enjoy reading. tinggalkan jejak komen yuk
S3 Bab 20 Papa Damar baru membuka pintu kamar lalu masuk menyusul istrinya. "Astaghfirullah, Ma! Mama!" Papa Damar berjingkat, matanya terbelalak saat mendapati sang istri tergeletak di lantai dekat ranjang. "Pa, Mama kenapa?!" Damar berjongkok sambil mengusap lengan mamanya. "Mama pingsan. Ayo kita angkat ke ranjang!" Damar membantu mengangkat tubuh mamanya ke ranjang. Ia lalu meminta ART membuatkan teh panas. "Ini, Mas." "Makasih, Bi." "Ma, diminum dulu tehnya." Damar menyodorkan sesendok teh pada mamanya yang sudah mulai membuka mata. Papa Damar sempat memberikan aroma minyak kayu putih hingga membuat istrinya tersadar. "Maafkan Damar, Ma!" sesal Damar membuat sang Mama menghentikan seruputan minumannya. "Mama nggak tahu mau bagaimana lagi. Mama serba nggak enak, Damar. Mama nggak mau Alisa dan kamu terluka. Tapi Mama juga merasa berhutang budi sama orang tua Alisa." "Ma, sudahlah. Nanti papa sama Damar yang pikirkan. Mama jaga kesehatan, nggak usah banyak pikiran," bujuk
S3 Bab 21AAlea masuk ke dojo, ternyata sudah ada Rendra di sana. "Lho Ren, kamu naik apa? Mbak nggak lihat ada kendaraan di luar." "Mbak, wajahmu kenapa? Mbak Al habis berkelahi?" Rendra bukannya menjawab pertanyaan malah memindai wajah kakaknya sambil menolehkan kepala Alea ke kiri dan ke kanan. "Ough, jangan di pegang!" sergah Alea. Ia reflek berteriak. Nyeri menjalat karena tangan Rendra tidak sengaja memegang bagian pipi. "Ini kenapa, Mbak? Mbak habis berkelahi dengan siapa?" Lagi, Rendra mendesak Alea. "Hmm, cuma preman yang mau membully Yoga. Tapi sudah beres, kok. Lagian mereka main keroyok aja." "Astaga. Mbak Al hati-hati, preman kayak gitu bisa saja menaruh dendam sama, Mbak. Komplotan mereka pasti banyak." "Sudahlah, Ren. Selagi membela kebenaran, Mbak pasti akan menolongnya." "Tapi Mbak harus hati-hati." "Iya, Ren. Kenapa kamu jadi cerewet kayak Om Irsyad. Dah, masuk, yuk!" Akhirnya Alea dan Rendra masuk untuk latihan karate. Selama satu tengah jam, patihan kara
S3 Bab 21B"Om!" Reflek Alea membuka mata saat merasa tangan Irsyad berhenti memindahkan serbet untuk mengompres. Rasa dingin di pipi justru berganti oleh hembusan napas yang saling beradu menerpa wajah. Alea merasa tubuhnya meremang. Ia mendapati wajah Irsyad tepat di depannya, hanya tinggal beberapa centi saja. Alea menahan dada bidang milik Irsyad hingga membuat lelaki itu tersentak. "Hmm, lain kali hati-hati. Jaga diri dengan baik!" Sebuah kecupan Irsyad mendarat di kening Alea yang tertutup hijab instan bertali. Beruntung Irsyad segera sadar dari gejolak di dalam dada yang tidak tergambarkan. Memilih melabuhkan kecupan di kening, Irsyad lalu beranjak untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. "Makasih, Om." Lidah Alea menjadi kelu. Hanya dua kata itu yang keluar dari mulutnya. Itupun Alea harus mengucap dengan terbata. Ia merasa lega Irsyad tidak berbuat lebih jauh seperti yang ada di dalam benaknya. Di kursi kerjanya, Irsyad membuka botol air mineral lalu menenggaknya sa
S3 Bab 22A "Kamu salah mengasihani orang, cantik. Yoga yang menyodorkanmu padaku." Tangan Alea terkepal, beberapa menit kemudian kepalan tangannya melemah. Bruk. Tas yang digunakan Alea untuk memberi perlawanan jatuh beradu dengan lantai. Pandangannya pun berubah menjadi gelap. "Bawa gadis itu ke mobil. Tinggalkan saja lelaki tidak berguna itu di luar sana!" titah Ronald yang diangguki anak buahnya. "Ke mana, Bos?" tanya anak buah Ronald yang mengemudi. "Tempat biasa. Aku harus beri pelajaran pada gadis ini." Seringai licik terukir di bibir lelaki yang merupakan bos preman itu. "Siap." Mobil melaju kencang menuju sebuah penginapan langganan Ronald. "Mari kita bersenang-senang, cantik. Aku ingin lihat apa gadis yang didekati Yoga masih segelan." Ronald tertawa penuh kemenangan karena bisa membuat Alea yang jago beladiri bisa lumpuh di sampingnya. Terkesan licik memang, karena ia menggunakan cara ini. Membius Alea satu-satunya cara agar tidak melarikan diri bersama Yoga. Sampai
