"Kau sudah pulang Ris?" tanya Mama Via yang sedang berada di ruang makan, langsung menoleh pada Faris yang sedang melintasi ruang makan hendak menaiki tangga."Iya, Ma," jawab Faris yang menghentikan langkah menuju anak tangga Namun berbalik ke ruang makan, menemui Mama Via dulu, memeluk dan menciumi kedua pipi wanita yang sudah melahirkannya."Mandi dan turunlah makan, mama tunggu di sini," titah Mama sambil tersenyum."Iya, Ma." Faris menjawab sambil terus melangkah menaiki anak tangga menuju lantai atas di mana kamarnya berada.Sedangkan mama Via meneruskan aktifitas menyiapkan makan malam, yang tadi sempat terhenti karena kedatangan anak lelakinya.Selang beberapa saat, Faris sudah turun dari lantai atas dengan menggunakan kaos dan celana pendek, santai sekali."Naya dan Dimas ke mana, Ma? Dinas malamkah?" tanya Faris sembari duduk di kursi tempat biasanya kalau dia makan."Hari ini, hari ke tujuh Rizal meninggal dunia. Tadi Dimas dan Naya sudah pamit mau datang ke pengajiannya.
Hari yang indah, setelah beberapa tahun lamanya Naya dan Ivana berkutat di perkuliahan akhirnya hari ini mereka akan resmi menyandang gelar kehormatan.Keluarga Naya dan keluarga Dimas serta keluarga Ivana berkumpul menjadi satu, tak lupa si kembar bersama Nanny dan pengawalnya. Ada yang berbeda saat nama Ivana di sebut, air mata semua keluarga tak terbendung, mengingat jasa almarhum Rizal yang telah banyak membantu dan mendukung Ivana hingga bisa mendapatkan gelar akademiknya saat ini. "Ayah Damar, maaf ada sesuatu hal penting yang ingin saya bicarakan pada Ayah dan Ivana, kalau berkenan setelah acara ini selesai, kita berkumpul dulu di rumah saya, bagaimana?" pinta Faris yang secara khusus menghampiri ayah Damar setelah selesai foto, bersama putrinya."Penting sekali kah Faris?" Ayah Damar bukannya memberikan jawaban malah balik bertanya."Menurut saya iya, karena ini tentang keinginan terakhir Papa Adi yang ingin saya sampaikan." Faris memberikan sedikit keterangan tentang pent
Dua minggu sejak pembicaraan serius di rumah mama Via. Kini si kembar sudah berada di rumah Ayah Damar kembali, dan semuanya berjalan normal. Termasuk keseharian Ivana pasca meninggalnya Rizal."Hai Ivana, masih ingat aku?" Seorang wanita cantik dengan penampilan muslimah sejati, Menyapa dan berdiri di dekat Ivana, yang tengah menikmati sarapan atau lebih tepat lagi bisa disebut juga makan siang."Senang bisa bertemu denganmu! Tapi maaf, apakah kita pernah saling berkenalan sebelum ini?" Ivana menjawab setelah butuh waktu lama untuk perempuan cantik itu mengumpulkan ingatannya, Namun sungguh, sosok di balik hijab yang berdiri di depannya ini tidak ada dalam benak Ivana."Aku Rika, mantan calon istrinya Faris," jawab perempuan itu sambil mengulurkan tangannya pada Ivana"Oo ... mantan calon istrinya mas Faris!" jawab Ivana, tangannya pun menerima jabat tangan yang di tawarkan oleh perempuan yang bernama Rika."Senang berkenalan denganmu, apa ada yang bisa saya bantu?" Lagi, Ivana men
Namun, sebelum benar benar keluar dari pintu kantin, ponsel milik Ivana berbunyi, hingga membuat Dimas dan Faris yang masih berada di dekatnya langsung menoleh.Ternyata, dari tadi Ivana lupa meng-aktifkan lagi ponselnya yang sengaja ia non aktifkan karena sedang sholat dhuhur, dan begitu di nyalakan kuota datanya, terdapat banyak panggilan dari nomer ayah Damar. Juga sebuah pesan di aplikasi hijau dari ayah Damar mengabarkan bahwa sang putri sakit dan akan di bawa ke rumah sakit, jadi Ivana tidak perlu pulang cukup menunggu di lobi rumah sakit."Ya Allah!" teriak Ivana panik, setelah selesai membaca pesan yang ayah Damar kirimkan padanya. Hingga tak terasa air matanya langsung membasahi pipi, dengan setengah berlari, Ivana berbelok arah menuju ruang lobi rumah sakit, seperti pesan ayah Damar di aplikasi hijau.Dimas dan Faris yang penasaran dengan kepanikan yang tanpa sengaja terlihat dari sikap dan jeritan tertahan Ivana, mengambil keputusan untuk mengikutinya dari arah belakang.Be
