Share

Bab 7 Bangsal ICU

Baskoro masih diam membisu, pikirannya dibiarkan bebas berkelana, lebih memilih memanjakan matanya untuk menikmati nuansa malam di apartemen miliknya. Dengan posisi duduk di balkon, ditemani semilir angin malam, belum mampu membius kedua matanya untuk terlelap. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, namun perasaannya masih gusar. Informasinya dari kaki tangannya terkait ledakan di sebuah proyek masih mengganggunya.

"Aneh, kenapa proyek seperti itu bisa meledak? Dan sepertinya polisi angkat tangan terhadap kasus tersebut." pikir Baskoro. "Profil pemiliknya juga misterius, Ayyas! Apa dia pemain baru di bisnis ini." gumam Baskoro.

Bunyi ponsel di atas nakasnya terdengar, segera Baskoro melangkahkan kakinya menuju sumber suara tersebut. Terlihat sebuah nama Garvin muncul di layar ponselnya. Segera dia meraih benda pipih tersebut dan menekan tombol berlogo telepon warna hijau.

Terdengar suara familiar diseberang telepon. "Hallo Bas, kamu besok ada agenda? Aku rencana besok tiba di Indonesia." seru Garvin bersemangat.

"Besok pagi aku ke kampus, siang di rumah sakit, aku bisa jemput kamu di Bandara disaat jam istirahat." Jelas Baskoro dengan sorot mata tajam .

"Aku ada urusan sedikit, tidak usah dijemput, sorean saja kita ketemu. Untuk lokasinys nanti aku kabari lebih lanjut." Seru Garvin.

"Oke kalau begitu, aku tunggu informasi lebih lanjut." ucap Baskoro menutup percakapan di telepon.

Baskoro melangkahkan kakinya menuju tempat tidur. Tak berapa lama tubuhnya sudah berbaring, perlahan rasa kantuk datang menghampiri membawa Baskoro mengistirahatkan tubuhnya.

*****

Frans masih berkutat dengan berkas laporan, satu persatu masalah sudah ditangani. Joy dengan sabar mendengarkan penjelasan dari Frans untuk tindak lanjut penanganan proyek yang sempat tertunda. "Ini sudah vacum selama tiga hari, kita sudah tertinggal deadline." Jelas Frans dengan raut wajah kesal.

"Waktu dua hari sudah dimanfaatkan untuk pembersihan lokasi yang terbakar, dan sekarang posisinya sudah 90% siap digunakan untuk bekerja kembali." Terang Joy menjelaskan kondisi dilapangan.

"Pastikan untuk memulai kerja dua hari kedepan, serta segera urus pencairan asuransi proyek?" titah Frans.

"Ini kerja cepat Frans, dua hari harus urus semua peralatan dan administrasi harus beres?" seru Joy keberatan.

"Jalankan sistem lembur untuk persiapan dua hari ini, kerahkan karyawan untuk mulai menata ulang tempat kerja. Awal bulan depan aku akan mulai fokus sidak ke proyek ini." tegas Frans.

"Aku harus mulai persiapan berhenti dari kegiatan kampus, kepanitian ini yang terakhir, dan untuk urusan organisasi jurusan, aku bisa terus undur diri dengan alasan ada tugas pengabdian masyarakat." pikir Frans mulai menata rencana hidupnya.

"Jangan lupa update laporan untuk korban di ICU Joy, dan pastikan urus biaya pengobatan mereka dengan asuransi yang tersedia." Joy heran menatap Frans, "untuk korban ICU juga ada laporannya." Pikir Joy namun tidak berani bertanya lebih lanjut.

"Ini sudah beres, pastikan kedua orang tuaku tidak mengetahui terkait insiden ini. Aku akan segera kembali ke Surabaya, besok aku akan ke kampus." Jelas Frans, segera beranjak meninggalkan ruangan tersebut.

Jam tangan Rolex yang melingkar ditangan Frans menunjukan pukul 03.00 dini hari. Perjalanan dengan kendaraan roda empat semoga bisa cepat sampai tujuan, mengingat kondisi jalan raya masih lenggang, serta alternatif jalan Tol yang dipilih drivernya Frans untuk melajukan mobil pajeronya menuju Surabaya. Rasa penat yang menghampiri tubuh Frans, membuatnya nyaman untuk tidur didalam mobil.

*****

Zeni masih setia menemani kedua orang tuanya di bangsal ICU. Sesaat dia melihat ke arah Tante Denti. "Kasihan Tante Denti, jam segini masih terjaga, padahal dia sendiri juga sakit." pikir Zeni.

"Tante, nanti pagi pulang ya, istirahat di rumah, tante tidak boleh terlalu capai, nanti daya tahan tubuh tante terforsir." ucap Zeni dengan menggenggam jari jemari tande Denti.

"Tante tidak apa-apa Zen, nanti kamu sendirian. Kemarin udah gantian nunggu dirumah sakit dengan saudara ayah kamu, lagian sekarang Tante udah baikan, sejak selesai kemoterapi kondisi kesehatan Tante jauh lebih baik." ucap Tante Denti dengan raut wajah meyakinkan. "Walaupun sebenarnya dia berbohong pada Zeni, akhir-akhir ini kondisi tubuhnya melemah, namun dia tidak mau membuat khawatir semua orang apalagi dengan kondisi saat ini." bisik Denti dalam hati.