S3 Bab 22B Sinar mentari menelisik dari celah gorden sebuah kamar yang ditempati Alea. Perempuan itu mengerjapkan mata pelan. Kepalanya masih diserang pening yang hebat. "Astaghfirullah. Kenapa aku bisa di sini." Alea terkejut luar biasa. Ia mendapati tubuhnya hanya berbalut selimut. Pakaiannya entah kemana. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tidak ada kain penutup tubuhnya sama sekali di sana. "Apa yang terjadi padaku?" Ia menepuk kepalanya berkali-kali. Ting tong. Alea turun dari ranjang lalu melangkah pelan menuju pintu kamar. Sebab kepalanya pening ditambah tubuh yang rasanya tidak tergambarkan. Berbekal selimut menutup tubuhnya, ia mengintip dari lubang yang ada di pintu. "Maaf, saya mengantar laundry." Alea hanya membuka sedikit pintunya. Tangannya terulur keluar menggapai plastik berisi lipatan pakaian. Seolah tahu kondisi penghuni kamar, petugas pun hanya menyerahkan dari posisi berdirinya. "Terima kasih. Hmm, feenya?" "Sudah dibayar, Mbak." "Siapa yang bayar
S3 Bab 23 A"Ckk, aku harus buat perhitungan sama Yoga." Alea tidak menjawab justru bermonolog sendiri. "Yoga?" Kiki dan Andi saling pandang heran. "Dia bikin masalah lagi." Brak. Suara gebrakan meja membuat dua sahabat Alea berjingkat. "Ada apa, sih? Perlu aku bantu menghajarnya?" Andi mulai meradang mendengar keluhan sahabatnya. Sementara itu, Kiki hanya bisa mengusap lengan Alea setelah mengamati lekat mata sahabatnya itu sembab. Ia pikir semalam pasti Alea banyak menangis. "Aku perlu mencari Yoga, terutama bosnya. Kalian bisa temani, kan?" Kiki dan Andi melihat wajah Alea seperti menaruh dendam. Kedua tangan perempuan berpasmina navy itu juga terkepal di atas meja. Akhirnya, ketiganya mencari Yoga di fakultas manajemen. "Mbak, Al. Tumben ke sini, mau cari siapa?" Kali ini Alisa yang menyapa Alea lebih dulu. "Kamu lihat Yoga nggak, Lis?" "Oh, Mas Yoga? Ada di klinik." Alea menautkan dahinya. Apa mungkin Yoga berobat karena dihajar kemarin. "Ya sudah, aku ke sana dulu."
S3 Bab 23 B"Dasar lelaki brengs*k! Kamu pikir aku takut padamu? Kamu harus terima ini." Satu pukulan meluncur tepat mengenai rahang kiri Ronald. Tubuh lelaki itu terhuyung ke belakang hingga membentur meja kerjanya. "Hei, tenang dulu, Nona cantik! Apa-apan ini." Ronald ternyata hanya punya taring saat ada anak buahnya. Ketika sendiri, ia jelas tidak mampu melawan kemampuan beladiri Alea. "Rasakan ini!" Bug, bug. Pyar. Vas bunga di meja pun meluncur beradu dengan lantai. Tiba-tiba ada dua anak buah Ronald datang memberi perlawanan. Mereka mendengar keributan dari ruangan bosnya. Alea sudah tidak bisa mengendalikan diri. Ia ingin meluapkan amarahnya. Alea tidak diragukan lagi keahliannya berkelahi. Sebab, ia memiliki kemampuan karate hampir selevel dengan sensei nya. Pukulan bertubi ia ayunkan ke wajah maupun tubuh Ronald hingga lelaki itu jatuh tersungkur tak berdaya. Sementara itu, Andi membantu melawan anak buah Ronald yang sudah dihajar pula oleh Alea. Di sisi lain, Kiki berja
S3 Bab 24A"Ini ada di grup alumni, Mbak." "Apa?!" Alea membelalak tidak percaya. Kiki pun menutup mulutnya yang menganga. Video itu tidak begitu jelas, tetapi wajah dari samping sudah memperlihatkan Alea yang dipapah dua laki-laki memasuki hotel. "Grup alumni?" Alea mengeja dua kata itu. Grup alumni, artinya Damar kemungkinan ada di dalamnya. "Bagaimana kalian tahu video itu ada di grup alumni?" tanya Kiki mendesak salah satu mahasiswi yang menunjukkan ponselnya. "Hmm, itu Mbak. Kebetulan kakakku alumni kampus sini. Malahan video itu mungkin sudah nyebar ke grup-grup jurusan atau fakultas. "Apa?!" Kiki terkejut bukan main. Namun, Alea justru menulikan pendengarannya. Pikirannya justru tertuju pada kata alumni. Kemungkinan besar Damar juga lambat laun akan mengetahui berita ini. Padahal akhir pekan lelaki itu mau datang ke Yogya menyelesaikan urusan lamarannya dengan Alisa. "Al! Kamu nggak apa-apa?" Kiki mencoba menahan kedua lengan Alea yang sempat terhuyung. Alea tidak member