“Yah, apa spongebob itu tidak punya ayah?” tanya Araz yang sedang duduk di lantai berbulu di depan televisi bersama dengan sang ayah sedangkan Alena sudah tidur setelah menangis tadi dan Arkan yang memang kutu buku lebih memilih di kamarnya membaca buku.
Tiara menghentikan langkahnya, membiarkan ayah dan anak itu untuk lebih dekat.Dengan terbata-bata farhan menjelaskan pada putranya soal kartun itu. “Ehm... itu hanya kartun, bukan kisah nyata, jika di dunia nyata harus punya ayah dan ibu.”“Jadi temanku juga harusnya punya ayah dan ibu?” tanya Anak itu yang sudah bangkit dari dudukya dan menatap ayahnya dengan mata berbinar.“Iya,” jawab farhan singkat meski Tiara yakin laki-laki itu juga tidak tahu kenapa Araz tiba-tiba membicarakan temannya.Araz diam tak lagi menimpali ucapan ayahnya, dia hanya fokus menonton film kesukaannya itu, tapi pertanyaan yang anak itu berikan berikutnya membuat Tiara ikut tertegun. “Temanku ingin sekal“Karin menghubungiku, dia akan mengadakan pesta ulang tahun untuk Alena di sebuah cafe.” Senyum yang tadi tersungging di bibir Tiara saat melihat anak-anaknya yang masuk ke kamar mereka dengan berceloteh gembira membicaran liburan bersama mereka yang sangat langka langsung surut. “Lalu?” Farhan menghela sang istri untuk duduk di sofa. Hari memang masih sore saat mereka duduk bersama dengan penuh gembira tadi, tapi kini angin sore yang berembus lembut nyatanya lebih dingin dari pada salju yang menusuk tulang belulangnya. “Tolong ijinkan.”Farhan menatap wajah Tiara dengan penuh harap, membuat Tiara yang dari tadi dibungkam kebekuan langsung meledak dalam... tawa. Yah wanita itu langsung tertawa, tawa keras yang sarat akan kesedihan dan sakit hati. Inikah laki-laki yang katanya mencintainya? Yang katanya tak pernah menganggap wanita itu sebagai istri sepenuhnya tapi rela memohon untuk wanita itu. “Hanya kali ini, aku
“Tolonglah Alena menangis terus.” Tiara yang akan menerima suapan makanan dari suaminya mengatupkan bibirnya lagi, Alena terlihat merengek dalam gendongan wanita yang katanya ibu kandungnya itu. Farhan yang dari tadi sibuk dengan makanan di piring mereka, langsung menoleh dan menyerahkan piring pada Tiara sebelum mengambil anak itu dari tangan Karin. Saat akan makan tadi Karin memang meminta Farhan dan Alena untuk ikut dengannya untuk diperkenalkan pada teman-temannya, akan tetapi Farhan yang tahu kalau itu akan membuat bencana dalam hidupnya langsung menolak dengan alasan sedang makan bersama Tiara, jadilah wanita itu hanya membawa Alena saja. Bahkan Farhan harus pura-pura budeg saat Tiara bertanya, “Apa dia ingin mengumumkan kalau kalian bertiga adalah keluarga?” Tiara yang memang tidak mengharap jawaban dari sang suami hanya mengangkat bahu dan menerima kembali suapan makanan dari tangan suaminya. Terlihat seperti pasang
Tiara hanya berdiri diam di sana, sedikit lega dengan dukungan dari semua orang. Dia juga sebenarnya tak ingin berbuat seperti ini, bagaimanapun dia juga seorang ibu, terlepas dari bagaimana cara Alena lahir, tetap saja Karin ibu kandungnya yang mungkin saja merasakan rindu pada anak yang selama sembilan bulan ada dalam rahimnya. Yang tidak Tiara duga adalah wanita itu yang secara terang-terangan memprovokasinya dan bersikap seolah dialah korban dari semua ini. Wanita itu sekarang berdiri dengan pias di sana, bahkan Fariz yang dia cintai sama sekali tak menoleh padanya, laki-laki itu malah sengaja menjauh dari Karin dan berbicara dengan salah seorang undangan, sedangkah Farhan hanya menunduk khidmat sambil mendengar ceramah ibu dan budenya yang tentu saja tidak dikatakan dengan lirih. Mereka sama sekali tak peduli dengan Karin. Para tamu undangan yang tadi menyambut antusias undangan ini saat datang, sekarang menatap Karin dengan pandangan menghakimi. Sungguh Kasihan memang, tapi
Tiara menutup matanya dalam keheningan, berpikir andai saat ini bukan dirinya yang ada di samping Farhan, tapi wanita lain yang akan menemani sang suami sebagai istri. sanggupkah ia? Tiara tidak bisa menutup mata, rasa cinta pada sang suami itu masih sangat besar, meski dia juga tidak yakin sang suami menyimpan rasa cinta sebesar dirinya, bukatinya Farhan tidak pernah puas dengan hanya bersamanya dan anak-anak yang dia lahirkan,obsesinya membuatnya gelap mata dan melakukan hal yang melukainya. Itu suatu kenyataan yang tidak bisa dia hindari. Tiara bukannya tak berusaha untuk hamil lagi setelah kelahiran Araz. Apapaun yang disarankan dokter telah dia lakukan, berbagai makanan dan minuman, hingga apa yang harus mereka lakukan saat berhubungan sudah mereka lakukan, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, Farhan memang akhirnya memiliki anak perempuan dari wanita lain yang dia nikahi. Tiara tak tahu apa yang lebih membuatnya kecewa, Farhan mempunyai anak dengan wanita lain, atau Farhan y