Melihat jawaban Tante Denti yang meyakinkan Zeni merasa yakin walaupun sebenarnya hubungan keluarga bapak dengan keluarga ibu kurang baik. walaupun sudah lahir Zeni dari pernikahan mereka, tetap saja sikap keras kepala keluarga Bapak belum merestui hubungan pernikahan mereka sampai saat ini.

"Kalau begitu nanti siang Tante pulang ya? Bujuk Zeni. Aku rindu masakan Tante, sekalian dibawakan baju gantiku." pinta Zeni dengan senyum tulusnya.

"Baiklah, kalau kamu mau masakan Tante, nanti tante pulangnya sekalian belanja ya? kamu mau masuk dimasakin apa Zen?

"Heem... apa saja dech, yang penting Tante tidak kecapean ya?

"Oke, nanti tante pulang jam 09.00 pagi saja ya? Takutnya mang sayur yang mangkal diujung komplek rumah sudah pergi."

"Siip Tante, jangan lupa bawa baju ganti Zeni ya? Tiga stel gamis dan atasan kaos beserta bawahannya."

"Iya, nanti tante siapin ya? Tante tidak lupa pesannya Zeni." ucap Tante Denti bersungguh-sungguh sembari mencatat diponsel barang titipan Zeni.

Zeni hanya tersenyum melihat tingkah laku Tante Denti, memang sejak rajin perawatan kemoterapi, daya ingat Tante Denti menurun, namun dia selalu rajin untuk mencatat semua kegiatan di memori ponselnya.

Akhirnya keduanya hanya bisa terdiam, menyelami pikirannya masing-masing. Berharap agar kondisi ini segera berakhir dan menunggu datangnya kebahagiaan.

*****

Semburat warna jingga menyambut datangnya sinar matahari disertai hembusan semilir dinginnya udara pagi membuat tubuh Zeni terasa segar. Setelah selesai menunaikan sholat subuh yang bergantian dengan Tante Denti, Zeni memilih untuk beristirahat di serambi musholla rumah sakit. Dia mengambil ponselnya didalam tas, melihat daya baterainya lemah dia segera mencari arus listrik di area masjid untuk men-charge ponselnya. Setelah dirasa aman, dia akan menunggu selama 2 jam sampai baterai diponselnya penuh. Disebelah masjid terdapat minimarket full 24 jam, dia melangkahkan kakinya menuju minimarket. Segera dia membeli perlengkapan mandi, beserta teh manis dan aneka Snack basah untuk mengganjal perutnya. Tak lupa dia sisihkan juga untuk Tante Denti. Selesai membayar di kasir, dia segera menuju serambi masjid, duduk dan menikmati teh hangat. Setelah perutnya terisi Zeni bersegera membersihkan tubuhnya di kamar mandi musholla. Ya, area kamar mandi musholla di rumah sakit memang dirancang untuk penunggu keluarga pasien yang menginap di rumah sakit. Dimana tersedia tempat yang terpisah antara toliet dengan kamar mandi.

Selesai membersihkan diri, Zeni segera mengambil ponselnya, terlihat baterainya baru terisi 50%. "Heem, baru satu jam isi daya baterai ponselnya." gumam Zeni. Segera dia meletakkan kembali ponselnya keposisi semula. Dia memilih duduk bersandar duduk diserambi masjid, sambil membaca sebuah buku yang selalu dibawa di ranselnya. Bunyi nada dering terdengar dari ponselnya. Segera dia berjalan untuk mengambil ponselnya.

"Assalamu'alaikum." Renyah suara Zeni terdengar saat membuka percakapan di telepon.

"Wa'alaikumussalam, Zen, hari ini kajur ada waktu kosong, kemarin sore aku dan Giant sudah meminta waktu untuk konsultasi, kalau bisa pagi ini kamu ke kampus ya?" ucap Rian dengan tergesa-gesa.

"Aku belum bisa ke kampus Rian, suratnya untuk kajur sudah aku titipkan ke Frans." Jawaban Zeni membuat dahi Rian berkerut. "Mengapa Zeni menitipkan surat kepanitian ke Frans, padahal Frans beda jurusan?" gumam Rian yang hanya dapat terdengar di lubuk hatinya.

"Rian, aku boleh minta tolong, hari ini sampai Sabtu aku ijin tidak masuk kuliah, nanti saat kamu absensi di daftar hadir, isi kolom namaku dengan keterangan ijin ya?" pinta Zeni

"Apa! Terkejut Rian mendengar ucapan Zeni.

"Iya, tadi malam aku sampai Ngawi, ada urusan mendesak." jelas Zeni.

"Oke, nanti absensi aku isi ijin. Kamu kalau ada info penting kabari aku ya?" selidik Rian.

"Iya, tenang saja. Oh iya Rian, kemarin aku sudah masukin surat ke Dekan Fakultas, tapi untuk konfirmasi jawabannya hari ini. Apa kamu bisa menemui pak Anto selaku TU fakultas untuk menanyakan hasilnya?" pinta Zeni.

"Iya. Tentu saja. Nanti kamu saya kabari." Jawaban Rian menenangkan Zeni.

"Terima kasih." Sembari menutup percakapan di telepon.

Sesaat kemudian layar ponsel Zeni berdering, terlihat nama Tante Denti muncul di layar ponselnya. Dia segera menerima panggilan tersebut. Terdengar suara Tante Denti yang histeris disertai isak tangis yang pilu. Tanpa mematikan sambungan telepon, Zeni segera menuju ruang ICU.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status