Share

52. Dia Ayahku

Nenek dan kakek juga mengeluh padaku. Belum lagi Pakde. Mereka semua mengandalkanku yang saat itu belum genap berusia 16 tahun.

"Rin, bapakmu menggadaikan rumahnya Mbah. Petugas bank tadi ke sini. Kamu kirim uang ya buat nyicil angsuran." Pesan dari Pakde.

"Iya, Pakde. Bulan ini Rin akan kirim uang lebih."

Pada akhirnya aku tidak jadi membeli kue dan hanya bisa membeli donat. Memandangnya di dalam kamar pembantu yang sempit. Aku mengambil lilin putih di dapur dan merayakan ulang tahun sendirian.

"Ulang tahun ke 16, semoga aku bisa ngrasain punya keluarga."

Aku meniup lilin itu, air mata jatuh begitu saja. Padahal aku jarang sekali rapuh. Sekuat apapun diriku, saat itu aku masih remaja yang butuh kasih sayang.

Aku makan donat dengan penuh harapan suatu hari nanti tidak kesepian lagi. Masa-masa yang begitu keras dan berat. Menjadi anak yang tumbuh sendirian tanpa bimbingan siapapun.

Mimpiku berpindah ke saat aku mencari kosan dan pindah. Betapa hujan membuatku demam tanpa ada yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status