*Happy Reading*"Sialan!" Raid mengusap wajahnya dengan kasar. Kesal karena ingatan masa lalunya tak kunjung pergi. Kenangan itu tak akan pernah bisa Raid lupakan. Karena sejak saat itu, Raid benar-benar jadi kacungnya Smith. Tak hanya itu, Raid juga di didik dan di ubah menjadi seorang monster. Ia yang dulu biasa berkelahi demi memperebutkan sepotong roti dan uang recehan. Berubah menjadi orang yang tak segan menyakiti bahkan membunuh orang lain tanpa merasa bersalah sedikit pun. Sialnya, Raid malah terlena dan menyukai hal keji tersebut. Berawal dari terbiasa, suka, dan malah ketagihan. Rasanya ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya, jika sehari saja tak mendengar teriakan ketakutan seseorang dan melihat darah tergenang. Ya, segila itu dulu Raid.Dalam didikan Smith. Empati yang sempat Raid miliki perlahan berkurang lalu menghilang. Hatinya dibuat mengeras dan malah menikmati sebuah kekejaman. Raid tidak pandang bulu dalam menyakiti orang lain. Mau itu laki-laki atau perempuan. Bes
*Happy Reading*"Yah, faster! Sial, kenapa kau liar sekali?"Pundak Raid di cengkram, lalu di kecup hangat. Basah bergetar nikmat hingga ubun-ubun."Enak?" Bibir ranum berwarna pink itu tetap tersenyum."Yeah.""Raid!""Ya ....""Raid!""Hmm ....""Bangunlah, bangsat! Apa yang kau lakukan?!"Kenapa suaranya berubah? Raid pun membuka mata dan seketika terkejut bukan main saat akhirnya menemukan wajah Frans yang sudah kelam dengan sorot mata horor."Apa yang kau lakukan? Lepaskan tangan sialmu ini dari tubuhku!"Shit! Raid baru sadar kalau yang ia pegang bukanlah tangan wanita yang sangat dirindukannya, yaitu Nissa, melainkan tangan Frans. "Apa yang kau mimpikan sampai celanamu basah kuyup begitu?" Sambung Frans lagi, membuat Raid sontak melirik pangkal pahanya, yang sialnya memang sudah basah. "Kamu mimpi enak?""Diam kau!" sentak Raid, lalu gegas ke kamar mandi. Raid melihat celananya lagi, dan ini memang basah. Tidak, ini benar-benar basah.Sial! Sial! Sial! Kenapa Raid begini? Ke
*Happy Reading*Pada akhirnya Raid memilih tak terlalu mengikuti saran dari Frans, kawannya yang mendadak bijak. Tetapi, tak jua bersikeras mencari Nissa. Ya ... intinya Raid memilih pasrah saja pada keadaan. Nggak ngeyelan lagi. Terserah saja Tuhan mau mempertemukan Nissa dengannya cepat atau lambat. Yang jelas, mau itu cepat atau tidak, Raid meyakini Nissa hanya akan menjadi miliknya. Raid terlalu PD? Oh ya jelas harus. Terlalu banyak bukti yang menunjukan Nissa memang hanya untuknya. Jadi ya ... memang harus percaya diri. Raid yakin kali ini author pasti membantu. Ya kan, Mih? Sementara menunggu Author--eh, Tuhan mempertemukannya dan Nissa lagi, Raid memilih fokus mencari keberadaan Abyan yang kini dalam perlindungan Smith. Tidak mudah tentu saja. Karena Smith yang menciptakan seorang Raid, dan pastinya sedikit banyak bisa membaca rencana pria itu. "Bagaimana?""Nope!"Helaan napas kasar lolos dari Raid. Matanya memejam erat, mencoba menenangkan gejolak amarah dalam diri yang k
*Happy Reading*Matilah! Tidak ada jalan keluar untuk menghindar lagi. Ketiganya kini menatap seseorang yang tengah menyeringai dingin, seraya menelan saliva kelat tanpa sadar. "Ra-Raid, ba-bagaimana kau bisa masuk?" Smith yang biasa garang dan tegas pun bahkan kini hanya bisa tercicit menghadapi Raid. "Tentu saja lewat pintu itu." tunjuk Raid santai ke arah partisi yang baru saja ketiganya lewati beberapa saat lalu. "Ta-tapi bagaimana mungkin? Bukankah ini ruang rahasia yang hanya Tuan Smith dan Brush yang tahu?" sambar Farida yang ikut heran di sebelah Tuan Smith dan Abyan. Raid malah melirik Smith dengan seringai mengejek, "Apa kau tidak menceritakan bagaimana pintarnya aku, Smith?" tanya Raid jumawa. Smith melengoskan wajah sambil mengepal kuat. Tak sudi mengakui kecerdasan Raid yang memang di atas rata-rata. Di antara orang-orang yang pernah Smith didik, memang hanya Raid lah yang paling cepat menyerap ilmu dan mengaplikasikannya dengan sangat sempurna. Membuat Smith pernah
