Sesuai dengan apa yang sudah di putuskan oleh ayah Damar, Faris boleh berlama lama di rumahnya bersama si kembar saat pagi hingga sore, ini membuatnya sepulang kerja, bukannya pulang ke rumah mama Via tapi langsung ke rumah si kembar.Awalnya Mama Via keberatan karena takut kondisi badan Faris jadi drop karena terlalu kelelahan, Namun tidak mama lakukan, ketika selama seminggu, Faris menunjukkan bahwa dia dalam kondisi, baik baik saja.Namun tidak hari ini, saat baru bangun dari tidurnya, Faris sudah merasa sakit kepala yang luar biasa nyerinya, hingga saat Naya yang datang ke kamarnya dengan niat akan membangunkannya menjadi terkejut melihat kondisi badan mas Faris yang terasa panas dengan mata memerah menahan sakit. Tak ada suara mengaduh dari mulut kakaknya, walau badan gemetar menahan dingin."Mas jangan ke mana mana, aku akan balik lagi ke sini!" Naya langsung ke kamarnya hendak mengambil alat alat kedokteran untuk memeriksa Kakak lelakinya."Ada apa, Nay?" tanya Dimas, yang hera
"Kamu langsung tanya di mana kamar mas Faris, aku masih ada keperluan sebentar," titah Dimas saat keduanya, masih sedang berada di dalam mobil.Naya menganggukkan kepalanya dan bergegas turun dari mobil yang kemudian melangkah masuk ke rumah sakit. Meninggalkan suaminya.Dreeeet ...! Ponsel di dalam tasnya bergetar.Naya mengambil ponselnya dari dalam tas, dan melihat nama yang tertera di layar.Ayah Damar.[Assalamualaikum, Ayah. Ada apa?] sapa Naya sambil melangkah masuk ke dalam rumah sakit.[Bagaimana kondisi, Faris?] [Aku baru saja sampai di rumah sakit, Ayah. Ini masih menuju ke kamarnya.] jawab Naya setelah tadi di isyaratkan kamar berapa kakaknya di tempatkan oleh teman yang tadi mengantar kak Faris dengan menggunakan ambulance.[Jadi, siapa yang sekarang bersamanya, Nay?] tanya ayah Damar penasaran.[Mama yang jaga, Ayah. ]Hening tak terdengar ayah Damar berkata lagi, hingga membuat Naya menduga kalau sedang mengalami gangguan sinyal.[Yah ...! Ayah! ] Dengan sedikit ter
"Mau berjamah denganku?" tanya ayah Damar saat melihat Mama Via keluar dari kamar mandi, dengan wajah dan basah, mengisyaratkan telah selesai mengambil air wudhu dan kini sedang memakai mukena serta meletakkan sajadah di antara kursi dan meja, saat adzan subuh baru saja berkumandang."Tidak .... lebih baik sendiri sendiri saja," jawab Mama tanpa menoleh pada ayah Damar."Nunggu sah ya, Ma!" Ucapan Faris yang tiba tiba, membuat kedua pasangan yang sudah tidak muda lagi usianya hanya bisa saling pandang salah tingkah."Kalau gitu aku sholat di musholla aja, Vi.""Iya!" jawab Mama Via dengan singkat dan jelas, dan terus melakukan ibadah subuh. Tanpa lagi memperdulikan ayah Damar. Sedangkan ayah Damar yang mendengar jawaban yang keluar dari mulut Mama Via, hanya bisa menghela nafas panjang, dan melangkah keluar kamar."Mama kenapa sih, kelihatan banget kalau lagi menghindar kalau ada ayah Damar, sebenarnya Mama juga suka kan ma ayah Damar?" selidik Faris, sambil tersenyum menggoda Mama
"Va, Mama minta tolong sebentar boleh? Mama mau beli makan sama air dulu sebentar ke kantin, kamu jaga Faris ya, sebentar kok!" Pinta mama Via dengan wajah penuh harap. "Iya, Ma!"Mama tersenyum, kemudian mengambil dompet di lemari kecil dekat ranjang Faris, dan membawanya keluar kamar, setelah sebelumnya memandangi Ivana sambil berkata tanpa suara, "terima kasih ya ...!"Ivana mengangguk, mengantar mantan mertuanya dengan tatapan mata hingga menghilang di balik pintu.."Terimakasih ya Va, kamu masih mau menerimaku menjadi suamimu, walau aku masih harus menunggu untuk itu!" Mendengar ada suara dari balik punggungnya hingga membuat Ivana langsung berbalik badan menghadap ke arah suara."Sejak kapan kau bangun, Mas? Apakah kau mendengar apa yang sedang aku dan mama Via obrolin?" tanya ivana dengan tangan kiri menutup mulut, sedikit kaget."Ya semuanya, dan aku bersyukur bisa mendengarnya langsung dari mulutmu, entah kebaikan apa yang sudah aku perbuat hingga bisa mendengarnya, Allah s
