Tiara hanya diam menatap ponselnya yang sudah berdering dua kali. “Kamu tidak mau mengangkatnya?” tanya Keysa yang ikut menatap panggilan yang lagi-lagi tak terangkat. Tiara menghela napas dan menatap Keysa. “Dia menawarkan bantuan tapi membuatku ketakutan.” “Atasan yang kamu ceritakan itu?” Tiara mengangguk. “Tapi aku juga tidak yakin mau menerima bantuannya, orang kaya seperti mereka-“ “Jangan terlalu berburuk sangka dulu, siapa tahu tujuannya memang bukan untuk meminta imbalan darimu tapi memang ada dendam dengan si Karin itu.” Tiara yang dari tadi menatap ponselnya mengangkat kepala, belum ada panggilan lagi dari Ilham setelah panggilan kedua tidak dia angkat. “Apa kamu tahu sesuatu?” tanyanya. Keysa bukan orang kuper seperti dirinya yang hanya berteman dengan buku saja, apalagi sekarang dia punya keluarga yang harus dia urusi. “Enggak sih tapi aku hanya menebak saja, aku setuju dengan kamu kalau di
“Pak Ilham, maaf tadi saya tidak bisa mengangkat telepon dari bapak,” kata Tiara setelah mengucap salam. “Bukan masalah, saya tahu anda pasti menghubungi saya kalau sudah senggang. Ini memang sudah malam tapi apa bisa kita berbicara secara langsung?” Tepat seperti yang diinginkan Tiara. “Tentu, tapi saya tidak bisa meninggalkan rumah sakit terlalu lama.” Tiara menunggu dengan jantung berdebar saat Ilham di ujung sana terdiam, ada rasa takut dan juga harapan saat dia berbicara dengan laki-laki ini. “Baiklah setau saya di depan rumah sakit ada cafe, kurasa kita bertemu di sana, saya akan datang lima belas menit lagi.” Tanpa sadar Tiara mengangguk, antara lega juga takut. Tapi dia sadar kalau Ilham sama sekali tidak bisa melihat anggukannya. “Baiik, Pak.” Begitu telepon dimatikan Tiara bersandar lemas di dinding, pandangannya tertuju pada lorong yang menghubungkannya dengan kamar sang suami, entah bagaimana keadaan F
Untuk ukuran cafe yang letaknya berada di depan rumah sakit dan kemungkinan besar para pelanggannya adalah para pegawai rumah sakit juga para penunggu pasien cafe ini cukup untuk melepas lelah. Dekorasi di tata dengan sangat elok, banyak tanaman hidup yang mengisi ruangan, meski begitu tak membuat cafe ini terlihat sumpek. “Bu Tiara mau pesan apa?” tanya Ilham sambil membuka buku menu. Tiara sedang tidak ingin makan apapun, siapa juga yang bisa makan dengan tenang kalau suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, belum lagi keselamatannya dan anak-anak juga terancam, tapi tak enak juga jika menolak kebaikan Ilham. “Saya jus alpukat saja terima kasih.” Ilham mengangguk dan menuliskan pesanan mereka. Makan berdua ditemani dengan music lembut mendayu membuat Tiara merasa sedang melakukan dosa besar, apalagi dia meninggalkan suaminya yang sama sekali keberatan dia melakukan hal ini. Tiara hanya bisa berdo’a semua langkahnya ini benar adanya, banyak konsekuensi yang harus dia tanggu
“Jadi kamu lebih memilih makan malam dengan laki-laki itu dari pada menemani suamimu yang sakit.” Kata sambutan itu diucapkan Farhan saat Tiara membuka pintu ruang rawat suaminya, tidak ada dua orang perawat yang tadi dia minta untuk menjaga suaminya. “Perawat yang aku minta bantu, Mas tadi kemana?” tanya Tiara tanpa mengacuhkan pertanyaan suaminya. Seingatnya ini bukan jam pergantian perawat yang biasanya mereka infokan. “Mereka bukan istriku jadi untuk apa mereka disini,” kata Farhan ketus.Bayi besarnya ngambek ternyata dan mengusir dua orang perawat itu. Kalau ingin menuruti emosi Tiara akan berteriak kalau ini juga salah Farhan yang tidak pernah mempercayainya dan selalu main rahasia, tapi nyatanya dia malah menghancurkan kedamaian keluarga mereka, jadi jangan salahkan Tiara kalau mencari solusi lain. “Oh baiklah, apa kamu menginginkan sesuatu, ke kamar mandi atau makan?” tan
