"Kau tidak punya mobil?" ujar Angel tampak keberatan ketika Jaydan akan mengantarnya menggunakan motor.
"Naiklah," titah Jaydan enggan menanggapi protes tersirat Angel.
"Aku tidak pernah naik motor."
"Naik atau kutinggal?"
"Pinjam mobil kak Axello saja, kau bisa menyetir, kan?" kekeh Angel belum mau menyerah.
Malam-malam naik motor trail, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Bagaimana jika Angel masuk angin? Terlebih motor itu tampaknya tidak akan nyaman jika ditumpangi dua orang.
"Sampai hitungan ketiga kau tidak naik, aku serius akan meninggalkanmu."
"Tapi Jaydan—"
"Satu ...."
"Hei!"
"Dua
"Aku lihat akhir-akhir ini kak Jaydan jadi semakin dekat ya dengan kak Angel," ungkap Naina yang akhirnya memiliki kesempatan untuk mengobrolkan hal ini setelah sebelumnya mereka sibuk membahas tentang organisasi. Saat ini keduanya sedang berada di ruang sekretariat, anggota yang lain sudah pamit lebih dulu untuk mengikuti kuliah atau melakukan hal lainnya di luar ruangan tersebut. hanya tersisa Naina dan Jaydan di sana, dan sepertinya mereka tidak akan beranjak dengan cepat. "Bisa dibilang kami memang mulai akrab." "Syukurlah, aku senang mendengar hubungan Kakak dan kak Angel sudah membaik. Kehadiran kak Angel di BEM membawa banyak perubahan positif ya, Kak. Ternyata kak Angel itu tidak sejahat yang orang-orang pikirkan." Jaydan tersenyum membenarkan tanpa ragu pernyataan itu, "Dia memang keras kepala tapi sebenarnya hatinya baik. Orangnya gengsian, mungkin itu yang membuatnya terlihat angkuh." "Aku juga bisa merasakan kebaikan kak Angel seja
Angel baru keluar dari perpustakaan, usai mengerjakan tugas kuliahnya dia berencana mengunjungi kedai Ibu Alessa. Keduanya sudah janjian dan berencana bertemu langsung di sana. Hari ini Alessa tidak ada jadwal kuliah, tadi dia ke kampus hanya untuk urusan di UKM Broadcasting lalu pergi lagi untuk kerja paruh waktu. Ini sudah pukul empat sore, seharusnya gadis itu sudah ada di kedai ibunya sekarang. Dalam perjalanan menuju pintu keluar, Angel tidak sengaja berpapasan dengan kedua sepupunya dan dua mantan temannya. Sejak insiden di kafetaria tempo hari, keempat orang itu memang tidak terlalu mengusik ketenangan Angel. Meski tentu saja cibiran dan ejekan tidak pernah berhenti mereka lontarkan di setiap pertemuan. "Minggir," usir Angel ketika Michelle, Austin, Hena, dan Renata menghadang jalannya secara bersamaan. "Mau ke mana sih Queen, bu
Raga Angel sedang berada di dapur kedai ibu Alessa, namun jiwanya melanglang buana entah ke mana. Gadis itu berdiri di samping sahabatnya sambil memegang pisau dan memotong daun bawang dengan tenaga yang tidak biasa—penuh emosi sampai menimbulkan suara yang sedikit menyeramkan menurut Alessa. Sejak awal kedatangannya Angel sudah memasang wajah muram. Ketika ditanya kenapa, Angel hanya menggeleng tanpa menjelaskan apa-apa. Alessa tidak memaksa, dia memberi Angel kesempatan untuk meredam emosi yang tampak menyala-nyala di matanya. Sayangnya, bukannya padam, menit demi menit berlalu tingkat emosi Angel justru kian menanjak. Tuk ... tuk ... tuk ... Pisau tajam itu dientak-entak pada talenan dengan kasarnya, mencincang daun bawang sampai tercacah mengenaskan. Jangankan menghasilkan potongan indah, bawang itu masih tersisa saja Alessa sudah bersyukur. "Mending kamu istirahat, An, aku bisa menyelesaikan semua ini sendiri." "Berdua lebih baik, Al," sa
