Seketika ingatan Aliando langsung terhempas pada kejadian dimana Dika mempermalukan dirinya bak seekor anjing di depan banyak orang pada saat dia meminjam uang padanya. Kalau saja Nadine tidak datang dan menyelamatkan harga dirinya waktu itu, mungkin saja dia akan menanggung malu sampai sekarang. Tapi dengan terjadinya kejadian itu, membuat Aliando sadar, membuat Aliando jadi tahu, bahwa ternyata Dika adalah teman yang kayak iblis! Dika adalah sahabat yang tidak tahu diri. Dulu, ketika dia masih susah, mau berteman dengannya, tapi giliran sekarang sudah sukses, malah menganggapnya sampah. Benar-benar teman kampret! Rasa-rasanya Aliando ingin langsung meninju wajah Dika detik ini juga. Dia sudah sangat emosi bukan main. Namun dia buru-buru mengontrol emosinya, mencoba mengendalikan diri. Sepertinya lebih seru jika membalas perbuatan Dika dengan cara yang lebih elegan lagi.Aliando juga jadi teringat dengan tekadnya ingin membalas perbuatan Dika. Ingin membuat Dika sadar.
"I-ini aku enggak salah liat?" Tahu-tahu David berkata dengan suara tergagap. Berjalan mendekati kedua Kakaknya.Tentu saja dia shock berat setelah melihat Aliando turun dari Lamborghini itu.Aliando dan Nadine kompak menoleh ke arah David. David lalu berpaling kepada Aliando. "Kamu barusan turun dari Lambo ini? K-kamu bisa mengendarai Lamborghini?" Tanya David dengan suara yang masih tergagap.Kemudian, David terpelongo sambil menunjuk-nunjuk ke arah bodi mobil. Pandangannya berpindah-pindah dari mobil mewah itu ke wajah Aliando. Memastikan. Nadine menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia mengabaikan keterkejutan David. Dia malah mendengus sebal saat David masih memanggil Aliando dengan panggilan 'Kamu'.Adiknya ini bebal sekali. Susah dibilangin. Tapi dia harus terus mengingatkan kepada sang adik biar tidak bersikap kurang ajar pada Aliando. "David...kan udah Kakak bilangin soal hal ini berkali-kali sama kamu...kalo panggil Mas Aliando itu dengan panggilan 'Bang'. Kamu h
"Aliando?" Perempuan itu menunjuk Aliando begitu sudah berada tepat di hadapan Aliando dan Nadine. Hendak memastikan. "Ya...benar...aku Aliando..." Jawab Aliando mengangguk mengiyakan sambil mengamati perempuan yang kini ada di depannya itu dari bawah sampai atas. Mencoba mengingat-ingat nama perempuan itu yang sepertinya tidak asing baginya. "Kamu ...Bella?" Aliando balik bertanya saat sudah berhasil mengingat siapa perempuan itu sambil menunjuk perempuan bernama Bella. Bella adalah temannya waktu SMA dulu. Tapi hubungan mereka tidak terlalu dekat. Hanya sebatas kenal saja. Ternyata benar, Dika mengundang teman-temannya waktu SMA dulu.Nadine yang penasaran dengan siapa perempuan itu mengedikan dagu ke arah suaminya setelah sebelumnya sempat mengamati Bella sesaat. Siapa? Aliando lalu mengenalkan Bella kepada Nadine sebagai teman lamanya waktu SMA. Bella dan Nadine lalu saling menyalami satu sama lain dan saling mengenalkan diri setelahnya.Perkenalan singkat itu tak berlangsu
Mereka adalah teman-temannya waktu SMA dulu. Termasuk ada Bella juga yang bergabung bersama mereka saat ini yang tadi sempat bertemu dan menghina Aliando di depan. Tapi waktu SMA, mereka tidak berteman dengan Dika karena Dika hanya berteman dengan dirinya. Rata-rata dari mereka adalah anak orang kaya yang kerjaannya hanya berfoya-foya, menghabiskan uang orang tua. Mereka tidak memikirkan masa depan karena masa depan mereka sudah dijamin akan cerah, secerah matahari yang baru saja terbit.Makanya, pada saat SMA dulu, mereka sok otoriter, berkuasa dan suka menindas. Tapi ada beberapa juga dari mereka yang ekonominya pas-pas, berada di kasta bawah, biasanya mereka akan menjadi babu di dalam pertemanan mereka. Hanya jadi kacung demi bisa berteman dengan mereka. Istilahnya juga mau numpang muka, ketenaran dan numpang hidup pula. Pasalnya, mereka-mereka yang kaya suka loyal kepada para kacung-kacungnya. Sebenarnya si para kacung ini juga terlihat menyedihkan dalam pertemanan mereka, t
Aliando tetap bersikap santai dan tenang meskipun dia baru saja mendapat cemoohan dari Dika. Meskipun Dika juga telah mencuil harga dirinya di depan banyak orang. Namun Aliando merasa tidak perlu untuk menunjukan amarahnya di depan mereka detik ini juga karena hal itu malah pastinya akan membuat mereka jadi tambah senang dan puas. Aliando yang mendapati istrinya yang saat ini sudah seperti singa betina saja yang mau mengamuk buru-buru merapatkan diri ke tubuh Nadine. Lantas membisikan sesuatu di telinganya. "Tahan emosi kamu sayang. Enggak ada gunanya kalau kita terbawa emosi, yang ada, nanti, mereka malah kesenengan. Malah bangga, karna udah bisa buat kita emosi dan berakhir marah-marah. Biarin Dika dan mereka semua ngoceh sampai capek sendiri. Kita pantau aja dulu. Ada saatnya nanti kita membalas perbuatan Dika dan mereka semua." Aliando mencoba mendinginkan hati istrinya sebab Nadine sudah terlihat akan bicara meledak-ledak, dibuktikan dengan kedua dadanya yang terlihat naik
Darren meletakan gelas yang baru saja dia tenggak isinya sampai habis itu di atas meja, kemudian dia menarik kursi kosong dan duduk di sana, di hadapan Aliando. Darren menatap Aliando sesaat dengan seringaian lebar yang tampak menghiasi bibirnya sebelum kemudian berdehem."Kamu enggak usah pinjam, Al...karna...aku mau ngasih uang sama kamu secara cuma-cuma..." Ucap Darren sambil menyilangkan tangan di depan dada, menarik punggung dari sandaran kursi, tak lupa, senyum meremehkan ikut menghiasi bibirnya setelah itu. Aliando mengerutkan kening. Menoleh. Mendadak punya firasat buruk dengan ucapan Darren ini.Pasti, Darren akan melakukan hal-hal yang mengesalkan. Tidak mungkin dia mau memberinya uang secara cuma-cuma. Aliando sudah hapal tabiat dan akal busuk Darren sejak SMA. Darren bersiul santai, kembali menghempaskan punggung di sandaran kursi, senyum-senyum sendiri, membayangkan rencananya yang pasti akan berjalan dengan mulus sambil menunggu respon dari Aliando. "Berapa? Be
Aliando tersenyum puas saat mendapati wajah-wajah yang saat ini tengah menatapnya dengan tak sabaran. Mendesak dirinya untuk segera menjawab soal taruhan duel minum dari Darren.Aliando menghela nafas. Bermain-main dengan mereka lebih dulu sepertinya sangat seru. "Seperti apa yang tadi dibilang sama istriku...kalau uang 500 juta itu, bagiku, untuk saat ini ya, tergolong kecil banget...naik kan lah itu uang taruhannya, Ren...kecil banget itu bagiku..." Decak Aliando dengan pandangan menyipit dan dengan kedua tangan yang masih terlipat di depan dada. "Itu pun masih harus tanding minum dulu untuk mendapatkannya." Kata Aliando lagi. Tergelak.Mereka bagai tersambar petir di siang bolong begitu mendengar jawaban Aliando. Kaget banget sumpah. Seketika itu juga mereka terbelalak kaget, jawaban Aliando benar-benar tak terduga sama sekali, kemudian mereka semua kompak membuka mulutnya lebar-lebar, tercengang untuk waktu yang agak lama. Setelah mereka sadar dari keterkejutan, untuk beberapa
Darren terkekeh sembari menoleh ke belakang, menatap teman-temannya, namun ketika mendapati ekspresi muka teman-temannya yang masih saja menampilkan rasa keterkejutan, membuatnya agak sebal sebelum kemudian melotot, memberi kode kepada mereka untuk tertawa juga. Mereka sempat mengerjap sesaat, kemudian langsung ikutan tertawa setelahnya, menuruti kode dari Darren, meskipun terdengar hambar karena mereka masih tidak menyangka saja jika seorang Aliando bisa berkata sesantai itu.Setelah tawa mereka mereda, Darren kembali menatap Aliando dengan dingin. Kemudian, segera mengubah ekspresi mukanya. Serius lagi. Menunggu respon Aliando. Aliando balas terseyum tipis, tapi malah menoleh ke arah Nadine. "Gimana, sayang?" Aliando memperbaiki posisi duduk, menghadap sang istri. "Apa menurutmu...itu masih terlalu sedikit?" Aliando meminta pendapat Nadine. Sengaja mau membuat mereka tambah panas lagi. Rahang Nadine langsung mengeras, berlagak berfikir. "Menurut aku sih masih kurang, ya, Mas