Sesuai dengan apa yang sudah di putuskan oleh ayah Damar, Faris boleh berlama lama di rumahnya bersama si kembar saat pagi hingga sore, ini membuatnya sepulang kerja, bukannya pulang ke rumah mama Via tapi langsung ke rumah si kembar.Awalnya Mama Via keberatan karena takut kondisi badan Faris jadi drop karena terlalu kelelahan, Namun tidak mama lakukan, ketika selama seminggu, Faris menunjukkan bahwa dia dalam kondisi, baik baik saja.Namun tidak hari ini, saat baru bangun dari tidurnya, Faris sudah merasa sakit kepala yang luar biasa nyerinya, hingga saat Naya yang datang ke kamarnya dengan niat akan membangunkannya menjadi terkejut melihat kondisi badan mas Faris yang terasa panas dengan mata memerah menahan sakit. Tak ada suara mengaduh dari mulut kakaknya, walau badan gemetar menahan dingin."Mas jangan ke mana mana, aku akan balik lagi ke sini!" Naya langsung ke kamarnya hendak mengambil alat alat kedokteran untuk memeriksa Kakak lelakinya."Ada apa, Nay?" tanya Dimas, yang hera
"Kamu langsung tanya di mana kamar mas Faris, aku masih ada keperluan sebentar," titah Dimas saat keduanya, masih sedang berada di dalam mobil.Naya menganggukkan kepalanya dan bergegas turun dari mobil yang kemudian melangkah masuk ke rumah sakit. Meninggalkan suaminya.Dreeeet ...! Ponsel di dalam tasnya bergetar.Naya mengambil ponselnya dari dalam tas, dan melihat nama yang tertera di layar.Ayah Damar.[Assalamualaikum, Ayah. Ada apa?] sapa Naya sambil melangkah masuk ke dalam rumah sakit.[Bagaimana kondisi, Faris?] [Aku baru saja sampai di rumah sakit, Ayah. Ini masih menuju ke kamarnya.] jawab Naya setelah tadi di isyaratkan kamar berapa kakaknya di tempatkan oleh teman yang tadi mengantar kak Faris dengan menggunakan ambulance.[Jadi, siapa yang sekarang bersamanya, Nay?] tanya ayah Damar penasaran.[Mama yang jaga, Ayah. ]Hening tak terdengar ayah Damar berkata lagi, hingga membuat Naya menduga kalau sedang mengalami gangguan sinyal.[Yah ...! Ayah! ] Dengan sedikit ter
"Mau berjamah denganku?" tanya ayah Damar saat melihat Mama Via keluar dari kamar mandi, dengan wajah dan basah, mengisyaratkan telah selesai mengambil air wudhu dan kini sedang memakai mukena serta meletakkan sajadah di antara kursi dan meja, saat adzan subuh baru saja berkumandang."Tidak .... lebih baik sendiri sendiri saja," jawab Mama tanpa menoleh pada ayah Damar."Nunggu sah ya, Ma!" Ucapan Faris yang tiba tiba, membuat kedua pasangan yang sudah tidak muda lagi usianya hanya bisa saling pandang salah tingkah."Kalau gitu aku sholat di musholla aja, Vi.""Iya!" jawab Mama Via dengan singkat dan jelas, dan terus melakukan ibadah subuh. Tanpa lagi memperdulikan ayah Damar. Sedangkan ayah Damar yang mendengar jawaban yang keluar dari mulut Mama Via, hanya bisa menghela nafas panjang, dan melangkah keluar kamar."Mama kenapa sih, kelihatan banget kalau lagi menghindar kalau ada ayah Damar, sebenarnya Mama juga suka kan ma ayah Damar?" selidik Faris, sambil tersenyum menggoda Mama
"Va, Mama minta tolong sebentar boleh? Mama mau beli makan sama air dulu sebentar ke kantin, kamu jaga Faris ya, sebentar kok!" Pinta mama Via dengan wajah penuh harap. "Iya, Ma!"Mama tersenyum, kemudian mengambil dompet di lemari kecil dekat ranjang Faris, dan membawanya keluar kamar, setelah sebelumnya memandangi Ivana sambil berkata tanpa suara, "terima kasih ya ...!"Ivana mengangguk, mengantar mantan mertuanya dengan tatapan mata hingga menghilang di balik pintu.."Terimakasih ya Va, kamu masih mau menerimaku menjadi suamimu, walau aku masih harus menunggu untuk itu!" Mendengar ada suara dari balik punggungnya hingga membuat Ivana langsung berbalik badan menghadap ke arah suara."Sejak kapan kau bangun, Mas? Apakah kau mendengar apa yang sedang aku dan mama Via obrolin?" tanya ivana dengan tangan kiri menutup mulut, sedikit kaget."Ya semuanya, dan aku bersyukur bisa mendengarnya langsung dari mulutmu, entah kebaikan apa yang sudah aku perbuat hingga bisa mendengarnya, Allah s