"Pak Sean!"Sean yang tengah mengantarkan kliennya ke arah pintu seketika terkejut dengan kehadiran Leonard di sana. Ia mengernyitkan alisnya dengan bingung lalu bertanya, "Ada apa gerangan seorang Leonard Elicaster datang kemari?""Apa Devan kemari?"Raut wajah Sean seketika berubah saat mendengar pertanyaan Leonard, "Devan? Tidak, dia tidak kemari. Ada apa dengan Devan?""Sepertinya Devan hilang,""Apa? Devan hilang? Dimana? Kenapa Kania tidak menghubungiku?""Devan menghilang dari sekolah. Kania sudah menghubungi Anda, tapi Anda tidak mengangkat teleponnya."Sean segera mengecek ponselnya lalu terkejut saat melihat beberapa panggilan dari Kania saat ia meeting tadi."Maaf, tapi sebaiknya kita tidak berbincang dulu, kita harus mencari Devan." lanjut Leonard kembali.Sean mengangguk setuju mendengar ucapan Leonard, "Anda benar, sebaiknya kita berpencar agar cepat menemukannya."Sean segera bergegas ke arah mobilnya yang terparkir lalu menyalakan mesin mobilnya. Kepalanya kini penuh d
"Ya, aku yang menyebarkan rumor itu, kenapa? Ada masalah?"Kania mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat melihat betapa tidak merasa bersalahnya wajah Vivian saat ini. Tanpa beban, Vivian mengatakan hal itu seolah itu hanyalah masalah sepele. Darah Kania mendidih melihat senyuman yang tergambar di wajah itu. Bagaimana bisa ada seorang wanita yang tega melukai putera orang lain tanpa beban seperti ini?"Minta maaf sekarang juga pada putera saya." ujar Kania dengan penuh amarah."Apa? Minta maaf? Memangnya apa yang sudah ku lakukan?""Apa Anda tidak malu? Anda membuat anak berumur tujuh tahun menderita trauma karena hal ini.""Itu bukan urusanku. Jika aku tidak mau minta maaf, memangnya apa yang bisa kau lakukan? hm?"Kania hanya bisa mengepalkan sebelah tangannya mendengar ucapan dari Vivian, "Rupanya Anda memang tidak bisa diajak bicara."Sean sudah hendak maju untuk membela Kania, namun ia terpaku saat melihat Kania mengeluarkan ponsel dari sakunya secara tiba-tiba. Tatapan Kania s
"Apa kau yakin bisa membalas mereka?" Tanya Leonard dengan tatapan ragu.Sejenak Kania terdiam mendengar pertanyaan Leonard. Benar, keluarga Sagara adalah keluarga dengan martabat yang tinggi di kota ini sedangkan ia hanyalah seorang warga biasa yang hanya memiliki butik kecil. Keluarga Sagara memiliki perusahaan yang besar dan juga istana yang megah sedangkan rumahnya hanya rumah sederhana yang bisa di huni keluarga kecil.Secara logika Catherine Sagara tidak akan bisa tersentuh olehnya barang sehelai rambut pun. Namun, meski itu mustahil dilakukan, tekad Kania tetap berkobar, ia tidak perduli bagaimana caranya ia akan mempertahankan seluruh kehidupannya saat ini dan tidak akan melarikan diri lagi."Walaupun harus mengorbankan seluruh jiwa dan ragaku, aku tidak perduli, Leon. Aku akan membalas mereka." balas Kania dengan yakin.Leonard mengulas senyumannya mendengar keyakinan dari mulut Kania, "Kalau begitu sekarang kau ikut aku,"Kania mengangkat alisnya saat mendengar ucapan Leonar
"Kau berjanji akan menikah dengan Sheline? Secepatnya Mama ingin kalian menikah,"Sean seketika mengangguk, "Jika itu keinginan Mama, akan aku turuti," desis Sean lelah."Baiklah, Mama akan melepaskan mereka.""Mama sudah berjanji, tolong lepaskan mereka.""Asal kamu tidak mengingkari janji, Mama akan menepati janji Mama juga."Sean membuang nafasnya kasar. Mungkin lebih baik begini akhirnya, lebih baik ia berkorban daripada Kania ataupun Devan menjadi terluka lagi oleh dirinya dan ibunya. Ia memang masih berharap keluarga mereka akan kembali utuh, namun sepertinya itu tidak mungkin. Sean tidak ingin kejadian tujuh tahun lalu kembali terulang, cukup dirinya saja yang berkorban di sini."Ku harap setelah ini aku tidak membenci Mama sebanyak kesalahan yang sudah Mama berikan padaku dan juga Kania." ucap Sean dengan kecewa.Setelah berkata seperti itu, Sean membalikkan tubuhnya lalu beranjak pergi meninggalkan Catherine. Catherine menghela nafasnya panjang melihat punggung Sean yang kini
