Share

Masuk 10 Minggu

"Apaaa? Kamu sudah gila? Mau berapa banyak dosa yang akan kamu perbuat, hah?" murka sang papa, lalu berdiri dan menghempaskan tangan Hana di kakinya.

"Hana tidak siap untuk menjadi seorang ibu apalagi menjadi orang tua tunggal, Pa," jelas Hana.

"Kalau begitu, kenapa kamu lakukan hal keji itu, hah? Berani melakukan tapi cemen untuk mempertanggung jawabkan. Sekarang juga kamu harus minta pertanggung jawaban dari laki laki yang sudah menghamili kamu!” pinta sang papa kemudian.

"Maafkan Hana, Pa, Hana tidak tahu siapa ayahnya," bohong Hana. Hana memang tidak pernah cerita kalau dia punya pacar di Jakarta, apalagi cerita mengenai Alga. Bukan Hana tidak mau terbuka dengan keluarganya, akan tetapi Galih selalu mengultimatum bahwa laki laki sejati akan menyatakan cintanya pada kedua orang tua si gadis sekalian sebagai bentuk izin. Seperti yang dilakukan Galih pada Intan dulunya.

"Terus kamu berhubungan dengan siapa kok bisa tidak tahu siapa yang menghamili kamu? Apa kamu korban pelecehan? Kalau memang iya, ayo kita laporkan ke pihak berwajib sekarang juga!" Hana menggeleng pelan dengan air mata yang menganak sungai.

"Kamu maunya apa sih, Han?" Emosi papa Hana sudah memuncak, "Kamu bilang belum siap untuk menjadi ibu apalagi menjadi orang tua tunggal, terus Papa nyuruh kamu minta pertanggung jawaban dari laki laki yang menghamili kamu, kamu gak tau siapa orangnya. Memang gak tau atau kamu hanya mau melindungi laki laki itu?" Murka sang papa seraya menghardik Hana.

"Hana gak mau nikah, Pa, Hana hanya ingin menggugurkan janin ini. Hana yakin semua pasti akan baik baik saja kalau janin ini digugurkan."

"Itu bukan jalan keluar apalagi solusi, Hana,” tekan Anggi pada kalimatnya. “Menggugurkan janin itu taruhannya adalah nyawa. Mama yang melahirkan tepat waktu saja harus mempertaruhkan nyawa, apalagi memaksa mengeluarkan janin yang belum waktunya? Kamu bisa mikir gak sih?" sahut sang mama kemudian.

Hening yang terjadi, semua berargumen dengan pikiran masih masing, memikirkan langkah apa yang akan diambil. Orang tua Hana memang tidak menginginkan janin itu, namun untuk menggugurkan janin dalam kandungan Hana mereka juga tak sampai hati. Tidak bisa dipungkiri jika janin itu adalah cucu mereka. Hana sendiri sudah frustasi, rasanya Hana ingin mengakhiri hidup saja dari pada terjebak dalam peristiwa yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya seperti ini. Kini hanya penyesalan yang menyelimuti diri Hana. Harusnya tidak ada kejadian itu sebelum dirinya sah menjadi seorang istri. Kenapa penyesalan selalu di akhir, Tuhan? Dan apakah tidak ada obat untuk sebuah penyesalan itu, Tuhan?

"Papa akan mempersiapkan semua keperluannya, Papa putuskan kita akan tinggal di Sumbawa sampai kamu melahirkan atau sampai semua aman. Urus surat resign kamu sebelum perut kamu buncit dan ketahuan orang-orang, lebih cepat lebih baik," putus papa Hana kemudian. "

Hana tercengang mendengar keputusan sang papa, sebelum pada akhirnya dia menjawab, "Baik, Pa. Besok Hana akan kembali ke Jakarta untuk mengurus semuanya."

