“Kai, apa hari ini kamu tidak ke kantor?” Suara Krystal bertanya kala dirinya dan Kaivan telah tiba di kamar mereka. Ya, sepulang dari pengadilan memang Kaivan langsung mengajak Krystal untuk pulang. Padahal tadinya Krystal pikir, Kaivan hanya mengantarnya saja. Sedangkan suaminya itu aka pergi ke kantor. Tetapi kenyataannya, tidak demikian.“Tidak. Doni yang nanti akan mengurus pekerjaanku.” Kaivan mengajak Krystal duduk di sofa terdekat dengan mereka. Pun Krystal hanya menurut.“Kai, aku ingin bertanya sesuatu,” ucap Krystal seraya menatap Kaivan yang duduk di sampingnya. Nada bicaranya tersirat begitu pelan dan hati-hati. Seolah dirinya takut akan salah bicara. Sesekali Krystal menggigit bibir bawahnya. Dan gerakan Krystal itu tak luput dari pandangan Kaivan.“Jangan meggigit bibirmu, Krys.” Kaivan membelai bibir ranum ranum Krstal dengan jemari kokohnya. Tatapan kaivan menatap manik mata cokelat terang Krystal. “Kamu ingin bertanya apa?” tanyanya dengan tatapan yang benar-benar me
Farel membanting kasar remote televisi yang ada di tangannya. Amarah dalam dirinya meledak ketika melihat pemberitaan tentang perceraian Kaivan dan Livia. Sesaat Farel mengatur emosinya. Hingga detik ini, Farel masih belum berbicara dengan Kaivan. Tepatnya sejak kejadian di mana Livia berselingkuh, dia seolah menghilang dan tidak mau berbicara dengan putranya sendiri. Tak dipungkiri Farel masih tidak menyangka kalau Livia akan berselingkuh. Selama ini dia mengenal menantu kesayangannya itu memiliki sifat yang sangat baik. Pun Farel sudah menganggap Livia seperti putri kandungnya sendiri. Namun kenyataan semuanya hancur begitu saja. Kepercayaan Farel sudah tidak ada lagi pada Livia. Wanita yang dia pilihkan untuk putra sulungnya telah mengkhianati putranya. Hal yang membuat Farel marah adalah dia hadapkan dengan kenyataan, Kaivan memiliki istri baru yang bukan sesuai keinginannya.“Pa, tenangkan dirimu.” Elisa berujar kala melihat sang suami yang tampak begitu marah.Farel mengembuskan
Krystal menatap deretan dress-dress miliknya yang tertata rapi di wardrobe-nya. Tampak raut wajah Krystal terlihat bingung. Memilih salah satu di antara banyaknya dress yang indah di hadapannya itu. Pasalnya, Krystal benar-benar tidak tahu harus memilih yang mana. Semua dress yang ada di depannya sangat mengagumkan. Ya, tepatnya kemarin sang pelayan menata dress kiriman dari salah satu perancang ternama Indonesia. Tentu ini adalah ulah Kaivan. Krystal saja tidak menyangka, kemarin dirinya mendapatkan begitu banyak kiriman paket yang berisikan dress-dress indah dari seorang designer ternama. Dan ketika Krystal tahu Kaivanlah yang memesan, sungguh Krystal tidak habis pikir. Kaivan membelikan pakaian untuknya seperti dirinya tidak memiliki baju. Bahkan Krystal bisa membuka butik dari pakaian yang dibelikan Kaivan ini. “Aku harus pakai yang mana? Semuanya indah,” gumam Krystal dengan raut wajah yang bingung. Hari ini adalah hari yang bisa dikatakan hari yang membuat Krystal gugup, cemas,
Krystal melangkah masuk ke dalam halaman belakang rumah mengikuti Elisa—ibu mertuanya yang berada di depan. Sebuah taman yang luas, dan tertata begitu rapi. Ya, Krystal mengagumi rumah dari mertuanya itu. Rumah yang entah memiliki ukuran berapa meter persegi. Rumah ini sangat besar dan mewah. Bahkan jauh lebih besar dari rumah yang ditempatinya dengan Kaivan.“Mengagumi rumah ini?” Elisa menatap Krystal yang sejak tadi tak henti menatap keindahan taman belakang rumahnya. Nada bicaranya pelan namun terdengar angkuh.Krystal tersenyum. “Rumah Bibi sangat indah.”Elisa menatap dingin Krystal. Melihat seluruh penampilan wanita yang ad di hadapannya ini. Ya, Elisa mengakui Krystal memiliki wajah yang sangat cantik. Kulit putih bersih. Penampilannya pun modern dan tidak memalukan. Andai saja Krystal lahir dari keluarga yang terpandang, mungkin dirinya akan memberikan restu.“Aku dengar kedua orang tuamu sudah tiada?” Elisa memulai percakapannya. Meski dia telah mengetahui tentang Krystal da
