Bab 8. Stop Menjadi Sapi Perah
=====
“Aku akan pergi dari sini! Berhenti mengharapkan aku menjadi sapi perah kalian!”
Alisya memeluk putrinya sambil berjongkok. Meniup dan mengusap bekas cengkaraman sang nenek yang membiru di tangan mungil sang putri.
“Mas Fajar! Sayang! Lho, kok, ada Alisya? Dia gak kerja?”
Desy berdiri kaku di ambang pintu. Semua melongo, suasana semakin tegang.
Tak ada yang berani memulai pembicaraan. Sang mertua bahkan berhenti meringis kerena kesakitan bekas gigitan Rena.
Fajar memucat. Desy mematung.
“Masuk kamar dulu, Sayang! Rena tunggu Mama di kamar, ya!” Alisya menggendong putrinya masuk ke dalam
Bab 9. Menunda Minta Talak=======“Keputusan yang sangat tepat, Alisya!” Wanita paru baya itu tersenyum culas.“Ya, keputusanku menunda meminta talak, memang langkah yang paling tepat saat ini. Tapi ini hanya menunda. Perlu Mama ketahui, aku akan mencari cara yang paling tepat untuk menyampaikan hal ini pada orang tuaku di kampung.”“Lakukan saja, kalau kau mau cepat-cepat jadi anak yatim!” ancam mertuanya.“Dan kamu, Mas! Meski aku menunda perpisahan kita, aku tetap menganggap kalau kamu bukan suamiku lagi. Jadi, gak perlu main kucing-kucingan untuk memasukkan kekasihmu ini ke dalam kamar! Silahkan saja! Karena aku sudah tak peduli!”“Alisya
Bab 10 Mulai Membangkang Kepada Suami dan Mertua======“Kak, dipanggil Mas Fajar!” Intan mengetuk pintu kamar Rena. Alisya tengah menidurkan putrinya di dalam.“Sebentar!” Alisya memastikan putrinya pulas. Setelah yakin, wanita itu melangkah keluar, bukan karena patuh, tetapi karena tak ingin menambah masalah bila dia membangkang.Keluarga benalu itu tengah makan malam rupanya. Mereka berkumpul di meja makan.“Rena mana?” Ramah sang mertua menyambutnya. Tumben, dia perhatian kepada cucunya. Pasti ada maunya. Mungkin mertuanya berpikir sekarang semua sudah baik-baik saja, karena Alisya gagal meminta pisah tadi siang. Namun, bagi Alisya ini bukan suatu kekalahan, melainkan awal dari perjuangan.“Dia sudah tidur.
Bab 11. Tendangan Alisya Membuat Fajar Meringis Tak Bersuara==========“Kamu memang udah biasa naik angkot. Perempuan kampung, naik angkot itu udah mewah banget. Dari kecil hidup di lingkungan keluarga miskin, gak kenal apa itu mobil pribadi. Beda dengan Fajar dan Intan. Dari kecil sudah hidup mewah, gak pernah sejarahnya naik angkutan umum!” Sang Mertua makin meradang.Sakit hati Alisya mendengar itu. Jadi, itu sebabnya dia dibabukan selama ini? Begitu rendah harga dirinya di mata mertuanya. Alisya ingat, sejak awal dirinya memang tak disukai oleh ibu mertua. Sudah lebih seribu kali wanita itu mengatai dirinya sebagai perempuan kampung. Memang benar dirinya adalah perempuan yang berasal dari kampung, sama seperti Desy, yang juga bearasal dari kampung. Tetapi kenapa Desy diperlakukan berbeda? Apakah karena Desy putri dari adik kandungnya?