Tiara menghembuskan napas panjang dan menatap sang suami dengan tajam, dia bisa melihat Farhan yang menatapnya dalam kebingungan dan juga... amarah. “Apa maksudmu?” tanyanya bingung. Tiara menarik napas dengan berat. “Mas tahu bukan kalau dia anak orang kaya yang memiliki yayasan tempatku mengajar, juga beberapa kampus dan bimbingan belajar, aku tidak tahu pasti berapa jumlah kekayaannya, tapi dengan aset sebesar itu, bisa disimpulkan dia bukan orang selevel kita.” Farhan terdiam, masih menunggu apa yang akan dikatakan sang istri lagi, wajah marahnya sekarang sudah berganti wajah bingung yang membuat Tiara gemas ingin mencubitnya. “Dengan latar belakang sebagus itu dan juga wajah setampan itu, apa mas pikir dia akan mau dengan wanita beranak dua sepertiku, kalaupun mau keluarganya juga pasti pilih-pilih untuk orang yang akan masuk dalam circle keluarga mereka, yang ujung-ujungnya aku akan jadi simpanan... ogah banget kalau
Farhan keluar dari ruang meeting dengan tampang kusut. Dia sama sekali tidak paham dengan apa yang dia mau para direkture itu, gambar desain yang telah dibuat teamnya beberapa hari yang lalu dan telah disetujui oleh semua orang, sekarang minta direvisi lagi, dan tidak tanggung-tanggung revisi yang dilakukan hampir delapan puluh persen dari yang telah dia buat, apalagi dia juga memagang proyek lain yang mendesak untuk dilaksanakan. Sudah pasti tidak ada jalan lain kecuali dia harus lembur sampai malam, bukan masalah sebenarnya jika saja di dalam kehidupan pribadinya dia tidak sedang menghadapi masalah yang pelik juga. Tiara memang selama ini selalu mengerti dirinya, membantunya untuk bangkit saat dia dalam titik terendah, akan tetapi dengan bodohnya dia telah bermain-main dengan kepercayaan itu, dan sekarang dia tidak yakin kalau TIara akan kembali mendukungnya seperti dulu. "Pak ada tamu untuk bapak." Farhan langsung menghentikan langkah saat sekretarisnya menyambut dengan sikap
“Saya juga dulu bingung dengan orang tuanya, apa mereka sama sekali tidak memikirkan anaknya?” Tiara hanya menggelengkan kepalanya, berusaha konsentrasi penuh pada kertas ulangan di tangannya, bukan hal baru lagi jika sesama rekan gurunya mengeluh tentang satu dua orang siswanya yang memang bermasalah. “Ayahnya jarang di rumah, ibunya juga begitu, saya jadi bingung kalau dihubungi selslu bilang sibuk,” keluh guru yang lain. “Lho ibu tidak tahu orang tuanya memang sudah berpisah dan Dion tinggal bersama pembantunya saja,” kata guru yang sedikit tambun. “Lho masak, bu, tapi di data siswa mereka masih suami istri.” “Saya tidak tahu kalau tentang itu, tahun lalu saat Dion juga sering bermasalah saya mendatani rumahnya langsung dan dia hanya bersama pembantu paruh baya di rumah, Dion ikut mamanya, tapi mamanya sibuk kerja, dan papanya sudah menikah lagi dan sudah punya keluarga baru” Kali ini Tiara langsung mengangkat kepalanya
Tiara mengernyitkan keningnya saat melihat panggilan video call dari Farhan. “Tumben video call,” gumam Tiara, dia menatap punggung Ilham yang sudah hilang ditelan pintu ruangan, dan menghela napas menormalkan wajahnya sebelum mengangkat panggilan dari sang suami. “Ya, Mas. ada apa?” tanyanya setelah mengucapkan salam yang dibalas Farhan dengan senyum tipis. Tiara menatap wajah farhan di layar yang terlihat lelah dan menyimpan kekesalan meski berusaha dsembunyikan dengan baik, tapi hidup bersama selama sepuluh tahun membuat Tiara tahu dengan jelas suasana hati suaminya. Dia jadi bertanya-tanya apa itu juga yang Farhan rasakan saat dia berusaha menyembunyikan ketegangannya barusan?“Ehm hanya ingin bilang saja, kalau aku nanti lembur sampai malam, banyak pekerjaan yang harus aku lakukan.” Tiara mengangguk, meski benaknya bertanya-tanya, tidak biasanya suaminya ini video call hanya untk bilang seperti itu, biasanya hanya cukup kirim pesan saja. “Apa kamu tidak akan curiga?” tanya F