Kasa di sekolah bersama dengan teman-teman yang lain. Mereka belajar dan bermain bersama seperti biasa. Tidak ada yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Begitu juga dengan Siena.Jam istirahat anak-anak, biasanya mereka akan berkumpul di satu ruangan untuk menikmati kudapan bersama. Beberapa kelompok belajar akan digabung. Salah satu di antaranya adalah kelompok dari kelas Siena dan juga kelompok kelas Kasa.Guru sudah membagi mereka di meja masing-masing. Makanan juga sudah diberikan sesuai dengan jatah anak-anak.Kasa anak yang baik, dia cukup memiliki banyak teman, bocah satu itu menikmati makanan tambahannya di sekolah bersama teman-teman. Sedang asyiknya makan, Siena mendekatinya.“Kasa, kamu mau buah dan juga kue milikku?” Siena bertanya pada Kasa.Kasa yang merasa kalau mereka ini bersepupuan dan orang tuanya tidak pernah mengatakan apa-apa tentang masalah mereka, tentu saja tidak mencurigai apa pun dari sikap Siena ini.Dia hanya bingung. Karena biasanya Siena sangat suka den
Angela tidak bisa berkutik ketika Mahes berkata demikian. Niatnya mau mempermalukan dan melecehkan perempuan itu, tapi yang terjadi malah sebaliknya.Perempuan itu membawa Siena pulang secara paksa dan di jalan dia menyalahkan gadis kecil tersebut. "Kamu ini apa-apaan! Kenapa nggak becus jalani perintah yang Mama suruh!".Siena takut-takut di mobil berkata, "Aku sudah ikut seperti apa yang Mama bilang. Tapi, kan Kasa memang nggak salah.""Cukup!" Angela membuat anaknya tutup mulut. "Kamu jangan sampai berani melontarkan kata-kata yang bikin Mama tambah sakit kepala!""Lain kali kalau Mama suruh untuk mengerjai Kasa, kamu nggak boleh gagal!" Angela mengingatkan lagi. "Pokoknya apa pun itu kamu harus berhasil melakukannya!""Iya, Ma." Siena seperti tidak punya pilihan selain menuruti apa kata ibunya."Ingat satu hal lagi." Angela menambahkan. "Kamu jangan bilang hal ini ke papa!""Iya, Ma.""Bagus!" Angela menggunakan kacamatanya. Perempuan itu menyetir sendiri dia menyempatkan untuk me
"Positif?" Mahes jadi bertanya sendiri. Omong-omong perempuan itu baru menyadari kalau kalender bulanannya ada yang berubah. Dia terlambat tidak datang bulan sekitar empat minggu. "Iya, Nya." Sumi meyakinkan. "Nyonya telat datang bulan atau nggak belakangan ini?"Mahes mengangguk. "Iya, Mi. Saya telat lebih dari satu bulan.""Nah, Nya." Sumi semakin yakin dengan asumsinya. "Apalagi Nyonya kan nggak pernah pernahnya mual atau pusing pagi-pagi kayak gini. Sumi jadi ingat waktu hamil anak ketiga. Tiba-tiba juga Sumi pusing dan mual begini. Mendingan, Nyonya langsung saja test pack."Mahes setuju dengan saran Sumi itu. Apalagi, dia ini sudah cukup berpengalaman dalam kehamilan. Mahes meminum jahe hangat. Selanjutnya, dia meminta Sumi untuk membelikan alat uji kehamilan. Sumi mengiyakan, di saat Mahes beristirahat dia pergi ke apotek terdekat untuk membeli alat uji kehamilan. Satu jam kemudian, Mahes sudah merasa keadaannya lebih baik. Dia keluar untuk mencari makanan. Karena seum
"Aku pelakunya?" Junior menunjuk diri sendiri. Mahes mengangguk dengan senyum merekah. Di tangannya ada alat uji kehamilan yang menunjukkan dua garis merah. Pertanda kalau perempuan itu memang tengah positif berbadan dua.Junior meraup wajah segera. Ya Tuhan, kenapa dia bodoh. Toh, selama ini juga orang yang hampir setiap malam menggagahi Mahes adalah dirinya.Kedua kaki pria itu lemas, sampai dia berjongkok."Kak!" Mahes malah jadi takut suaminya kena serangan jantung. Saat perempuan itu berjongkok di depannya, Junior segera memeluk erat."Hes, beneran kamu hamil anak kita?"Mahes mengangguk. "Tapi, masih harus periksa lagi ke dokter. Takut alatnya salah."Junior menggeleng. "Nggak, kamu nggak boleh ngomong gitu. Ini kamu pasti beneran sudah mengandung anakku."Mahes meraih tangan Junior dan menempelkan di perutnya. "Kerasa nggak kalau ada bayi?"Menunggu beberapa detik, Junior menggeleng. "Nggak kerasa apa-apa, Hes." Dia kelihatan bingung saat mengatakannya. "Apa dia masih tidur?"