Bab 12. Tempat Kerja Baru Alisya=======“Alisya … apa yang kau lakukan?” Fajar meringis sambil memegangi bagian tubuhnya yang terkena tendangan Alisya. Keringat dingin mengalir deras di kening kepalanya. Mulut lelaki itu mengaduh tetpi tak bersuara. Dia khawatir seisi rumah, terbangun, dan mengetahui kesialan yang tengah menimpanya.“Sya!” lirihnya menyebut nama istrinya sekali lagi.Alisya tak menjawab. Wanita itu beringsut turun dari ranjang. Mengancingkan bra dan seluruh kancing gaun tidurnya yang sudah sempat terbuka, lalu berjalan memungut celana panjang Fajar yang tergeletak di atas lantai.Merogoh setiap saku celana itu, Alisya menemukannya. Anak kunci itu dia keluarkan dari salah satu sakunya. Lalu berjalan menuju pintu tanpa rasa bersalah apalagi penyesal
Bab 13. Fajar Menjadi Bayangan Kelam Di Tempat Kerja Baru Alisya=======“Pak Deva, Mas Raja? Satu di panggil Pak dan satu lagi dipanggil Mas?” Alisya mengernyit.“Ya, Pak Deva gak mau dipanggil Mas. Mas Deva gak mau dipanggil Pak. Kebalik. Seperti langit dan bumi perbedaan keduanya.”“Oh.”“Kalian sudah datang?” Pak Dirut menyapa Alisya.Sesaat penghuni meja makan itu menatap Alisya dan putrinya, tetapi tak ada yang merespon keberadaannya. Kecuali lelaki yang dipanggil Bik Siti denga sebutan Mas Raja. Pemuda itu melemparkan senyum ramah pada Alisya dan Rena. Alisya mengangguk sopan.Deva yang semula cuek, kembali menoleh ke arahnya. Lebih tepat kea rah Rena. Ma
Bab 14 Rena Mencuri Hati Majikan Bunda====Raja menatap lekat wajah Alisya, mencoba membongkar memori di otaknya. Wajah mengetat itu, tiba-tiba mengendur, terang, dan senyumnya pun mengembang. Alisya justru berdebar. Jangan sampai Raja mengenali dirinya sebagai istri Fajar. Alisya tak ingin keluarga majikannya tahu, prihal kehidupan rumah tangganya yang di ambang kehancuran.“Hey, kamu kekasih Fajar, bukan?”Alisya tersentak. Apa yang ditakutkannya terjadi juga. Cari akal, Alisya! Berpikir! Ayo berpikir!”“Iya, aku ingat. Fajar pernah nunjukin foto kamu di facebooknya. Kalau tidak salah, kalian bahkan akan menikah? Atau sudah menikah, ya? Aku gak terlalu ngikutin lagi, sibuk kuliah ngambil Master. Tapi, kok sekarang foto gadis yang di facebook Fajar bukan k
Bab 15. Alisya Merebut Kedudukan Fajar========“Danan nangis, Nenek!”“Iya, Sayang!”“Oh, iya! Kamu siapa sebetulnya?” Wanita itu menatap Alisya beberapa saat kemudian.Alisya menceritakan semuanya, termasuk apa sebab dia dipindah tugaskan di rumah ini.“Jadi, itu yang membuat putri kamu trauma pada sosok seorang nenek, dan itu alasan kamu membawa dia ke pabrik?”“Ya, seperti itu, Bu, maafkan saya. Tapi sungguh, saya sangat butuh pekerjaan ini. Saya mohon, agar Ibu bisa memakluminya. Tolong jangan pecat saya, Bu.”“Kamu sarjana?” Sang Nyonya Dirut masih menyelidiki.
Bab 16. Prahara Keluarga Sang Direktur=====Suasana pagi itu berubah semakin tegang. Alisya baru sadar sekarang, ternyata pemilik perusahaan penghasil sarung tangan terkenal dan nomor satu itu adalah Istri sang Direktur Utama. Ketegangan itu justru dia penyebabnya. Entah mengapa sang Nyonya Besar begitu bersimpati padanya. Pekerjaan baru yang lebih bagus di kantor, disediakan oleh wanita terhormat itu untuknya.Apakah karena kehadiaran Rena? Anak yang justru dianggap anak sial oleh suami dan keluarga dari pihak suaminya, ternyata justru menjadi anak pembawa rahmat bagi Alisya. Dewi fortuna itu, justru terpancar dari putrinya. Ini murni rezeki Rena, aku sangat bersyukur, tetapi, aku tak mau egois, aku tak akan biarkan keluarga ini berselisih pendapat hanya karena memberika posisi di kantor untukku. Aku akan mem