*Happy Reading*"Tolong, Tuan! Tolong ampuni kami." Farida masih memohon sambil bersujud berkali-kali, berharap Raid mau sedikit saja mengasihi mereka. Sementara di sebelahnya, Abyan hanya berdiri mematung seperti orang bodoh memperhatikan ibunya.Raid melipat tangannya di dada, seraya menyeringai dengan kepala dimiringkan. Auranya benar-benar menyeramkan dengan sorot mata kelam yang mampu membuat lawannya bergetar ketakutan. "Mengampuni kalian?" ulang Raid main-main. Farida gegas mengangguk cepat, menyangka jika masih ada kesempatan untuk bisa selamat dari ancaman bahaya yang ada di depan matanya. "Iya, Tuan. Tolong, ampun kami.""Berikan aku satu alasan kuat, kenapa harus mengampuni kalian? Khususnya putramu yang brengsek itu."Abyan tersentak. Tiba-tiba emosinya naik di sebut sebagai seorang brengsek oleh Raid. Sementara Abyan mengira, Raid tak tahu apa-apa tentang dirinya. Seenaknya saja menghinanya seperti tadi. Abyan memang tak pernah sadar diri. "Karena ... karena ..." Seme
*Happy Reading*Raid melajukan mobilnya seperti orang gila. Menginjak gasnya dalam-dalam dan mengabaikan segala rambu yang ada di jalan. Pikirannya kalut sekali setelah membaca pesan yang dikirimkan nomor asing di ponselnya beberapa waktu tadi. "Kuberi waktu tiga puluh menit untukmu menyelamatkannya."Chat itu bahkan menyertakan sebuah photo gadis berhijab yang tengah terikat di sebuah kursi, dengan kondisi lemah dan mulut tutup sebuah kain lusuh. Itu Nissa! Meski setengah wajah gadis itu tertutup kain, Raid tahu itu Nissa. Raid sangat mengenal perawakan dan bentuk alis serta matanya sang pujaan. Maka dari itu, tadi Raid tak banyak berpikir lagi, segera meluncur ke alamat yang juga dikirimkan nomor asing tersebut. Ddrrrtt ... ddrrttt ... ddrrttt ...Ponselnya bergetar lagi. Getar panjang kali ini menandakan tengah ada seseorang yang mencoba menghubungi Raid. Gegas pria itu melirik benda pintar tersebut, takut nomor asing tadi yang menelepon. Namun, ternyata nama Frans-lah yang terp
Asa 73*Happy Reading*Di tempat lain. Frans memaki kesal pada ponselnya, yang gagal menghubungi Raid. Frans kira awalnya, Raid mematikan sambungan telepon itu tak sengaja. Maka dari itu, Frans pun menghubungi Raid kembali. Namun, berkali dicoba ternyata gagal terus. Ada dua kemungkinan dalam otak Frans saat ini. Raid membuang ponselnya, atau ponsel pria itu kehabisan daya. Terserahlah! Yang jelas, dia harus mencari keberadaan Raid saat ini. "Lacak keberadaan mobil Raid sekarang!" titah Frans tanpa ba bi bu, pada seseorang yang ia hubungi segera. Siapa itu? Kimberly. Kalian tentu tidak lupa kemampuan wanita yang kini menjadi ustad Darul itu, kan? Ya, meski sudah menikah. Kimberly memilih tetap bekerja pada Raid dan Frans tanpa sepengetahuan suaminya. Bagaimana pun, meski sudah menikah dengan pemuka agama, Kim tidak bisa lepas begitu saja dari dunia hitam."Sebentar," sahut Kim."Segera!"Tut! Frans menutup sambungan telepon segera. Bergerak ke arah mobilnya, sembari menunggu kabar
*Happy Reading*"Kok, masih nggak enak, ya?" Masih mengenakan mukena dan duduk di atas sejadah, Nissa bergumam sambil mengusap dada pelan. Merasa bingung dengan perasaannya yang mendadak tidak enak hari ini. Tadi, Nissa ketiduran saat tengah membaca buku. Bangun kaget di jam lima sore. Nissa kira, karena itulah hatinya mendadak tak nyaman. Sebab dia hampir kebablasan tidur dan lupa shalat Ashar. Gegas Nissa ambil wudhu dan melaksanakan kewajiban empat rakaatnya. Setelah itu berdzikir dan berdoa seperti biasa. Anehnya, perasaan tak membaik jua setelahnya. Membuat Nissa mulai was-was dengan pikiran buruk yang tiba-tiba hadir. "Ya Allah, ada apa ini? Kenapa perasaan hamba tiba-tiba tidak enak begini? Apa ini sebuah firasat buruk? Ya Allah, hamba mohon, lindungilah hamba, orang-orang yang hamba sayangi dan menyayangi hamba selalu. Sebaik-baiknya pelindung hanya engkaulah semata. Kupercayakan segalanya padamu." Nissa kembali memanjatkan doa. Mencoba berbaik sangka dan menyingkirkan sega