Aliando mendecakan lidahnya saat menyadari bahwa ternyata adegan panas bercinta dengan istrinya yang semalam itu hanya lah mimpi. Dirinya mimpi basah. Tidak bercinta beneran. Tapi rasanya seperti kenyataan. Bahkan, masih terngiang dengan jelas adegan tubuh mereka berdua yang saling bertemu dan menyatu hingga saat ini.Aliando mendadak berfikir. Kenapa tadi malam mereka tidak jadi bercinta? Kenapa Nadine tidak memberinya kabar lagi? Padahal, Nadine sendiri yang bilang jika dia akan mengabari dirinya setelah memastikan jika Mama dan Papanya benar-benar sudah tertidur. Aliando menghembuskan nafas kasar setelah menyadari bahwa apa yang akan mereka berdua lakukan tadi malam itu berakhir gagal. Aliando baru ingat kalau tadi malam dia juga ketiduran karena menunggu Nadine yang tidak kunjung ada kabarnya dan karena mungkin saking bersemangatnya, bahkan, dia sampai harus mimpi basah. Argh! Namun Aliando tidak bisa berlama-lama memikirkan hal itu, pasalnya dirinya harus segera beranjak dar
Kinanti dan Arjuna agak heran saat mendapati Nadine yang nampak tidak antusias saat mereka menyinggung soal perceraian. Seharusnya Nadine bersemangat dan bahagia karena setelah ini dia akan segera terbebas dari suaminya yang hanya bisa membuatnya malu itu. Tapi ini justru sebaliknya. Padahal mereka berdua juga tahu jika anaknya itu tidak mencintai suaminya.Kalau pun jika Nadine sampai jatuh cinta dengan Aliando, mereka tidak akan setuju dan tidak merestuinya."Ma...Pa...apa sih yang membuat Mama dan Papa enggak suka sama Aliando?" Tanya Nadine sambil melipat tangan di depan dada. Ingin mendengar alasan kedua orang tuanya membenci Aliando. Sebenarnya dia sudah tahu jawabnnya. Namun dia hanya ingin memastikannya saja."Kamu masih tanya soal hal itu sama Mama dan Papa, Ndin? Kan semuanya udah jelas. Karena dia itu miskin. Dia hanya hidup dengan Ayahnya yang juga enggak berguna itu. Sukanya mabuk-mabuk an. Foya-foya. Berjudi. Udah tahu miskin, tapi masih aja enggak tahu diri. Enggak mau
Aliando tersenyum sambil memandangi jemari lentik Nadine yang kini tengah meraba-raba dada bidang dan perut sispacknya. "Sekarang tubuh ini udah jadi milikmu sayang. Kamu bebas mau ngapain aja...termasuk...yang dibawah sana...yang udah bangun tuh dari tadi..." Jawab Aliando sambil melirik ke arah pistol airnya yang sudah mengeras dengan sempurna. Sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan mahkotanya Nadine, bergerak-gerak di dalam sana, yang bisa memberikan kenikmatan. Nadine jadi tersipu malu saat ikutan melirik ke arah sesuatu yang katanya sudah bangun. Benar saja. Telah bangun dan berdiri tegak sempurna. Membuat gairahnya Nadine seketika itu jadi tambah tidak bisa dikendalikan lagi. Rasa penyesalan mendadak menggelanyuti diri Nadine karena dia baru mau menerima Aliando sekarang. Seharusnya dari dulu. Namun Nadine bersyukur karena dia dan Aliando belum sampai bercerai. Sehingga tidak akan ada rasa penyesalan yang berlarut-larut jika seandainya dia mulai mencintai Aliando, namu
Malam harinya. Sekitar pukul delapan. Nadine meminta Aliando untuk mengantar dirinya menemui Alex di sebuah resto. Sebelumnya Nadine sudah mengabari Alex jika dirinya hendak bertemu dengannya. Nadine segera bertindak cepat hari itu juga saat mendapatkan tugas dari Pamannya untuk segera melaksanakannya. Melihat Nadine dan Aliando yang hendak pergi, Kinanti bergegas menghampiri mereka, dia mau memperingati Aliando dulu."Mama peringati sama kamu ya, Al untuk jangan coba-coba kamu mengacaukan semuanya. Awas aja kalo kamu sampai mengacaukan pertemuan mereka berdua. Kalau kamu sampai ikut campur dengan urusan mereka berdua, maka, Mama akan segera memisahkan kalian berdua!" Ancam Kinanti dengan nada berapi-api. Nadine tersentak begitu mendengarnya. Dia tak menyangka jika Mamanya akan mengancam seperti itu. Sementara Aliando mangguk-mangguk. Menghela nafas. Lantas mengiyakan peringatan dari Sang Ibu mertua. Tapi dia tidak bisa janji kalau seandainya ada hal-hal yang terjadi diluar bata