"Ibu belum tahu adiknya Kasa nanti laki-laki atau perempuan." Mahes mulai menyadari kalau anaknya saat ini sedang cemburu. "Tapi, apa bedanya, andainadiknya Kasa ini laki atau perempuan?"Pipi Kasa yang tembam itu tampak menggelembun. Mahes ingin tertawa karena anaknya ini malah terlihat mirip lumba-lumba."Aku mau tahu, adiknya laki-laki atau perempuan. Kalau perempuan, Ibu akan lebih sayang padanya?"Mahes menggumam, mengulur waktu untuk menjawab. "Menurut Kasa?"Kasa tidak tahu jawabannya. "Ibu …." Bocah satu itu memanja. "Kalau Ibu punya anak perempuan, jangan berubah sayangnya denganku."Mahes mengekeh. "Sekarang, Ibu tanya sama Kasa." Perempuan itu membuat anaknya berpikir cukup keras. "Kasa sayang nggak, sama ayah?"Kasa mengangguk sebagai jawaban."Waktu Ibu datang ke rumah ini, apa sayangnya Kasa ke ayah berubah?""Nggak. Aku masih sama sayang dengan ayah."Mahes mencubuy gemas pipi anaknya. "Ibu juga sama kalai begitu. Maksudnya, saat adikmu ini lahir, Ibu akan tetap sama sa
Yugo sudah selesai mengemas semua barangnya. Besok dia akan berangkat ke luar negeri untuk melakukan operasi matanya. Sudah cukup lama dia merahasiakan ini dari Angela. Tinggal satu langkah lagi saat besok semuanya berjalan lancar atau bahkan sampai semua urusannya selesai perempuan yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu tidak boleh tahu rencana Yugo untuk mengobati matanya.Semua persiapan ini dilakukannya diam-diam. Beberapa kali memang Angela curiga dengan apa yang Yugo lakukan. Tapi, pria itu sejauh ini masih berhasil untuk membuat angela tidak curiga padanya.Saat sedang sibuk begitu, dia malah mendengar suara Angela."Siena, kamu nggak mau membuka kuncir rambutmu itu!" Angela membentak anaknya."Nggak mau, Ma …." Sienan menjawab. "Aku suka dengan pita rambut yang dipasang ink.""Kamu mau mandi sore ini, apa itu nggak juga mau kamu buka?" Angela terdengar sangat marah."Nggak mau, Ma.""Mama akan kuncir lagi!""Aku nggak mau, Ma."Yugo tidak tahan dengan keributan i
Angela mengekeh ketika Adrian berkata ingin menemaninya malam ini."Memangnya kamu nggak punya istri yang akan menunggumu di rumah?""Aku nggak punya siapa-siapa yang menunggu di rumah. Kamu sendiri gimana?" balas laki-laki itu. "Memang nggak ada laki-laki yang sedang menantimu di rumah ataupun akan menemanimu di sini?"Angela menipiskan bibir. Semestinya ada laki-laki yang menunggunya di rumah atau setidaknya sedang bersamanya. Sayang sekali, laki-laki itu saat ini sedang tergoda dengan perempuan lain. Seorang wanita yang pernah tidur dengannya.Angela tidak tahu bagaimana perasaan Yugo sekarang pada wanita tersebut."Aku di sini sendiri, berarti nggak ada siapa-siapa yang sedang menungguku."Adrian menarik kedua sudut bibirnya mendengar omongan tersebut. "Kalau begitu, kita sama." Dia kembali meneguk minumannya. "Aku juga nggak punya siapa-siapa yang sedang menunggu saat ini. Entah di rumah atau di mana pun itu."Angela menghabiskan satu tegukan terakhir minumannya. Perempuan itu h
Setelah bangun tidur tadi Junior sama sekali tidak memeriksa ponselnya. Dari mengantar Kasa ke sekolah, baru laki-laki itu memeriksa pesan yang masuk. Betapa terkejutnya laki-laki itu karena baru tahu kalau Ellena bilang ada perubahan jadwal. Berhubung sudah tanggung untuk dibicarakan di sini, JUnior memilih untuk bergegas ke kantor.Sesampainya di sana, kebetulan bertemu di lobby dengan sekretarisnya. “Len, kamu benar sudah pastikan lagi kalau Ibu Melinda itu meminta perubahan jadwal?”Ellena mengangguk. “Benar, Pak. Dari perwakilannya, sudah konfirmasi ke kita, kalau mereka meminta perubahan jadwal pertemuan.”Junior menggeram. “Kenapa kamu nggak konfirmasi lebih awal dengan saya?”Ellena menundukkan sedikit kepalanya. “Maaf, Pak, tapi saya sudah konfirmasi dengan Bapak lebih awal. Sayangnya, Bapak mungkin nggak memeriksa email ataupun pesan yang saya kirimkan."Iya, benar. Junior kalau sudah malam tidak suka memeriksa pekerjaannya lagi karena menurutnya sudah harus fokus pada ist