin aku, untuk sementara ATM kamu aku pegang." Faisal langsung keluar meninggalkan Wirda yang masih dilanda amarah, sementara perempuan itu makin kalang kabut karena di dalam ATM yang diambil oleh Faisal uangnya lumayan banyak karena berisi tabungan yang selama ini Wirda kumpulkan dari hasil kerja, celakanya Dia tidak memiliki aplikasi internet banking sehingga tidak bisa memindahkan uang uangnya itu ke rekening lain."Arghhh! Kamu ba ji Ngan, Mas! Aku bersumpah Kamu tidak akan pernah memiliki anak dari lon te itu karena kamu sudah menzalimiku seperti ini!" Teriak Wirda dengan lantang.Faisal hanya bi
Dalam sekejap Prita dapat mengubah ekspresinya, gadis itu tersenyum saat Selly menghampirinya."Ngapain, Prit?" Tanya Selly."Ini berkasnya, aku on the way sekarang ya, Sell, takut telat. By.""Oh ok, hati-hati, makasih ya.""Sip."Prita langsung pergi lembut masuk ke dalam mobil, sementara Wirda masuk ke dalam, di dekat pintu dia bertemu dengan Bella."Ma, baju seragam aku yang satu lagi ditaruh di mana sih? Seragam yang ini kan nggak enak kebesaran.""Aku nggak tahu, cari aja sendiri," jawab Wirda dengan datar, Sekarang dia sudah malas mengurus semua keperluan Bella karena gadis itu tidak tahu berterima kasih padanya, hanya bisa menyuruh seperti pada pembantu."Ih Cules banget sih ditanya baik baik juga," gerutu Bella.Karena sudah siang dia pun memakai baju seragam apa adanya, dalam keadaan masuk mobil dia terus cemberut, tetapi Selly dan faisal tidak memperhatikannya.Beberapa hari kemudian Prita datang lagi menemui Wirda di sore hari, hal itu tentu saja membuat tanda tanya besar
Seluruh tubuhku bergetar lalu lunglai dan kedua lutut bertumpu ke tanah melihat Prita yang tadi siang masih segar dan bugar kini seperti orang yang sudah tidak bernyawa. "Bu, ada apa ya? Tadi teriak?" Seorang lelaki yang membawa senter menghampiri Wirda. "Pak, itu, Pak, temen saya dibun*h, tolong dia, Pak." Lalu pria yang sepertinya satpam kompleks itu mengarahkan senter ke arah pekarangan rumah Prita.. "Ya ampun, gustiii! Itu kan Mbak Prita, dia kenapa?" Lelaki itu pun tampak panik, siapapun yang melihat keadaannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa pasti akan merasa panik. "Dia jatuh dari lantai atas, Pak, terus tadi saya juga lihat kalau Prita dikejar seseorang di atas, mungkin dia dibun"h orang itu." Wirda menjelaskan dengan suara terbata-bata. "Saya telpon polisi dulu." Tidak lama kemudian berita tentang kematian Prita sudah menyebar ke seluruh penghuni kompleks, mereka berkerumun dari kejauhan untuk melihat jasad Prita, dan satu orang pun tidak ada yang berani mendekat s
Di rumah, Wirda kembali memandangi gambar gambar hasil tangkapannya di depan hotel itu, tidak salah lagi, orang itu memang Zhafran suami Fatma."Ya Allah, kenapa orang sebaik Mbak Fatma harus mendapatkan suami seperti itu, kasihan sekali," gumam Wirda.Teringat hari itu ketika Faisal baru menikah dan dia masuk rumah sakit, Fatma malah menemaninya sampai pulang, rasanya Wirda ikutan sakit hati melihat Zhafran bersama Selly."Dasar lon te, laki mana aja diembat, sekarang aku harus gimana? Kalau Mbak Fatma nggak dikasih tahu kasihan sekali dia, tapi kalau dikasih tahu takut ikut campur rumah tangga orang."Wirda jadi bingung harus melakukan apa, dia hanya bisa berdoa semoga Fatma bahagia dengan rumah tangganya, cukup rumah tangga terdahulu yang membuat perempuan itu menderita.*Waktu terus berjalan hari ini Uwais, putra pertama dari Fatma dan Ahza akan kembali ke Indonesia, Fatma dan sang suami serta anak gadisnya sibuk menjemput ke bandara.Pelukan dan tangisan haru mengelilingi merek
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara
Faisal mengobrol cukup lama dengan Zhafran, sementara Wirda memperhatikan dari jauh, tampaknya suaminya Fatma itu adalah lelaki yang cukup disegani oleh Faisal begitu yang ada di dalam pikiran Wirda.Ketika acara telah selesai dan Wirda kembali pulang ke rumahnya, dia mencuri-curi kesempatan untuk bertanya pada Faisal tentang suaminya Fatma."Mas, malam ini kamu tidur sama aku ya, masa sama Selly terus, kan aku juga istri kamu."Faisal malah diam, di hati terdalamnya dia ingin berbuat adil tetapi rasa takut pada Selly selalu saja menghalanginya dan dia belum berani untuk menaklukkan rasa takut itu."Emm …." Faisal nampak berpikir."Nggak bisa, aku sama Faisal itu lagi gencar gencarnya karena pengen punya anak, Mbak ngerti dong harusnya ngalah," sahut Selly yang tiba-tiba datang.Cukup nelangsa yang Wirda rasakan, tetapi perempuan itu tetap bersabar dan bertekad ingin menyembuhkan Faisal dari pengaruh sihir buatan Selly, karena Wirda yakin jika Selly tidak mendukung maka Faisal tidak m
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara