Beberapa detik kemudian, mata Aliando membulat.Ia langsung mengangkat muka, menatap Nadine. Dua garis biru? Nadine yang mendapati keterkejutan di wajah Aliando sehabis mengecek test pack yang ia berikan sebelumnya hanya menahan senyum. Ia jadi tidak sabar ingin segera melihat bagimana reaksi suaminya setelah ini. "K-amu hamil, sayang?" Kata Aliando tercekat. Suaranya tertinggal di tenggorokan. Meskipun ia sudah tahu soal kabar kehamilan istrinya sejak beberapa saat yang lalu. Tapi, entah kenapa, rasanya tetap saja terkejut saat mendapati bahwa test pack itu memperlihatkan dua garis biru. Membuktikan kalau Nadine benaran positif hamil. Nadine mangguk-mangguk. Membenarkan. Wajahnya tampak berseri-seri. Aliando kembali merasakan kedua matanya memanas seketika itu, masih celingukan ke sekitar, rasa haru karena saking bahagianya langsung menyelimuti dirinya. "Wah...wah..." Aliando bangkit dari ranjang seraya menghembuskan napas berat berkali-kali. Selang sebentar saja, Alian
Ish...kenapa aku terus kepikiran sama Bang Al sih?! Runtuk Raisa dalam hati. Raisa mengigit bibirnya kuat-kuat, mendecakan lidah, jadi kesal sendiri. Enggak boleh. Aku enggak boleh mikirin Bang Al sampai sejauh ini. Bang Al itu udah punya istri, Sa. Sadar kamu. Sadar. Bang Al itu udah punya Nona Nadine. Kamu enggak boleh memikirkan laki-laki yang udah punya istri. Enggak boleh! Sangkal Raisa. "Kamu lagi apa, Raisa? Lagi mikirin apa?" Pertanyaan dari sang Ayah membuat Raisa terlonjak kaget -apa yang barusan bergejolak di hati dan pikirannya itu mendadak terhempas begitu saja -pandangannya yang semula tengah menatap rintik hujan di luar sana kini beralih menatap ke arah sang Ayah yang terlihat sedang berjalan ke arahnya, kemudian duduk di samping Raisa sembari menghembuskan napas kasar. "Eh, Ayah." Raisa menjawab dengan agak gugup. Lalu ikut duduk di samping Ayahnya. Lantas buru-buru menguasai diri supaya tidak terlihat mencurigakan. "Enggak. Rasia lagi enggak mikirin apa-apa k
"Akan sekalian mengadakan pesta besar-besar an untuk merayakan kehamilan istrimu, Al." Kata Tuan Aryaprasaja lagi.Aliando dan Nadine balas mangguk-mangguk. Senang mendengarnya.Tuan Aryaprasaja lalu beralih menatap Nadine. "Nadine... maafkan kami ya. Tapi kami harus tetap memberi pelajaran kepada keluarga dan kerabat-kerabatmu yang telah tega memperlakukan Aliando seperti babu. Rasanya, kami masih belum rela saja kalau Aliando dulu diperlakukan seperti itu oleh mereka." Ucap Tuan Arya. Mengganti topik lain. Di sampingnya, Nyonya Besar Kartika menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Ikutan bersuara. "Iya. Maafkan kami ya, Nadine. Karna rasa-rasanya, kami masih belum sepenuhnya rela saja kalau belum memberi pelajaran kepada keluarga dan kerabat-kerabatmu yang dulu sudah berbuat jahat kepada Aliando."Nyonya Besar Kartika menghela napas lagi sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Tapi ...kamu tenang saja, sayang. Kami tidak akan menghancurkan keluarga dan kerabat-kerabat
Dion berpikir keras seketika itu, pandangannya menatap lurus ke depan, menerawang.Beberapa saat kemudian, terbit seulas senyum licik menghiasi bibirnya. "Aku tahu caranya memberi pelajaran kepada Aliando, Dim!" Ucap Dion sembari mangguk-mangguk. Suasana hatinya yang beberapa saat lalu sangat buruk kini mendadak berubah. Muncul kilat tajam di kedua matanya setelah itu, menenggak minumannya sekali lagi, sembari membayangkan rencananya yang tergambar mulus di benaknya -semulus jalan tol -tanpa hambatan sedikit pun.Dimas yang sedang sibuk menyapa beberapa temannya yang kebetulan lewat, serta tebar pesona kepada para gadis-gadis yang terlihat menggoda di matanya, segera mengalihkan pandangannya ke arah Dion demi memastikan ucapannya barusan -yang tentu saja langsung membuat antusias.Mata Dimas menyipit, rahangnya mengeras. Bagimana caranya?Itu yang tengah ia tunggu-tunggu! Pasalnya sedari tadi buntu. Tidak punya ide sama sekali untuk memberi pelajaran kepada Aliando.Karena sebe