Luka yang diderita Farhan memang cukup parah. Akan tetapi karena ketelatenan Tiara salah satunya dan tim dokter yang sangat kompeten laki-laki itu sembuh dengan cepat, tidak sampai lima hati Farhan sudah diperbolehkan untuk pulang dan disinilah kejutan yang akan dia terima. Pagi tadi Tiara datang dengan membawa koper besar, membuat Farhan langsung panik kalau wanita yang telah membersamainya bertahun-tahun ini akan pergi meninggalkannya. “Aku cuma bawa baju kita saja, kalau tidak bawa koper memang mau ditaruh di kantong keresek,” kata Tiara menanggapi kepanikan suaminya.“Baju kita? Kenapa kita harus membawa banyak baju kalau aku bisa pulang hari ini?” “Karena kita akan pulang ke rumah mama untuk sementara waktu,” kata Tiara lempeng. Tiara bisa melihat pandangan Farhan yang menyipit curiga padanya, tapi dia tidak peduli. Setelah berpikir dengan matang dan juga berunding dengan Fariz dan orang tua Farhan yang tentunya tanpa m
“Ini tidak benar.” “Hah!” Tiara menatap suaminya dengan wajah terkejut juga marah. Jadi kamu benar-benar tak terima kalau jalang itu buruk di mata orang lain, padahal jelas-jelas dia sudah mencelakainya, meski tujuannya untuk mencelakai Tiara. Tak ingin terjadi pertengkaran lagi dengan Farhan, Tiara memilih melanjutkan acara beres-beresnya. “Tiara apa kamu juga terlibat, kita akan kesulitan kalau benar seperti itu.” Kemarahan yang tadi coba diredam Tiara kali ini tak bisa dibendung lagi. “Aku penasaran kenapa kamu waktu itu langsung memelukku, bukannya akan lebih mudah kalau aku yang terluka, apapun yang kamu rencanakan aku tidak bisa menghalangi,” katanya dingin. “Kamu tahu alasannya dengan baik, kamu istriku dan aku mencintaimu, apa alasan itu tidak cukup untukmu.” “Tapi kamu selalu saja membela wanita yang jelas-jelas ingin mencelakaiku, apa sebenarnya yang kamu inginkan, Mas?
"Saya minta maaf kalau harus meninggalkan mas Farhan yang baru saja keluar dari rumah sakit." TIara menundukkan kepalanya, dia tahu semua orang pasti menilainya sebagai istri durhaka yang meninggalkan suami yang telah menyelamatkannya. Farhan terlihat tidak terima dengan keputusan Tiara, tapi dia juga tidak bisa melawan saat mata mamanya menatapnya dengan tajam. "Jika itu menurutmu yang terbaik mama akan mendukungmu." "Ma!""Jangan berteriak pada mama Farhan, ini semua kesalahanmu, jadi kamu yang harus membereskannya, atau kamu memang mau kalau istri dan anakmu terluka." "Aku akan melindungi mereka, Ma. Jika Tiara dan anak-anak jauh aku akan kesulitan menjaga mereka." "Omong kosong, lihat kamu sekarang, kamu bahkan tak sanggup memenjarakan wanita itu padahal sudah jelas dia melukaimu, apa kamu berpikir kalau Tiara tidak terluka dengan semua ini hah!" Ini keputus
“itu namanya kamu tidak tanggung jawab pada pekerjaan hanya karena masalah pribadi.” Tiara langsung menunduk saat sang ayah mengatakan hal itu. Araz dan Arkan sedangdiantar ibunya bermain bersama bude Ningsih, asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada keluarganya sejak dia masih kecil. Wajah Tiara bagai terbakar saat mendengar perkataan ayahnya. Malu. Dia akui dia memang sangat tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya. Ayahnya adalah sosok yang kaku dan disiplin, membuat Tiara ataupun saudaranya yang lain sama sekali tidak bisa dekat dengan laki-laki yang menjadi alasannya terlahir di dunia ini. Tiara bahkan tak pernah tahu bagaiaman rasanya dipeluk oleh sang ayah, meski ibunya meyakinkan dia bahwa waktu kecil ayahnya sering melakukan hal itu pada mereka, dan membantu sang ibu jika tidak bisa menghandle anak-anaknya, ucapan yang selalu diragukan oleh Tiara karena dia tahu benar sejak adiknya lahir sang ayah tidak pernah menggendongnya, bah