“Kai…”Suara lembut Krystal memanggil Kaivan ketika dirinya dan Kaivan telah memasuki kamar mereka. Ya, sepulang dari rumah orang tua Kaivan; Kaivan langsung membawa Krystal pulang. Tampak wajah Kaivan yang masih kesal dan marah. Bahkan sepanjang perjalanan Kaivan tidak berbicara sepatah kata pun pada Krystal. Pun Krystal memilih diam. Namun, lain halnya ketika tiba di rumah. Krystal tidak bisa jika Kaivan hanya diam.“Gantilah baju, Krys. Setelah itu istirahat. Aku ingin ke ruang kerjaku.” Kaivan berucap dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi. Didetik selanjutnya, Kaivan hendak meninggalkan Krystal. Namun dengan cepat Krystal menahan lengan Kaivan. Mencegah suaminya itu untuk pergi.“Kai, kamu marah, ya?” ucap Krystal pelan. Dia menggigit bibir bawahnya, sedikit takut melihat raut wajah Kaivan yang tampak menyeramkan jika marah.Kaivan mengembuskan napas kesal. Meredakan amarah dalam dirinya. “Kenapa kamu hanya diam ketika ibuku mengatakan itu padamu, Krys? Harusnya kamu me
\“Krystal, jadi benar Kaivan dan Livia bercerai? Lalu kabar perselingkuhan Livia itu benar atau tidak? Astaga, Krystal seluruh Ballerina membicarakan gossipmu ini. Namamu hangat menjadi bahan pembicaraan. Telingaku dan Nadia sampai sakit namamu selalu disebut-sebut.” Maya berujar dengan nada yang mencerca Krystal agar menjawabnya. Bukan hanya Maya, tapi Nadia pun mencerca Krystal. Bagaimana tidak? Berita tentang Krystal adalah istri simpanan telah sukses menyita perhatian banyak orang. Banyak orang yang menghujat Krystal tanpa mau tahu kebenaran apa yang terjadi di antara Kaivan, Krystal, dan Livia.Kini Krystal, Maya, dan Nadia baru saja selesai latihan balet. Mereka sedang berada di ruang istirahat. Menjauh dari para Ballerina lain yang sejak tadi tak henti membicarakan Krystal. Jika Krystal terlihat sabar dan tenang ketika menjadi bahan olokan, lain halnya dengan Maya yang selal naik darah tiap kali ada yang menjelek-jelekan Krystal. Well, tak dipungkiri istri simpanan akan sela
“Krystal, kenapa kakakku belum pulang? Tadi dia bilang satu jam lagi. Tapi kenapa sudah malam kakakku belum datang juga? Menyebalkan sekali.”Felicia menggerutu seraya melihat jam dinding. Waktu menunjukan pukul delapan malam tapi malah Kaivan belum juga datang. Padahal tadi kakaknya itu akan mengatakan satu jam lagi akan pulang. Kenyataannya hingga detik ini kakaknya belum juga datang.“Hm, Felicia. Sabar, ya. Mungkin Kaivan sedang meeting. Sebentar aku akan menghubungi Kaivan dulu.”Krystal segera mengambil ponselnya yang terletak di atas meja, lalu mulai menghubungi nomor Kaivan. Namun, satu, dua, hingga tiga kali Krystal menghubungi nomor Kaivan tidak ada satu pun jawaban dari suaminya itu.“Bagaimana, Krys? Apa kakakku menjawab?” tanya Felicia yang tak sabar. Tatapannya tak lepas menatap Krystal.“Tidak, Felicia. Mungkin Kaivan sedang sibuk,” jawab Krystal pelan. Jujur saja, Krystal pun bingung. Padahal tadi sore Kaivan bilang akan pulang dalam waktu satu jam lagi. Tetapi hingga
Saat mobil yang dilajukan Kaivan mulai memasuki halaman parkir, Kaivan langsung menolehkan kepalanya ke samping melihat Krystal. Namun, baru saja dia hendak meminta Krystal untuk turun; istrinya itu sudah tertidur begitu lelap. Ya, malam semakin larut. Jelas saja Krystal begitu mengantuk. Pasalnya, Krystal sangat jarang tidur larut malam. Didetik selanjutnya, Kaivan turun dari mobil seraya membopong tubuh Krystal gaya bridal. Dan ketika Kaivan hendak masuk ke dalam rumah, tatapan Kaivan teralih pada mobil Aryan yang baru saja memasuki halaman parkir. Kaivan menghentikan langkahnya. Menatap dingin Aryan dan Felicia yang baru saja turun dari mobil.“Masuk kamar, Felicia,” tegas Kaivan dengan tatapan yang menyorot pada adiknya itu.Felicia memutar bola matanya malas. Kakaknya ini begitu berlebihan. Padahal ini masih sore. Apa salahnya ke klub malam? Duduk bersantai menikmati musik dan minum alkohol. Itu adalah hal normal yang biasa Falicia lakukan selama di Amerika jika jenuh dengan kuli