Seluruh tubuhku bergetar lalu lunglai dan kedua lutut bertumpu ke tanah melihat Prita yang tadi siang masih segar dan bugar kini seperti orang yang sudah tidak bernyawa. "Bu, ada apa ya? Tadi teriak?" Seorang lelaki yang membawa senter menghampiri Wirda. "Pak, itu, Pak, temen saya dibun*h, tolong dia, Pak." Lalu pria yang sepertinya satpam kompleks itu mengarahkan senter ke arah pekarangan rumah Prita.. "Ya ampun, gustiii! Itu kan Mbak Prita, dia kenapa?" Lelaki itu pun tampak panik, siapapun yang melihat keadaannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa pasti akan merasa panik. "Dia jatuh dari lantai atas, Pak, terus tadi saya juga lihat kalau Prita dikejar seseorang di atas, mungkin dia dibun"h orang itu." Wirda menjelaskan dengan suara terbata-bata. "Saya telpon polisi dulu." Tidak lama kemudian berita tentang kematian Prita sudah menyebar ke seluruh penghuni kompleks, mereka berkerumun dari kejauhan untuk melihat jasad Prita, dan satu orang pun tidak ada yang berani mendekat s
Di rumah, Wirda kembali memandangi gambar gambar hasil tangkapannya di depan hotel itu, tidak salah lagi, orang itu memang Zhafran suami Fatma."Ya Allah, kenapa orang sebaik Mbak Fatma harus mendapatkan suami seperti itu, kasihan sekali," gumam Wirda.Teringat hari itu ketika Faisal baru menikah dan dia masuk rumah sakit, Fatma malah menemaninya sampai pulang, rasanya Wirda ikutan sakit hati melihat Zhafran bersama Selly."Dasar lon te, laki mana aja diembat, sekarang aku harus gimana? Kalau Mbak Fatma nggak dikasih tahu kasihan sekali dia, tapi kalau dikasih tahu takut ikut campur rumah tangga orang."Wirda jadi bingung harus melakukan apa, dia hanya bisa berdoa semoga Fatma bahagia dengan rumah tangganya, cukup rumah tangga terdahulu yang membuat perempuan itu menderita.*Waktu terus berjalan hari ini Uwais, putra pertama dari Fatma dan Ahza akan kembali ke Indonesia, Fatma dan sang suami serta anak gadisnya sibuk menjemput ke bandara.Pelukan dan tangisan haru mengelilingi merek
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara
Faisal mengobrol cukup lama dengan Zhafran, sementara Wirda memperhatikan dari jauh, tampaknya suaminya Fatma itu adalah lelaki yang cukup disegani oleh Faisal begitu yang ada di dalam pikiran Wirda.Ketika acara telah selesai dan Wirda kembali pulang ke rumahnya, dia mencuri-curi kesempatan untuk bertanya pada Faisal tentang suaminya Fatma."Mas, malam ini kamu tidur sama aku ya, masa sama Selly terus, kan aku juga istri kamu."Faisal malah diam, di hati terdalamnya dia ingin berbuat adil tetapi rasa takut pada Selly selalu saja menghalanginya dan dia belum berani untuk menaklukkan rasa takut itu."Emm …." Faisal nampak berpikir."Nggak bisa, aku sama Faisal itu lagi gencar gencarnya karena pengen punya anak, Mbak ngerti dong harusnya ngalah," sahut Selly yang tiba-tiba datang.Cukup nelangsa yang Wirda rasakan, tetapi perempuan itu tetap bersabar dan bertekad ingin menyembuhkan Faisal dari pengaruh sihir buatan Selly, karena Wirda yakin jika Selly tidak mendukung maka Faisal tidak m
