"Ada apa ini?"
Kiara dan bu Marwah serentak memandang Kezia yang baru saja masuk di ikuti oleh Satya di belakangnya.Walau menemui ibunya, tapi mereka lebih sering di luar membahas masalah lain dari pada di samping ibunya yang sedang sakit.Dia memandang tak suka pada adiknya yang seolah mencari muka di depan ibunya. Padahal waktu Kezia belum pindah rumah, dia yang begitu dekat dengan ibunya."Kak Kezia, bisa nggak kalau bicara yang pelan! Mengagetkan saja," gerutu Kiara kesal."Aku cuma mau pamit pulang! Ibu cepet sembuh jangan buat susah anaknya!"Degh!Ucapan Kezia benar-benar menyentuh perasaan bu Marwah, dia hanya bisa memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang tanpa berani membalas ucapan anak sulungnya itu.''Kak, apaan sih? Kenapa Kakak bicara seperti itu? Kalau mau pulang ya udah pulang aja! Nggak usah bikin Ibu makin sedih!"Pikiran dua saudara itu memang tidak pernah sejalan. Sifat Kezia"Maaf Nona, saya mau memindahkan pasien ke ruang VIP.""Eh, tapi Sus, saya tidak memesan kamar VIP!""Seseorang yang memesannya, Nona!"Pag hari seorang perawat datang datang dan mengatakan itu yang membuat Kiara menjadi bingung, pasalnya kenapa tiba-tiba perawat itu mau memindahkan ibunya ke ruang VIP, padahal dia tidak memesan itu.Pikiran dia mengarah pada seseorang yang datang kemaren dan memandang tak suka pada ruangan yang di tempati oleh bu Marwah."Pak Aland, pasti Pak Aland yang melakukan ini."Dia membantu perawat untuk bersiap, mata Kiara berdecak kagum melihat kamar VIP itu. Dan yang membuat dia semakin terkejut saat banyaknya makanan dan minuman yang sudah tergeletak di atas meja pasien."Astaga, tidak salah lagi ini pasti Pak Aland yang melakukan," gumamnya tanpa suara.Bukan hanya dia saja yang terkejut, begitu juga dengan ibunya yang tidak pernah menyangka sebelumnya kalau akan tinggal di ruang s
"Aland, Sayang syukurlah kamu udah pulang Nak!"Nyonya Dinata dan tuan Riswandi yang masih di rumah Aland menyambut kepulangannya dari rumah sakit.Mereka sengaja menunda kepulangannya ke Paris sebelum memastikan kondisi putranya baik-baik saja.Tuan Riswandi sendiri mengutus bawahannya itu menghandle pekerjaan di sana untuk sementara waktu."Ayok masuk, sini biar Mamah bantu kamu untuk masuk!"Mamahnya menggantikan posisi bik Inah untuk mendorong kurs rodanya masuk ke dalam. Sedang pak Bandi sendiri menemani membawakan tas berisi barang-barang milik Aland selama di rumah sakit.Mereka duduk bersama dalam satu ruangan dan saat itu juga Aland teringat sesuatu pada saat dia baru saja mengalami kecelakaan dimana dia merasa seseorang telah sabotase mobilnya.Tidak ada yang mengetahui kalau dia sedang memikirkan sesuatu, hanya pak Bandi saja yang sadar kalau atasannya itu hanya termenung tanpa ikut mereka bercanda."
"Pak Bandi, bagaimana apa polisi sudah menemukan siapa pelaku sabotase mobil saya?"Lambat laun kondisi Aland semakin membaik, hari ini dia kembali aktif ke kantor seperti dulu dengan tampangnya yang begitu tampan.Namun semenjak kecelakaan itu dia sedikit menyadari akan ke keangkuhan sifatnya selama ini.Setelah di hina akan fisiknya yang sempat cacat membuat Aland sadar bagaimana rasanya dijatuhkan oleh orang lain."Belum, Pak! Polisi juga belum memberi kabar pada saya. Sepertinya kita harus membuat si pelaku puas dengan kebebasannya lebih dulu, Pak," ucap pak Bandi sambil terkekeh yang di ikuti Aland dengan tawa kecil."Oh iya Pak, Nyonya Nasya kemaren menelepon saya, dia minta untuk segera di selesaikan uang yang sudah dia keluarkan. Jadi kapan Pak Aland mau menemui dia?" tambah pak Bandi."Besok! Katakan padanya besok kita bertemu di restoran semula. Aku akan bereskan semuanya.""Oh iya Pak Bandi, saya minta jadwal
Malam hari Aland termenung sendirian di tepian kolam renang rumahnya, dirinya kembali merasakan kesepian setelah kedua orang tuanya kembali ke kota Paris.Di tambah dengan sahabat yang dulu sering datang dan mengajaknya untuk pergi, kini dia justru menjadi musuh yang sangat menakutkan.Hanya bik Inah yang selalu menemaninya setiap malam dan hanya pak Bandi dan para staf yang menemaninya saat di dalam kantor.Tak jarang teman lain menghubungi dan menanyakan kabar bahkan mereka mengajak untuk keluar tetapi Aland merasa tak bersemangat.Entah mengapa wajah polos anak kecil itu tidak mau hilang dalam ingatannya, seolah terus membayang di pelupuk matanya.Meminta di peluk, mendambakan sosok seorang ayah yang menyayangi dirinya.Perasaan yang semula hanya rasa penasaran mendadak jadi kasihan setelah melihat sosoknya, akan tetapi rasa gengsi itu masih ada."Mana mungkin aku menikahi wanita yang sudah mempunyai anak."T
"Sayang, kamu baik-baik sama Oma dan Opa di rumah! Jagain mereka, Ibu berangkat kerja sekarang."Anak kecil yang kebetulan libur sekolah hanya mengangguk menuruti apa yang ibunya katakan.Setelah meninggalkan pekerjaannya selama seminggu, kini Kiara mulai aktif dalam profesinya sebagai pelayan toko sembako.Dia yang sudah bersiap diri sambil menenteng tas kecilnya meninggalkan tiga orang di rumah seperti biasanya.Namun betapa terkejutnya dia pada saat membuka pintu, ternyata pak Bandi sudah duduk menunggu di teras rumah sambar memainkan ponselnya.Lagi-lagi Kiara merasa bersalah karena belum bisa membayar hutangnya, padahal tujuan pak Bandi datang kemari bukan untuk menanyakan soal itu."Loh, pak Bandi, kok ada di sini?" ujar Kiara heran."Eh, Nona Kiara, selamat pagi, Non."Laki-laki paruh baya itu segera berdiri dan menyimpan ponselnya di saku celana saat Kiara keluar dari pintu."Pagi Pak, sejak kap
"Bagaimana Pak, apa Pak Bandi berhasil membujuk Kiara untuk bekerja di sini kembali?"Tetapi pak Bandi hanya menggeleng yang membuat Aland lemas seketika, dia mengira kalau wanita itu masih kesal kepadanya, oleh karena itu Kiara menolaknya.Padahal hari itu juga Aland berharap kalau pak Bandi datang bersama dengan wanita itu, tapi ternyata manager itu datang dengan tangan kosong tanpa membuahkan hasil.Aland tidak sepenuhnya menyalahkan pak Bandi karena semua keputusan ada di tangan Kiara sendiri."Mungkin Kiara masih kesal padaku! Ya sudah kalau dia tidak mau. Tidak apa-apa, perusahaanku bisa berjalan tanpa sekretaris.""Nona Kiara tidak menolaknya, Pak! Dia hanya akan minta izin dulu sama kedua orang tuanya. Apalagi mereka berdua yang harus menjaga anaknya, bukan?""Jadi Kiara...!"Sedikit senyum mengembang di bibir Aland, ucapan pak Bandi berarti masih ada harapan Kiara untuk bekerja di kantornya lagi.""Saya
"Satya, apa kamu siap ikut Kakak menemui Pak Aland? Managernya bilang kalau hari ini dia mengajak ketemu untuk mengembalikan uang Kakak.""Siap, kenapa nggak!" ujarnya tanpa beralih pandang dari ponselnya."Tapi Kakak mau kamu bujuk dia supaya meneruskan, bukan membatalkan! Kamu tau kan apa maksud Kakak?""Memangnya aku nggak pernah melakukan ini sebelumnya?""Kakak nggak perlu khawatir! Akan ku buat Pak Alandmu itu kembali melanjutkan keras samanya."Dengan sombongnya Satya mengatakan itu, padahal dia sendiri belum tau dan belum pernah melihat siapa Aland yang sebenarnya.Beberapa kali berhasil meyakinkan klien membuat dia sangat percaya diri, dan berfikir kalau Aland hanya sama seperti mereka.Profesinya bukan hanya sekedar Direktur, tapi Satya lebih mirip seperti pengacara pribadi untuk Kakaknya. Nasya.Begitu juga dengan Nasya sendiri yang begitu percaya dengan adiknya itu. Dia yakin kalau Satya pasti bisa m
"Selamat siang, Pak! Ini Nona Kiara menghadap anda.""Permisi, Pak."Alan yang semula pura-pura sibuk dengan laptop di meja kerjanya, seketika mendongakkan wajahnya saat Kiara sampai di hadapannya."Selamat datang kembali di kantor saya Kiara, apa kabar? Bagaimana kondisi Ibumu, apa sudah baik-baik saja?""Kabar saya baik, Pak. Begitu juga dengan Ibu saya, dia pun baik-baik saja.""Syukurlah?""Oh iya, saya lupa! Saya mau mengucapkan terima kasih untuk Pak Aland yang sudah membantu saya dan Ibu selama di rumah sakit! Bapak juga sudah membayar semua biaya rawat Ini. Sekali lagi, terima kasih, Pak.""Maksud kamu? Aku tidak melakukan apa-apa!"Degh!"Ba-Bapak jangan becanda! Bapak kan yang memindahkan Ibu saya ke ruang VIP? Dan Bapak juga yang membayar biaya rumah sakit Ibu saya?""Tidak! Aku tidak melakukan itu semua, Kiara!""Astaga, kalau bukan Bapak, lalu siapa?" gumam Kiara lirih sam