"Kandungan aku itu masih awal banget. Perutnya aja masih belum kelihatan besar tuh. Masih rata." Nadine berkata sambil mengusap bagian perutnya. Memperlihatkan perutnya yang masih rata itu kepada Aliando.Aliando terdiam, tidak menimpali perkataan sang istri. "Jadi, aku enggak akan kenapa-napa kalau semisal aku tetap melakukan pekerjaanku sehari-hari, Mas... berangkat ke kantor dan melakukan aktivitas lainnya seperti biasa. Enggak akan berpengaruh apa-apa sama kandungan aku!" Jelas Nadine. Sudah berapa kali ia ngomong begitu kepada suaminya? Tapi suaminya itu tetap saja khawatir. Nadine menghela napas lebih dulu sebelum melanjutkan kalimatnya. "Nanti lah, Mas kalau perutku sudah membesar, kandunganku sudah memasuki bulan-bulan mau melahirkan. Terus, aku merasa sudah kesusahan buat melakukan aktivitas seperti biasa. Baru deh, aku akan mengambil cuti untuk enggak masuk kantor dan fokus sama kandunganku saja.""Tapi kalau untuk sekarang, aku akan baik-baik saja kalau aku tetap masuk
"Aku mau minta saran dari kamu, Bang ..." Ucap Raisa dengan suara tergagap dan pelan setelah terbengong cukup lama karena ia barusan melamun.Sebenarnya yang Raisa butuhkan bukan hanya sekadar saran ; tetapi keterlibatan Aliando dalam misinya menyerang Gading. Namun ia tidak bisa menyampaikan hal itu secara gamblang. Raisa baru saja menatap Aliando selama beberapa detik dengan intens tanpa berkedip.Raisa mendadak merasa bahagia bukan main karena pada akhirnya ia bisa bertemu dengan Aliando lagi. Ingin sekali ia memandangi wajah Aliando lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu, muncul perasaan aneh yang langsung bergemuruh di dada. Cinta sepertinya. Tiba-tiba Raisa membayangkan perlakuan manis yang ia terima dari Aliando beberapa hari yang lalu -yang berhasil membuat hatinya berdebar-debar, juga jantung yang berdetak lebih kencang.Raisa refleks teringat dengan kejadian pada saat Aliando menyuruh dirinya makan, mengkhawatirkan dirinya, memberinya dukungan dan nasihat ketika ia sedang
"Bang...boleh enggak...kalau semisal aku dan Ayahku ke rumahmu nanti malam?" Tanya Raisa. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Penuh harap. Kentara sekali jika perempuan itu sedang menahan sesuatu dalam dirinya supaya tidak meledak saja detik itu juga.Mata Aliando menyipit, mencoba menghiraukan air mata Raisa."Mau ngapain?" Tanya Aliando seraya menarik punggung dari sandaran kursi sembari meraih minuman dingin pesananya itu di atas meja, lantas meminumnya."Aku dan Ayahku belum sempat meminta maaf dan berterima kasih kepada Nona Nadine karna pada malam itu Bang Al udah mau turun tangan, ikut menyerang markasnya Pak Raka dan menyelamatkanku juga." Jawab Raisa.Raisa tak tahan untuk tidak menampakan kekecewaannya di hadapan Aliando."Oh...enggak perlu enggak apa-apa Sa...aku bisa menyampaikannya sama Nadine nanti...jadi kalian enggak perlu datang ke rumah..." Aliando menyergah. Menaruh gelas di atas meja lagi. Kemudian, kembali menghempaskan punggung ke sandaran kursi. "Tapi --aku d
Setelah Pak Harry selesai bicara, kini giliran Raisa yang kembali meminta maaf kepada Nadine atas perbuatannya dulu yang telah menculiknya. Serta meminta maaf jika ia dirasa cari perhatian dan mencoba mendekati Aliando oleh Nadine.Raisa berkata bahwa ia tidak ada niatan sedikit pun mau mendekati dan merebut Aliando dari Nadine. Bahkan, ia sangat berterima kasih kepada Nadine karena telah memaklumi tindakan suaminya itu yang pada malam itu bersedia turun tangan dan menyelamatkan dirinya dari tangan musuh. Nadine tergelak mendengar hal itu keluar dari mulut Raisa, rasa-rasanya ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh perempuan itu. Nadine yakin sekali jika Raisa berbohong. Namun Nadine tidak mau memperpanjang urusan itu, ia menganggap perempuan itu sudah mengerti, sudah paham dengan apa yang tadi ia katakan kepadanya. Tinggal menunggu kedepannya saja, jika Raisa tetap saja masih bertingkah, maka, dia tidak akan tinggal diam saja. Karena merasa sudah tidak a