Baru saja Faris menyelesaikan suapan terakhirnya. Datang seorang pria muda yang berpenampilan seperti seorang Dokter, dengan seorang perawat perempuan yang mengikutinya dari belakang. "Hai, Ivana! Kok ada di sini. Dia saudara kamu?" sapa pria yang baru masuk ke ruang kamar rawat mas Faris. "Hai Joe. Iya, lelaki ini adalah saudaraku " Ivana menjawab sambil mengangkat tangan kanannya ke arah dokter Joe.Dokter Joe terlihat menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar, berbeda dengan Faris yang terlihat memendam rasa kecewa dalam diam. "Ada apa, Dokter?" selidik Ivana yang melihat perubahan wajah dari Joe."Aku hanya merasa senang, tadinya aku pikir dia adalah calonmu, kalau begitu aku masih punya kans yang besar untuk mengambil hatimu," bisik lelaki yang di panggilnya dengan nama Joe. Namun walaupun berbisik, masih terdengar di telinga Faris. "Heem, hem ...!" Dengan sedikit kesal yang tak bisa lagi di tahan, faris akhirnya memilih berdehem dengan sedikit keras."Eh, iya bagaima
Sesuai dengan apa yang di katakan Dokter Mark semalam kalau kondisi Faris stabil maka siang ini sudah boleh pulang.Mama sedang me- ngepaki semua barang barang pribadi milik Faris ke dalam tas, sedangkan Naya yang baru saja datang karena harus menyelesaikan tugas malam, segera melangkah ke tempat administrasi. Menyelesaikan dan menembus resep untuk sang kakak, sementara Dimas tak tampak karena harus dinas pagi."Ma, aku sudah membayar semua tagihan, tinggal pulang," ujar Naya yang tiba tiba masuk ke dalam kamar membuat Mama yang sedang rehat karena baru selesai merapikan barang Faris ke dalam tas, kaget bukan kepalang."Maap, Ma .... Aku nggak nyangka mama bisa sekaget itu!" ujar Naya dengan tersenyum nakal, tangan kanannya menyodorkan bukti bukti pembayaran atas nama Mas Faris."Mas Faris masih tidur, Ma?" tanyanya lagi, kemudian.Saat melihat kakak lelakinya masih bergulung dengan selimut, tangannya pun sudah tak lagi tersambung infus, itu pertanda kalau mas Faris benar benar su
"Selamat siang!"Hampir saja Dimas menabrak seseorang yang akan masuk ke dalam ruangan. "Maap!" ujar Dimas sesaat setelah berhasil menghindari.Tak ada jawaban dari orang yang tadinya hampir di tabrak Dimas. Hanya menoleh, mendengus kesal kemudian kembali melanjutkan langkahnya"Kalau jalan matanya dipakai, untung saja tadi badanmu belum sempat menyentuh baju suami saya. Bisa ketularan miskin nanti!" Seorang perempuan separuh baya dengan penampilan sangat modis masuk sambil terus menggerutu. Membuntuti lelaki yang tadi hampir menabrak Dimas."Eh, kalau ngomong-""Sudah sayang, tidak usah diladeni," potong Dimas dengan suara teramat pelan pada Naya yang terlihat sangat emosi. "Apa kabar Faris, bagaimana? Apakah kamu sudah sehat?"tanya lelaki yang hanya berdiri saja di sebelah pembaringan Faris."Saya sehat, Pak Yunus. Alhamdulillah." Faris menjawab dengan raut wajah yang berbeda mungkin dirinya ikut merasa sangat kesal karena lelaki yang di hadapannya memperlakukan Dimas dengan sa
“Bagaimana dengan Naya?" tanya Faris pada ayah Damar yang menyambut dirinya saat menyusul ke ruang ICU."Siapa mereka Faris? Ada masalah apa hingga terjadi hal yang bahaya seperti ini." tanya ayah Damar, bukannya menjawab apa yang Faris tanyakan, malah balik bertanya tentang orang yang menyebabkan Naya celaka di depan matanya."Mereka adalah kedua orang tua Rika, Ayah." Faris menjawab dengan wajah penuh sesal bercampur kesal, tak menyangka dua orang tua yang dulunya pernah sangat dia hormati, kini malah bersikap keterlaluan pada keluarganya."Mereka menjengukmu ataukah ada hal yang lain yang sedang kamu sembunyikan dariku?!" Ayah Damar kembali bertanya dengan tatapan penuh selidik, apalagi dia sempat melihat bagaimana sikap kedua orang yang sudah membuat begitu kerasnya Naya terhempas ke tembok. Faris terlihat menarik napas panjang, dan tak mempunyai pilihan selain berkata yang jujur pada lelaki yang sudah dia anggap sebagai pengganti sang Papa.Tak menunggu lama kemudian Faris pun