Malam menyapa dengan suasana yang lebih tenang. Tampak Zia yang bersantai di kamar, sedangkan Nat telah pergi sedari tadi.Ponsel sudah ada di tangannya. Ia juga sudah memeriksa pesan masuk. Salah satu pesan adalah kemarahan Mamanya, karena ia kabur dari acara pertunangan yang sudah diatur sedemikian rapi.Zia hanya tersenyum tanpa membalas. Ada baiknya juga ia disini, sehingga bisa lepas dari pertunangan yang sangat tidak diinginkannya.Brak !Pintu kamar Zia dibuka dan dibanting dengan begitu kuat."Gadis keras kepala ! bisa-bisanya memanfatkan anak kecil untuk mendapatkan apa yang kau mau !" Damian yang baru saja datang, membanting pintu kamar Zia dengan sangat kencang.Zia tampak ketakutan melihat wajah Damian yang terlihat penuh kemarahan.Damian mencengkram kerah baju Zia dengan sangat kuat."Sudah aku katakan ! jika keadaan aman, aku akan mengantarkanmu pulang ! dengan mengambil ponsel dan menghubungi keluargamu, maka keberadaanmu akan diketahui dengan mudah !" Damian benar-be
Hari berganti, sudah tiga hari lamanya Dru menghilang tanpa kabar. Selama itu juga Yuki terus saja bertanya pada Kendra mengenai keberadaan Drupadi. Makanpun harus dibujuk Yuri dan juga Nara. Kendra memberikan alasan pada Yuki, jika Dru sedang ada tugas keluar negeri. Berusaha menenangkan Yuki, sambil menenangkan hatinya sendiri.Kendra gelisah, sangat gelisah tanpa Drupadi. Lebih baik mendengarkan omelan dan juga larangan dari Drupadi daripada harus tanpanya.Berdiri di balkon, menyalakan rokok, menghisapnya dalam sambil menatap langit malam yang ditaburi bintang. Hal yang dua hari ini dilakukannya sepulang dari kantor. Teman-temannya mengajak pesta malam seperti biasa, tapi hal itu tidak mendinginkan perasaannya yang ingin tahu bagaimana keadaan Drupadi."Dru ... kamu dimana ? kenapa tanpa kabar ?" gumam Kendra lalu kembali menghisap rokoknya sehingga tidak menyadari seseorang yang berdiri di belakangnya.Greb !Pelukan hangat membuatnya kaget."Lepaskan aku Retha, jangan seper
Pagi yang cerah, tapi tidak bagi hati Kendra. Ingatannya pada Drupadi masih terus menari."Kenapa mimpi tadi malam itu seperti nyata ? aku memeluk Drupadi dengan sangat erat. Merasakan harum khasnya," monolog Kendra sambil memeluk bantal gulingnya, masih malas untuk beranjak dari atas ranjang.Cklek !"Kendra ... sayang !" Raina, Mama Kendra tampak berteriak pada Kendra yang belum mau beranjak dari ranjang."Kenapa teriak-teriak sih Ma ?" Kendra berbalik untuk melihat Mamanya."Kamu mabok ya, tadi malam ?" Tanya Raina yang hanya mendapat cengiran dari Kendra."Hmmm ... Mama enggak mau hal buruk terjadi lagi, apalagi Dru sedang tidak bersamamu." Raina mengomel pagi pada Kendra yang segera bangun dan mendengarkan tanpa membantah."Iya, Ma," jawab Kendra singkat."Apa Dru masih masih lama perginya ? Yuki terusa saja menanyakan keberadaanya." Raina menatap Kendra mencari jawaban. Sejak semalam ia gelisah, karena Yuki mulai mogok makan lagi."Apa Yuki mogok makan lagi ?" tanya Kendra ikut
Drupadi POVKendra, nama itu terus bermain di dalam pikiranku. Sejujurnya bukan hanya untuk mengobati diri. Aku sengaja menjauhinya untuk meyakinkan hatiku, jika aku tidak menyukai pria yang merupakan bos ku tersebut. membunuh perasaan suka, yang diam-diam menghujam hatiku. Aku takut rasa ini akan makin menjalar dan berakar kuat.Ya, lebih baik begini, menghindarinya sementara waktu. Aku berharap, Kehadiran Aretha bisa membuat hatinya melupakanku secara perlahan. Dan hanya mengharapkan aku kembali karena aku pengawalnya, bukan karena rasa suka, atau rasa rindunya padaku.Tapi sialnya, semakin menjauh, aku malah semakin ingin melihatnya. Baru kali ini perasaan kehilangan dan rindu mendera teramat kuat. Hanya saja, aku juga harus tahu diri.Aku tahu jika Kendra sering uring-uringan melalui laporan dari Fin. Tapi biarlah, aku juga ingin melihat sejauh mana dia akan terus ingat padaku. Jika terus begini, maka ia akan bosan dengan sendirinya. "Kendra...," desahku pelan sambil menatap la