"Jangan terburu buru, ingat kondisi kamu saat ini, Han! Kamu sedang hamil kalau kamu lupa. Jangan terlalu sering perjalanan jauh, istirahatlah beberapa hari lagi di rumah! Besok kita periksakan juga janinnya ke dokter kandungan, Mama antar. Meski hadirnya tanpa sengaja bahkan tidak kita inginkan, bukan berarti kita harus abai dan melalaikan akan kondisinya. Dia juga butuh perhatian dan kamu yang wajib memperhatikannya penuh, Han." Hana mengangguk ragu.

Hana sangat bersyukur kedua orang tuanya sangat bijak menyikapi apa yang tengah dialaminya. Hana kira dia akan dibiarkan terpuruk sendiri bahkan mungkin akan dikeluarkan dari KK. Tapi ternyata kedua keluarganya masih mau merangkulnya meski diselimuti rasa marah dan kecewa.

"Terima kasih Tuhan, telah memberikan orang tua seperti Mama Intan dan Papa Galih untuk Hana."

Keesokan harinya, Hana didampingi sang mama untuk periksa ke polis kandungan setelah sebelumnya melakukan perjanjian dengan dokter obgyn tentunya.

"Alhamdullillah kalau saya cek ini kandungannya sehat ya, Bu. Tapi tetap saja ya di trimester pertama ini sangat rawan. Jadi dijaga baik baik kandungannya ya, Bu!" Hana mengangguk. Melihat janin yang tak berdosa di layar usg, membuat Hana terharu dan menitikkan air mata. Kalau begini, mana tega dia mau membunuh janinnya. Biarkanlah ini menjadi kesalahan terindah seumur hidupnya.

"Sekarang sudah masuk berapa minggu, Dok?" tanya Intan, mama Hana.

"Sudah masuk 10 minggu, Bu." Hana mengingat ingat kejadian malam panas itu, dan memang benar ternyata hitungannya pas. Karena seminggu sebelum malam panas itu terjadi Hana baru saja selesai mens, itu artinya dia melakukannya pada saat masa subur yang memang besar kemungkinan akan terjadi kehamilan.

"Saya resepkan vitamin, obat penguat kandungan, dan obat untuk mualnya dulu ya, Bu." Hana mengangguk.

Ketika menebus obat dari apotek, Intan ternyata juga membelikan susu ibu hamil untuk Hana.

"Ma, makasih ya sudah peduli sama Hana. Padahal Hana sudah buat Mama dan papa kecewa," ucap Hana pada sang mama ketika keduanya sudah perjalanan pulang ke rumah.

"Kamu anak Mama, semarah marahnya Mama dan papa, kami gak akan pernah menelantarkan atau pun mengabikan kamu, Sayang.” Intan membingkai wajah Hana. “Apalagi dalam kasus yang kamu alami ini sangat penting peran orang tua. Mama gak mau kamu melakukan hal yang tidak kami inginkan." Tangan Intan pun beralih mengelus punggung Hana dengan penuh kasih sayang. "Apa kamu tidak mau bercerita dengan Mama siapa ayah dari janin yang kamu kandung?" Hana menggeleng. Sebagai seorang ibu, tentu Intan merasakan bahwa Hana memang sengaja menutupi siapa ayah dari anak yang dikandungnya.

"Okey, kalau memang kamu belum mau terbuka sama Mama, Mama ngerti. Mama yakin kamu punya alasan tersendiri mengapa menyembunyikannya dari kami."

"Makasih ya, Ma, sudah mau mengerti Hana."

***

Pagi ini Hana sudah kembali masuk kantor, selain untuk kembali bekerja, hari ini Hana juga akan mengajukan surat resign sesuai permintaan sang papa. Hana pun

"Kenapa langsung resign, Han? Kalau kamu mau ambil cuti lebih lama lagi saya kasih kok. Kamu karyawan terbaik, perusahaan akan sangat merasa kehilangan kalau kamu resign."

"Mohon maaf, Pak. Tapi selain masalah yang menimpa diri saya pribadi yang mungkin sudah Bapak ketahui, ada masalah lain juga di keluarga saya, Pak. Jadi kami harus pindah rumah ke luar negeri dan keluarga saya meminta saya untuk ikut, Pak," jelas Hana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status