Bab 73Lovita bangun pagi ini dengan penuh semangat. Ia bahkan berepot-repot masuk ke dapur guna menyiapkan sarapan pagi untuk Leo.Nanti Leo akan mengantarnya ke Best TV. Tadi Lovita sempat protes ketika Leo menyatakan keinginannya tepat setelah mereka membuka mata."Lov, nanti aku yang nganterin kamu ya?""Seriously?" Tentu saja Lovita terkejut.Bagaimana jika nanti orang-orang tahu? Bagaimana jika mereka melihat Leo? Tentu mereka keheranan. Berbagai tanya akan datang. Dan Lovita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya."Aku cuma sampe di mobil, nggak turun, jadi mereka nggak akan tahu."Barulah Lovita sedikit tenang.Leo sedang mandi ketika Lovita tinggalkan ke dapur. "Masak apa, Lov?" Tangan Leo tiba-tiba sudah melingkari di perut Lovita. Begitu pun dengan dagu lelaki itu yang ditumpukannya di pundak Lovita."Gina kemarin masak nasi banyak banget jadi daripada mubazir dan mumpung lagi ada kamu di sini aku goreng aja."Jadi aku cuma dikasih nasi sisa?" Leo memprotes dengan wajah pura
Bab 74Juna menghubungi Gina, menginformasikan keadaan Lovita saat ini. Beruntung dia pernah bertukar nomor handphone dengan sahabat sekaligus teman satu rumah Lovita.Gina menjawab panggilan dari Juna setelah dering ke sekian."Halo, Mas Juna," sapa lembut gadis itu."Gina, sorry saya mengganggu. Saya mau kasih kabar, Lovita sudah melahirkan.""Astaga, Lovita udah lahiran?Syukurlah, Mas! Tapi kok bisa?!" seru Gina kaget campur senang. Seingatnya hari perkiraan lahiran sahabatnya itu belum dalam minggu ini."Panjang ceritanya dan ada sedikit masalah," tambah Juna."Masalah apa, Mas?" buru Gina ingin tahu dengan perasaan ketar-ketir."Kondisi Lovita lagi kritis. Sampai sekarang dia belum sadar.""Apa yang terjadi, Mas? Terus anaknya gimana?" Gina tidak bisa untuk tidak cemas mendengar informasi mengenai sahabatnya."Tadi Lovita pingsan di mobil saat saat saya akan mengantarnya ke rumah sakit. Dokter terpaksa mengambil tindakan mengoperasi Lovita. Lalu sampai sekarang Lovita masih belum
Bab 75Gina terkejut setengah mati mendengar perkataan Juna. Saking syoknya gadis itu sampai kehilangan kata. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa."Nggak usah kaget, Gin," ujar Juna mengerti keterkejutan Gina."Gimana saya nggak kaget, Mas. Mas Juna suka asal nyeletuk sih." Gina mencoba tertawa dan menganggap yang didengarnya barusan merupakan bagian dari gurauan lelaki itu."Saya nggak asal nyeletuk, Gin. Saya memang tahu. Lovita pernah menjadi istri Leo," ucap Juna sungguh-sungguh."Mas Juna tahu dari mana?""Dulu pernah ada kasus viral antara Lovita dan Michelle. Dari sana saya tahu."Gina meneguk saliva. Entah apa yang harus ia katakan."Tapi sampai saat ini saya pura-pura nggak tahu di depan Lovita bahwa saya mengetahui mengenai hal tersebut. Sama halnya dengan dia yang menyembunyikannya dari saya." Juna menambahkan keterangannya."Lovita ada alasan tersendiri untuk itu, Mas." Gina akhirnya bersuara.Pernyataan gadis itu membuat Juna menatap lekat padanya."Sepertinya kamu tahu
Bab 76"Kenapa, Le? Nggak enak?" tanya Michelle memandangi Leo yang duduk di hadapannya. Leo menusuk-nusuk pizza dengan garpu seperti tanpa minat untuk memakannya. Saat ini keduanya sedang makan malam setelah pemotretan panjang sejak tadi pagi."Enak," jawab Leo sekenanya."Kalau enak kenapa nggak dimakan?"Leo menjejalkan sepotong pizza ke dalam mulut dan mencoba untuk menikmatinya. Tapi sungguh ia tidak bisa. Dari tadi perasaannya tidak enak. Pikirannya terus tertuju pada Lovita. Entah kenapa.Tadi ketika Leo mendapat kesempatan untuk istirahat, ia menggunakannya untuk menghubungi istrinya itu. Tapi nomor yang dituju tidak memberi respon. "Tadi kamu juga kayak nggak fokus lho, Le, kayak lagi ada yang dipikirin. Lagi mikir apa sih?" tanya Michelle lembut.Tadi saat pemotretan berlangsung Leo memang tidak bisa fokus. Akibatnya ia sering mendapat teguran lantaran harus take berkali-kali."Nggak ada. Cuma lagi nggak fokus aja."Leo nggak mungkin mengatakan yang sejujurnya kan?"Seriusa