Wirda meremas kertas itu dia yakin laki laki yang menerornya barusan adalah orang suruhan Zhafran dan Selly, bukannya takut dia malah semakin tertantang, tidak peduli jika nasibnya akan seperti Prita."Lihat saja, Selly, aku nggak selemah itu, kamu salah jika menganggapku seorang penakut!" Gumam Wirda, masih menatap keluar jendela.Kemudian dia segera membereskan pecahan beling yang berserakan di lantai kamarnya, setelah selesai dia kembali melihat laptop.Namun, tiba tiba suara pintu kamarnya dibuka, nampaklah Bella yang berwajah masam."Kenapa, Bell? Kan belum satu jam?" Wirda melirik jam dinding."Balikin laptopnya sekarang aku mau pake!" "Iya nanti Mama balikin setelah satu jam ya, kan tadi kata kamu gitu.""Aku butuh sekarang mau kerjain tugas sekolah baru ingat, kalau nunggu 1 jam bisa-bisa aku ketiduran, pr-nya nggak dikerjain dong, dikoreksinya kan besok sama guru."Wirda berdecak, jika saja ATM miliknya tidak disita Faisal mungkin sekarang juga dia bisa membeli laptop secara
Faisal berjalan menyusuri setiap lorong rumah sakit dengan tungkai kaki yang lemah, sesekali dia berpegangan pada tembok atau apa saja yang ada di hadapan matanya, kepala itu terasa pusing jika tidak malu pada orang-orang Mungkin dia sudah menangis, tidak terbayang dia akan tertular penyakit yang tidak ada obatnya itu.Lalu bagaimana dengan Bella dan Wirda? Bagaimana nasib mereka? Faisal tidak hanya sibuk memikirkan dirinya tetapi juga anak gadis dan istri pertamanya.Kenapa aku bisa sampai menikah dengan Selly? Padahal sama sekali tidak pernah mencintainya sedikitpun? Apa perkataan Wirda itu benar kalau saya lihat memang benar pergi ke dukun.Tidak kuat lagi berjalan, Faisal pun duduk di bangku tunggu, menatap surat hasil tes laboratorium itu beberapa kali, tetapi yang ada membuat hatinya tambah sakit, ingin menjerit sekeras mungkin, meratapi kebodohan dan ketol*lan nya.Jam makan siang tiba, ponsel Faisal tiba tiba berdering dan menyadarkan lamunannya, dilihatlah ponsel miliknya it
"Cukup!" Teriak Faisal, meskipun hatinya ketakutan ditinggalkan oleh Selly, tetapi logikanya mulai menguat saat ini, dia tidak bisa dibodohi dan dibohongi parempua, jiwa kelakuannya mulai berontak mengalahkan rasa cinta di hati.Faisal memandangi wajah Seli dengan bengis, dadanya kembali bergerak turun naik."Mas, kamu percaya dong sama aku." Perempuan itu masih tidak tahu diri memperlihatkan wajah memelas."Wirda itu nggak megang uang banyak, dia mau nyogok pakai apa hah?! Pakai daun?!"Seketika Selly langsung bungkam, dia tidak memikirkan tuduhannya itu matang-matang, padahal semua orang rumah tahu jika memang tidak memegang uang akhir-akhir ini, dialah yang berkuasa memegang uang."Ya mungkin aja, dia punya kenalan di rumah sakit itu." Selly masih mengelak."Aku kecewa sama kamu, Sell, kamu pembohong, sudah ketahuan bohong malah masih nggak ngaku, sudah jelas jelas petugas lab nya bilang kalau surat ini asli." Faisal kembali duduk di ranjang, apapun yang dikatakan Selly logikanya s
Mobil itu melaju semakin jauh dari area perkotaan membawa Wirda yang diam dengan tatapan kosong, ada dua orang lelaki di dalam sana yang berjaga di jok belakang serta mengemudikan mobil.Beberapa jam kemudia Wirda seperti sedang bangun dari tidurnya, dia baru sadar jika saat ini tidak sedang di rumah."Hah, di mana ini?" Dia celingukan di ruang sempit itu, satu buah rantai besar dan panjang mengikat kakinya."Ya Tuhan, kok aku bisa ada di sini?"Wirda masih bingung kemudian dia pun mengingat kejadian sebelumya dalam keadaan kepala yang terasa berputar."Tadi kan aku mau belanja, kok bisa ke sini?" Dia pun menepuk nepuk pipinya, berharap dia mengalami mimpi buruk, tetapi tepukan itu terasa menyakitkan."I ini beneran?" Dia terkejut memandangi sekeliling, duduk di sebuah ruangan berukuran dua meter kurang, berdinding usang, bau dan lembab, lalu dia meilirik ke belakang, di bagian ujung ada sebuah toilet kecil tanpa pintu."Hah, ini di mana sih?" Wirda semakin panik karena tidak mengen