"Sayang sekali karena anggota kita sekarang berkurang,"Catherine mengulas senyumannya saat mendengar ucapan salah satu anggota perkumpulan arisan miliknya. Mereka sedang membahas sesuatu, siapa lagi jika bukan sedang membahas Vivian.Ya, rumor mengenai Vivian yang merupakan istri simpanan sudah tersebar luas. Catherine sama sekali tidak perduli jika Vivian akan hancur. Siapa suruh perempuan rendah itu berlagak mengkhianatinya."Itu karena salah Bu Vivian sendiri, toh dia memang tidak pantas berada di sini. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan para wanita berkelas, bagaimana mungkin dia setara dengan kita?" timpal Sheline.Catherine mengulas senyumannya kembali mendengar hal itu. Tidak salah ia menginginkan Sheline sebagai menantu, mereka memiliki pandangan yang sama terhadap kasta seseorang."Sheline benar, Vivian sudah tidak memiliki klasifikasi untuk menjadi bagian dari kita,"Semua orang di sana terlihat mengangguk mendengar ucapan Catherine Sagara. Ya, Catherine adalah pemegang
Setelah berkata seperti itu, Kania berjalan meninggalkan tempat itu. Catherine menatap undangan yang berada di depannya. Ia membuka undangan itu. Catherine seketika tercengang melihat nama yang tertera disana.Kania dan juga Leonard Elicaster? Bagaimana bisa perempuan itu bertunangan dengan salah satu anggota keluarga Elicaster? Keluarga Elicaster adalah keluarga terpandang yang selalu menjadi bayang-bayang Keluarga Sagara. Bagaimana bisa... Bagaimana bisa Kania mengenal keluarga dengan status tinggi seperti Keluarga Elicaster, bahkan mereka sampai bertunangan?"Astaga... Keluarga Elicaster? Apa aku tidak salah lihat? Disini tertulis Keluarga Elicaster?" ucap Sheline dengan panik, "Bagaimana bisa dia bertunangan dengan Leonard Elicaster, Tante?""Sudah saya bilang dia adalah tunangan keluarga terpandang, dia pasti cocok dengan grup ini." ujar Farah dengan bangga.Catherine menatap kesal ke arah Farah, "Diamlah, Farah."Ia meremas undangan itu dengan geram, Catherine tidak menyangka ba
Jantung Kania serasa berdegup dengan cepat saat Leon semakin mengikis jarak mereka."Mama..."Kania segera mendorong tubuh Leon dengan cepat."Ah, Sayang? Kamu terbangun?" Tanya Kania sambil menghela nafasnya. Leonard terlihat mengulas senyuman melihat kedatangan Devan ke arah mereka."Iya, Mama dan Om Leon lagi ngapain?"Kania mengibaskan tangannya dengan cepat, "Tidak, kita tidak melakukan apa-apa. Ayo Mama temani tidur lagi," ujar Kania lalu menuntun Devan menuju ke kamar."Sayang sekali," gumam Leon sambil mendesah saat melihat Kania pergi dengan Devan.Kania menghela nafasnya, untunglah Devan datang disaat yang tepat. Ia memegangi dadanya yang tidak hentinya berdebar. Apa ini? Kenapa jantungnya tidak mau bergerak dengan tenang? Kania menarik nafasnya, ini reaksi alamiah, ia pasti terlalu terkejut dengan tindakan Leonard yang seperti ini untuk pertama kalinya. Mereka adalah teman, ya hanya teman, bagaimana mungkin seorang teman akan berciuman?"Mama sedang memikirkan apa?"Kania s
"Baik,"Sean terlihat mengangkat alisnya mendengar jawaban Kania. Ia menatap Kania lurus-lurus seolah berharap Kania akan menarik kata-katanya, namun Sean salah, Kania terlihat sangat serius."Aku akan membuktikan padamu bahwa perkataanmu hanya asumsi. Aku benar-benar serius dengan Leonard Elicaster. Seharusnya kau fokus pada persiapan pernikahanmu dan jangan mencampuri hubungan orang lain, Pak Sean Sagara."Setelah berkata seperti itu, Kania kembali berjalan lalu menarik tangan Devan dengan langkahnya yang lebar."Ma, mau kemana?" Tanya Devan dengan raut wajah bingung saat Kania menariknya."Kita pulang, Papa ada urusan."Meski raut wajahnya terlihat yakin saat ini, namun Kania tidak bisa berbohong. Getar itu masih ada. Saat Sean berkata bahwa dia tidak bisa melupakannya, perasaan Kania kembali goyah. Ada angin segar yang menerpanya ketika mendengar kalimat indah itu.Ia masih mencintai Sean. Ia memang tidak bisa melupakannya. Namun sekali lagi Kania menyadarkan dirinya, apa bedanya