Bab 77Ponsel Leo tidak berhenti berdering selagi lelaki itu di dalam taksi. Jerry tidak berhenti meneror dan tampaknya belum akan puas kalau Leo belum menjawabnya.Melihat supir taksi yang sepertinya terganggu oleh suara handphonenya, Leo terpaksa menjawab panggilan dari Jerry. Lagipula Leo yakin pria itu belum akan berhenti jika Leo belum meladeninya."Halo," sapa Leo pelan yang disambut amukan emosi Jerry."Eh, Le, lo jangan main-main dong! Lo mau ke mana? Kerjaan lo belum kelar.""Kayak yang udah gue bilang tadi gue balik ke Jakarta, Jer.""Ngapain lo balik sekarang?""Ada hal penting yang harus gue selesaiin di sana," jawab Leo tanpa menjelaskan dengan detail apa hal penting tersebut."Hal penting apa yang lo maksud? Dengerin gue, Le. Nggak ada yang lebih penting selain ngelanjutin pekerjaan lo. Pemotretan belum selesai. Lo jangan main kabur sembarangan, bangsat!" Di balik ponselnya Jerry mengumpat sejadinya melampiaskan emosi pada Leo."Sorry, Jer, gue minta maaf banget. Bukann
Bab 78Setelah perdebatan dengan Juna barusan Leo meminta agar pria itu mengantarnya ke ruang bayi.Lantaran kasihan akhirnya Juna mempertemukan Leo dengan anaknya. Walau bagaimanapun Leo adalah bapaknya. Leo berhak atas anak itu.Juna membawa Leo ke ruangan bayi. Mereka masuk ke sana dan berhenti tepat di dekat box seorang bayi perempuan. Bayi itu masih belum memiliki nama. Hanya ada nama Lovita sebagai ibunya serta hari dan tanggal lahir anak itu beserta panjang dan beratnya saat dilahirkan.Leo terpaku di tempatnya berdiri dengan mata menatap sendu pada bayi itu. Bayi berumur dua hari tersebut baru saja terlelap setelah seharian ini terus menangis. Kulit wajahnya putih kemerahan, serupa dengan warna bibirnya. Matanya tertutup rapat sehingga Leo tidak tahu apa warna iris matanya.“Dia baru saja tidur. Sejak lahir dia nggak berhenti nangis. Paling hanya saat tidur kayak gini. Mungkin dia tahu apa yang saat ini sedang dialami ibunya,” kata Juna memberitahu. Juna berdiri di sebelah Leo,
Bab 79Leo dan Gina sudah berada di rumah. Keduanya sibuk mengurus bayi mungil yang mereka panggil Cantik.Saat ini Cantik sedang tidur dengan anteng di box-nya. Leo dan Gina memerhatikan anak itu sejak tadi. Kulit anak itu putih bersih. Hidungnya bangir. Bibirnya merah."Manis banget. Gedenya pasti bakal jadi idola cowok-cowok." Sejak tadi tidak ada habisnya Gina memuji Cantik."Dan gue nggak bakal ngebiarin cowok-cowok brengsek itu ngeganggu princess gue." Leo menimpali tanpa sadar yang membuat Gina terkekeh."Ini anak masih merah lo udah posesif banget. Gimana gedenya?""Gedenya gue bakal sewa sekuriti buat jaga dia dan nganterin ke mana-mana."Tawa Gina pecah berderai. Ketika Leo melebarkan mata memberi isyarat bahwa Cantik bisa bangun karena kebisingannya barulah Gina menurunkan volume suaranya."Eh, Le, gue baru ingat, kalo ntar Cantik bangun pasti dia minta susu. Sana gih lo beliin susu formula dulu. Jangan lupa beli botolnya juga sama cairan pembersih botol.""Susunya merek a
Bab 80Leo tergesa-gesa ke kamar begitu mendengar teriakan Gina. Gadis itu semakin panik karena Cantik yang terus menangis."Gin, ini susunya." Leo memberikan botol susu pada Gina."Udah nggak panas lagi kan?""Nggak, tadi udah gue coba sedikit, udah pas kok."Gina meletakkan Cantik di atas tempat tidur dan mendekatkan ujung dot ke mulut anak itu. Cantik langsung diam begitu mendapat sumber asupannya yang membuat Leo dan Gina merasa lega.Keduanya memandangi bayi mungil itu bersamaan. Ketika susunya habis Cantik kembali menangis."Dia mau apa lagi ya, Le?" Gina bertanya bingung."Mungkin dia masih belum kenyang," duga Leo."Ya udah, lo bikinin lagi."Dengan sigap Leo beranjak ke belakang, membuatkan susu seperti tadi. Tapi ketika kembali memberikannya, Cantik masih menangis dan menolak."Dia kok nggak mau ya? Dia mau apa lagi sih?" Gina kebingungan, begitu pun dengan Leo."Gin, mungkin dia pup."Gina spontan memeriksa dan tertawa ketika mendapati dugaan Leo menjadi kenyataan."Bersi