Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu
“Mau pesan apa, Pumpkin?”
Eleanore membolak-balik buku menu makanan dengan malas. Di depannya kini tengah duduk dengan tenang; Tora yang hari ini datang dengan menggunakan kaus hitam polos yang dipadu padankan dengan blazer berwarna biru muda dan celana bahan hitam yang terlihat sangat pas di tubuhnya. Tora sesekali melemparkan senyumnya ke arah Ele yang mana diacuhkan karena Ele agaknya sedang kesal padanya.
Terhitung sudah satu minggu ini Sang Ibunda dirawat di rumah sakit. Semenjak insiden ditamparnya Sang Ibunda oleh ayahnya di ruang makan, keadaan ibunya semakin hari semakin memburuk saja. Bukan karena tamparannya. Tentu saja tamparan itu tak banyak berpengaruh padanya. Akan tetapi, dokter mengatakan bahwa pikiran lah yang sangat berpengaruh pada kesehatan Sang Ibunda.
Kanker payudara yang diderita oleh ibunya sejak setahun belakangan ini benar-benar menguras pikiran Sa
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu Setelah mendamaikan suasana hati Ele yang bergejolak, Tora kembali menawarkan gadisnya untuk memilih makanan sebanyak yang ingin dipesan. Ele kembali menggeleng lemah sebelum Tora membujuknya untuk memilih setidaknya beberapa makanan dan minuman karena sungguh, menurut Tora, kali ini wajah Ele cukup pucat. Beberapa hari merawat orang sakit tentu bukan hal yang mudah. Apalagi Tora tak membantu Ele sama sekali. Alibinya yang mengatakan jika ia pergi karena mengurus urusan keluarga membuatnya merasa bersalah. Ele, kekasih selingannya, dengan mudah mempercayai omong kosongnya. Bagi Tora, Ele terlalu naif. Gadis itu terlalu mudah dibodohi, dan ia sedikit menyesal karena telah berbohong pada Ele. Ia tidak pergi ke luar kota, tentu saja. Waktu di mana ia menghilang dari peredaran Eleanore, digunakan untuknya berduaan dengan kekasih pertamanya, Claudia. Claudia bersikeras memaksanya untuk m
“Dari mana kau tahu aku suka ceri?” Pertanyaan itu berhasil membuat Van, untuk sejenak, mendadak gagap. Tanpa dapat dilihat Eleanore, pria itu kini menggaruk tengkuknya dan mencari-cari jawaban yang kiranya pas untuk pertanyaan Ele. Hingga setidaknya lima detik kemudian, ia menjawabnya. “Mmm … maksudku, ceri akan cocok jika ditaruh di atas tart. Semua orang pasti suka makan ceri yang ada di pucuk kue, ‘kan?” Ele belum puas akan jawaban Van dan hendak menanyakan lagi sebelum perawat itu sudah terlebih dahulu menempelkan buah ceri tepat di depan bibirnya. “Aaa...” Ele membuka mulutnya mengikuti titah Van. Gadis buta itu mengunyah buah mungil di mulutnya dalam diam. Rasa manis seketika menjalar di dalam mulutnya ketika giginya saling berbenturan saat mengunyahnya. Ini enak. Ele suka. “Kau suka?” Ele mengangguk lagi. Secara otomatis, tangan gadis itu terulur untuk mengambil sebuah lagi dari mangkuk namun Van langsung menah
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu Tora nyaris terjatuh saat berjalan melewati lantai kamar mandi yang tengah dipel. Pemuda itu buru-buru mencengkeram gagang pintu sembari mengumpat pelan. Sosok cleaning service yang berdiri di depannya buru-buru membungkuk merasa bersalah. Tidak butuh waktu lama bagi petugas kebersihan itu untuk segera berlalu meninggalkan Tora yang terlihatsangat kesal karena nyaris terpeleset. Mengabaikan petugas kebersihan yang pergi tanpa mengucap maaf, Tora beralih menuju ke wastafel. Ia mengambil beberapa helai tisu yang tersedia di tembok kemudian segera menyalakan keran. Pemuda itu segera membasahi tisu di genggamannya lalu mengusap-usapkannya pada pakaian yang ia kenakan. Ia menggosok selama beberapa kali namun sialnya noda di pakaiannya tidak bisa hilang. Ia bahkan mengucek-kucek bajunya dengan sekuat tenaga hingga basahnya menyebar hingga hampir ke separuh baju itu. Ia mengendusny
“Omong kosong! Aku tidak mencium lehermu!” “Iya kau menciumnya! Tadi ada rasa hangat-hangat di tengkukku!” “Itu bukan ciuman! Itu tanganku yang tak sengaja menempel di tengkukmu.” “Pembohong!” “Aku jujur!” sanggah Van untuk yang kesekian kalinya. “Lagi pula bukan kah kau seharusnya berterima kasih karena aku sudah mengikat rambutmu. Sudah tidak gerah lagi, ‘kan?” Ele terdiam sejenak. Sedari tadi ia dan perawatnya berdebat sengit. Ele menuduh Van telah mengecup tengkuknya. Sosok yang dituduh itu mengelak habis-habisan karena ia tak mau dituduh sebagai sosok yang kurang ajar karena mencium majikannya sendiri. Ele yakin betul bahwa yang beberapa waktu lalu terjadi adalah sebuah kecupan. Ia bisa merasakan sesuatu yang hangat menempel di tengkuknya dengan gerakan lembut. Ia nyaris terjatuh saking kagetnya dan buru-buru menuding jika Van adalah pelakunya. Akan tetapi, perawatnya itu membantah habis-habisan dan beralibi jika yang mene