Nadine memicingkan pandangan ke arah Alex sambil melihat tangan di depan dada. Feelingnya tepat sasaran. Tidak melesat. Pasti ada apa-apanya dibalik kalimat Alex. Apalagi Alex terlihat tidak berfikir dulu saat dirinya menyinggung masalah tadi. "Loh? Kok jadi gitu sih, Lex? Apa-apaan coba kamu!" Nadine mendengus. Kini Nadine jadi agak cemas. Bisa-bisa dia akan dimarahi oleh Pamannya jika sampai gagal mendapatkan uang 50 miliar. Tidak hanya dari Pamannya saja. Pasti semua anggota keluarganya akan menyalahkan dirinya.Tapi dia tidak mau jika harus menuruti syarat yang diberikan Alex. Dia lebih baik tidak mendapatkan pinjaman dari keluarganya Alex, dimarahi oleh anggota keluarganya, daripada harus bercerai dengan Aliando dan menikah dengan Alex. "Ayo lah, Ndin! Syaratnya mudah banget, bukan? Masa, kamu enggak mau menikah sama aku sih? Semua perempuan di luar sana itu ingin berlomba-lomba menikah sama aku loh, Ndin. Tapi aku enggak mau sama mereka karena aku cuma maunya menikah sama ka
Setelah kepergian Aliando dan Nadine, Alex segera menghubungi Dion untuk mengabarkan jika rencananya tidak berhasil. Tentu saja dengan perasaan dongkol. Tak butuh waktu lama untuk Dion menerima panggilan dari Alex, ketika panggilan terhubung, suara Dion di sebrang sana langsung terdengar bersemangat, pasti Dion mengira rencana mereka berdua akan berjalan lancar jaya. Hal itu membuat Alex jadi terlihat tambah menyedihkan. "Gimana, Lex? Semuanya berjalan dengan lancar, kan? Aman? Nadine mau menerima syarat yang kamu berikan itu, kan?"Cercaan pertanyaan dari Dion juga membuat suasana hati Alex seketika itu jadi tambah memburuk."Gagal lagi rencana kita, Bang. Enggak berhasil. Nadine enggak mau nerima syarat yang aku berikan. Nadine langsung nolak." "Apa?! J-jadi Nadine enggak mau menuruti syarat yang kamu berikan?!" Suara Dion melengking dengan keras di sebrang sana yang membuat Alex harus menjauhkan ponsel dari telinga sejenak sebelum akhirnya menempelkan di telinganya lagi. "Iya,
"Ndin...kenapa kamu enggak mau nerima bantuan dari Alex? Perusahan kita itu lagi dalam masalah. Kalau enggak segera ditangani, mungkin saja akan bangkrut. Dan kamu mau dimarahi sama Paman? Gara-gara enggak dapat pinjaman dari Alex? Aku udah memberikan jalan buat kamu, Ndin. Tapi, kenapa kamu malah menyia-nyiakannya?! Kenapa kamu malah menolak?!" Dion langsung marah-marah. Tak bisa mengontrol emosinya. Bahkan dia berseru dengan posisi masih sambil berjalan ke arah mereka. Lalu, Dion duduk di sofa, bergabung bersama mereka, mengatur nafas lebih dulu yang nampak ngos-ngos san karena tadi setengah terburu-buru ingin cepat sampai pada saat di perjalanan menuju ke sini. Kemudian, disusul Lidya setelahnya. "Ndin...niat Alex itu baik loh sama kamu. Sama keluarga kita. Itu tandanya, dia enggak main-main sama kamu. Dia itu serius sama kamu. Makanya dia sampai rela melalukan hal itu karna kamu juga enggak kunjung peka. Toh, dia juga laki-laki tipe kamu, kan? Kurang apalagi coba dia tuh, uda
"Tapi, jika aku enggak berhasil memberikan uang 50 miliar sama perusahaan kalian. Maka, aku siap menerima konsequensinya dari kalian." Lanjut Aliando dengan sikap yang masih tenang. Menatap mereka bergantian. Menyapu pandangan ke sekeliling. Ruangan jadi lengang dalam beberapa detik sebelum kemudian digantikan oleh gelak tawa. Bagimana mereka tidak tertawa?Taruhan yang dibuat oleh Aliando itu bukannya malah akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri? Apa dia tidak sadar, jika dia itu bodoh? Sehingga dia bisa berkata dengan kelewat percaya diri seperti itu? Jelas mereka pada keheranan begitu mendengarnya. Menganggap taruhan Aliando itu hanya sebuah lelucon saja. Sudah pasti jika Aliando akan kalah dan tidak akan bisa memberikan dana kepada perusahaan mereka. Untuk beberapa saat, semua orang masih nampak tertawa. Kecuali Nadine. Namun Nadine juga agak kaget, kesal dan heran dengan kepercayaan diri Aliando.Bagimana jika Aliando gagal mendapatkan uang 50 miliar itu? Dia kalah