Angel menoleh lalu muncul seringaian penuh rencana, dengan senang hati dia membantu Alessa menyiapkan makanan untuk Karel dan Hena. Setelah menyiapkan semua makanannya, Angel membantu Alessa membawakan makanan itu pada tamunya. Karel lumayan terkejut mendapati musuh bebuyutannya ada di sana. Dia menyapa Angel dengan gaya khas setengah meledek namun tak Angel pedulikan karena tujuannya ke sana bukan untuk meladeni tingkah menyebalkan Karel. "Wah, kejutan apa ini, kau bekerja di sini Angel?" "Seperti yang kau lihat." Angel membantu Alessa menyajikan makanan itu di meja Karel dan Hena. "Kau tidak mencampurkan sesuatu di makananku, kan?" todong Karel curiga. "Makan saja, kalau kau mati artinya aku memasukkan racun dalam makananmu." "Wah, se
"Kakak sedang banyak pikiran?" "Hah, oh, tidak. Kenapa memang?" "Tidak apa-apa, aku hanya merasa sejak tadi Kakak lebih banyak melamun. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Apa ada masalah? Cerita saja, siapa tahu aku bisa bantu." "Aku baik-baik saja, tidak ada masalah apa-apa." "Lalu pas nonton tadi kenapa Kakak sering tidak fokus. Tidak suka filmnya?" "Biasa saja, Nai, aku memang tidak terlalu suka nonton tapi tadi filmnya cukup seru." "Syukurlah, aku pikir Kakak tidak suka. Aku jadi tidak enak karena sudah mengajak Kakak nonton film tadi." "Tidak apa, santai saja." "Setelah ini kita lanjut makan ya, Kak?" "Boleh, tapi bukannya
"Kau apakan fotoku tadi?" Interogasi Angel semakin curiga karena ia tak menemukan postingan apa pun di akun sosial media Karel. "Ada, lah, nanti kau pasti senang. Kurang baik apa coba aku, jadi musuh tapi sering menolongmu." "Aku tidak pernah minta bantuanmu." "Ck, Alessa demi Tuhan kenapa kau mau berteman dengan manusia sepertinya?" geram Karel yang ujung-ujungnya merajuk pada Alessa. Begitu saja terus sejak tadi, ketika dia kalah omong dari Angel maka Karel akan beralih mengajak Alessa bicara. Meski sering berdebat dan saling mengejek, Alessa melihat keakraban yang tulus di antara Karel dan Angel. Mereka tidak benar-benar saling membenci, hanya gengsi saja jika dibilang menjalin pertemanan. "Kamu tidak akan pulang, Rel?" tanya Alessa hati-hati. "Kau mengusirku?" "Bukan begitu, aku hanya bertanya." "Aku sedang menunggu orang, kalian sendiri kenapa belum balik ke asrama? Gerbangnya keburu tutup, loh." "Malam ini
"Akhirnya datang juga Paketu kita, Queen, kau menunggunya sejak tadi, kan?" iseng Karel asal bicara saja. Angel melotot seram namun diabaikan oleh Karel yang masih cengengesan senang. "Kau menungguku?" tanya Jaydan langsung pada gadis di sampingnya. "Dalam mimpimu!" ketus Angel, dia malas bicara dengan Jaydan. "By the way,Anda kenapa bisa ke sini, ya? Bukannya tadi sedang berkencan dengan dedek gemes kesayangan?" Alessa melirik ekspresi Angel yang tampak muram begitu Karel bertanya demikian. Sesaat kemudian senyum Alessa mengembang, akhirnya ia tahu alasan Angel uring-uringan sejak tadi sore. Karena Jaydan ternyata. "Tidak ada yang kencan," koreksi Jaydan. "Nonton ke bioskop berduaan i
"Aku harus bagaimana biar kau percaya?" "Diam saja, tidak usah melakukan apa pun." "Oke." Jayan menopang dagunya dengan tangan, diam sambil terus memperhatikan Angel dalam. Awalnya Angel masih bisa bersikap biasa, lama kelamaan dia kalah juga. Ditatap sedalam itu oleh orang yang disuka mana bisa Angel bersikap cuek dan abai. "Berhenti menatapku Jaydan!" "Bagaimana caranya?" iseng Jaydan semakin menjadi-jadi. Karel dan Alessa yang tak sengaja melihat kejadian itu bahkan sampai menganga. Terutama Karel, dia tidak menyangka sobatnya itu bisa bersikap seperti seorang player kalau sedang menggoda seorang gadis. Ini pemandangan langka. Lelaki jangkung itu iseng mengeluarkan ponselnya lalu memotret kebersamaan Jaydan dan Angel yang terlihat begitu manis jika dalam foto. "Diam-diam menghanyutkan ya si Jaydan. Angel dipepet, Naina diladeni juga. Mau mengikuti jejakku atau bagaimana?" gumam Karel sambil menyeringai penuh kemenangan.