Pagi sudah mulai beranjak siang. Tapi terlihat Kendra yang masih meringkuk nyaman. Ia malah menarik selimut agar menutupi tubuhnya. Tapi saat ingat sesuatu, Kendara segera bangun. Tentu saja mencari Drupadi. Tapi tidak ada sosok bodyguardnya itu di dalam kamar. Padahal, semalam ia tertidur dengan merebahkan kepala pada pangkuan Drupadi."Aish .... pergi kemana lagi dia ?" kesal Kendra lalu segera beranjak dari sofa, tempat ia tidur semalaman.Kendra keluar kamar untuk mencari sosok yang sangat dirindukannya itu.Tapi sampai mengobrak-abrik kamar Dru, juga tidak tampak batang hidungnya. Kendra benar-benar frustasi. Ia berjalan menuju tempat latihan dan juga taman belakang yang biasa digunakan Drupadi untuk berolahraga, juga nihil."Aku akan mengurungmu di kandang macan kalau ketemu !" monolog Kendra dengan hati yang sangat kesal sambil meremas rambutnya.Ia lalu kembali lagi ke kamar dan segera menghubungi bodyguardnya tersebut. Tapi nomor yang dihubungi tidak aktif. "Sial !" maki Ke
"Ehmmm !" Satu deheman membuat Drupadi refleks mendorong Kendra."Eh Kakak !" Kendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dibawah tatapan mengintimidasi yang ditunjukkan oleh Nara."Kalian ?" tanya Nara dengan tatapan tajam.Drupadi tampak bingung, karena selama ini, Nara menganggap dirinya adalah seorang laki-laki. Jadi, pasti saat ini, Nara berpikir kemana-mana."Itu ... aku tadi mengucapkan terimakasih karena Dru memiliki rekaman saat Aretha mencoba menjebakku." Kendra akhirnya menceritakan masalah ancaman Aretha untuk mengalihkan tanda tanya besar yang saat ini bercokol di kepala Nara pada apa yang dilihat tadi. Nara tampak manggut-manggut sambil sesekali melirik ke arah pemuda yang telah menyelamatkan anaknya itu dengan tatapan menyelidik tapi disertai senyum manis. Nara selalu dan akan selalu merasa berhutang budi pada pemuda yang sekarang menjadi bodyguard adiknya itu. "Hmmm ... kamu harus hati-hati pada Aretha. Sejujurnya Kakak tidak menyukai tingkahnya. Atlana lebih sopan
Akhirnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan, mereka tiba di kuil yang berada di perbukitan yang jauh dari pemukiman."Kamu capek ?" tanya Drupadi mengkhawatirkan Kendra."Selama sama kamu, capeknya hilang." Gombal Kendra, walau sebenarnya ia sangat capek. Tapi, demi menemani Drupadi, rasa lelah itu hilang. "Hadeh ... bagaimana aku bisa sebucin ini sama Drupadi,"batin Kendra sambil tersenyum.Tapi sayang, perjalanan jauh mereka harus menemui kesia-siaan, karena Biksu yang mereka cari, tidak ada di tempat. Beliau sedang pergi selama berbulan-bulan dan tidak bisa dipastikan kapan kembali.Drupadi duduk sambil menatap langit yang mulai gelap."Ayo kita kembali, apa kamu tidak merasa lapar ?" "Kamu lapar ?" Bukannya menjawab, Drupadi malah balik bertanya. Karena dia tahu, Kendra bertanya begitu bukan menanyakannya, tapi mengajaknya untuk makan. Kendra mengangguk malu-malu karena ketahuan menahan lapar."Ayo cari makan, setelah itu kita pulang." Drupadi tersenyum pada bos nya tersebu
Drupadi dan Kendra diikat bersama di sebuah ruangan pengap dan juga gelap. "Ken .... kamu baik-baik saja ?" tanya Drupadi khawatir pada keselamatan Kendra."Aku baik-baik saja, kamu bagaimana. ?" tanya Kendra yang juga tidak kalah khawatirnya pada Drupadi. Apalagi lengan Drupadi masih terluka karena melindungi dirinya."Aku baik, tenanglah, semoga bantuan segera datang." Drupadi masih berharap, teman-temannya akan menemukan dirinya dan juga Kendra.Brak !Pintu ruangan terbuka, menampilkan para penculik yang menatap tajam ke arah Kendra dan Drupadi."Jika kalian hanya membutuhkan aku sebagai sandera, maka lepaskan temanku ini !" Teriak Kendra kesal ke arah penculik yang malah tertawa nyaring."Ini, tandatangani kertas ini, setelah itu kalian bisa bebas," ucap salah satu penculik yang berwajah lebih garang daripada teman-temannya."Apa ini ? aku tidak mungkin menandatangani kertas yang aku sendiri tidak tahu apa itu !" Kendra menolak untuk menandatangani kertas tersebut."Bugh !" Sat