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu Untuk ke sekian kalinya, Tora menekan nama ‘Pumpkin’ di layar ponselnya. Hingga detik ini sudah lebih dari lima puluh kali Tora menelpon Ele. Sebanyak lima puluh kali juga panggilannya diabaikan. Terlihat jelas jika Ele dengan gigih menolak mendengarkan penjelasan yang hendak dilontarkan oleh Tora. Terpeta semakin nyata pula penyesalan di wajah Tora kala bayangan ingatan Ele yang memutuskannya dengan tatapan kecewa dan netra yang berlinang air mata. Penyesalannya menghantuinya selama beberapa hari ini. Semenjak kejadian di restaurant itu, Tora sama sekali tidak dapat berkomunikasi dengan Ele. Ia sebenarnya sempat mendatangi rumah sakit tempat ibunda Ele dirawat, namun pihak administratif rumah sakit mengatakan bahwa ibu Ele telah dipindahkan ke rumah sakit lain yang lebih memadai lagi. Ketika ia menanyakan alamat rumah sakit itu pada mereka, mereka menolaknya dengan alasan bahwa mereka tidak dapat memberikan inf
Van tersenyum geli. Duduk dengan tenang di sebelahnya, adalah sosok perempuan termanis yang sedang mengunyah sepotong black forest dengan bibir dan tangan yang belepotan cokelat. Sosok itu dengan santainya memakan segigit demi segigit kue yang baru saja matang. Tak sadar saja jika setiap pergerakannya tengah dipantau dengan saksama oleh sosok pria di sampingnya. Van tersenyum memandang Ele yang tak ubahnya terlihat bak seekor kelinci. Saat ia membandingkan Ele dengan kelinci, ia tak sekadar membual. Ele memang terlihat seperti kelinci. Dua gigi depannya yang berukuran besar menyembul keluar saat ia sedang mengunyah. Sesekali Ele akan mengendus kue di tangannya kemudian melanjutkan kunyahannya lagi seolah tanpa jeda. Cara Ele menghabiskan makanannya pun begitu menggemaskan. Ia memegang cake itu dengan kedua tangannya. Tanpa Ele sadari, tangan dan bajunya terkotori oleh noda cokelat dari kue yang tengah ia habiskan. Ele mengunyah dengan tenang, nyaris tanpa sua
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu “Eleanore.” Sosok yang sedari tadi diam tergugu itu sama sekali menolak untuk mengangkat kepalanya. Ia merasakan neraka dunia perlahan-lahan dibukakan dengan sukarela untuknya. Ia bertanya-tanya sedari tadi, kejahatan atau kesalahan apa yang telah ia perbuat sehingga ia harus merasakan kesukaran hidup seperti ini. Sejak empat puluh menit yang lalu ia duduk dengan tegang di ruang kepala sekolah. Kepala sekolahnya secara pribadi memanggilnya terkait skandal yang ia sendiri tak menyadarinya. Sejak mendudukkan diri di atas kursi panas, ia tahu jika hidupnya tengah dalam masalah besar. Kepala sekolahnya tanpa tedeng aling-aling langsung menghardiknya dengan mengatakan jika ia telah merugikan sekolah dengan skandal memalukan tersebut. Pria tua itu marah-marah tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu pada Ele. Baru ketika Ele memberanikan diri untuk memotong ucapan kepala sekolahnya, Ele disodorkan la
Ele mengerjap sekali.Ia tak menyangka jika jawaban yang keluar dari bibir perawatnya adalah kalimat tanya yang ia sendiri pun kesulitan menjawabnya. Ele menelan ludah dan otaknya seketika berkabut. Ia ragu dengan ucapan Van dan buru-buru tertawa pelan dengan nada sarkastik terbaik yang ia pernah lontarkan.“Aku tak perlu dikasihani. Aku—”“Aku bukan kasihan. Aku peduli. Dan aku sayang padamu.”“Stop it—”“No, I won’t,” potong Van. “Kau mungkin canggung mendengarnya tapi itu lah yang ku rasakan. Aku sayang denganmu, Ele. Ini bukan perasaan iba karena keadaanmu.”“Berhenti lah membual atau kau ku pecat sekarang juga.”“Kalau pun kau memecatku, aku akan tetap datang lagi besok pagi. Dan besok paginya lagi. Dan seterusnya. Aku tak akan pergi kecuali kau benar-benar memintaku pergi dengan pikiran jernih. Saat kau memang sudah memiliki orang yan