Tanpa mengindahkan perkataan mereka kubuka lemari lalu mengambil scarf milikku, kututup pintunya dengan kencang lalu hanya menatap mereka dengan mimik kesal dan segera meninggalkan kamar itu.Di belakangku Mas Alvin mencoba mengejar."Indira ... indi ....""Jangan kejar aku, aku akan pulang," ucapku sambil memberi isyarat penolakan dengan tangan."Aku akan pulang denganmu," ucapnya menghentikan langkahku, dari bawah ibu mertua sekilas melihat kami, namun ia diam saja."Tolong, bersikaplah adil dan bijak. Jika kau pulang denganku lalu bagaimana dengan perasaan Mona, dia pasti sangat kecewa dan merasa terenggut, karena kau baru saja memberinya kesempatan untuk memelukmu lalu tiba-tiba kau meninggalkannya itu pasti sangat mengecewakan.""Dia akan memahami ....""Aku yang salah sudah datang kemari di saat yang tidak tepat, jadi, pergilah pada istrimu, kau harusnya memberi nafkah batin kan?""Jangan menyindirku, aku tak akan melakukan itu,"jawabnya. "Sungguhkah!""Aku akan pulang denganmu
"Baiklah, bunda akan mengatakan yang sebenarnya karena Bunda sadar kalian bukan tipe anak-anak yang mudah dibohongi. Papa memang sudah menikah dengan tante Mona," jawabku."Apa?""Ya. Mereka sudah menikah."Kedua bola mata anakku terpaku, mereka syok dengan mulut terbuka lebar. Sepertinya mereka kehabisan kata kata dengan ungkapan jujurku barusan."Lalu, bagaimana dengan kita, Bunda?""Maukah kalian pergi bersama bunda?""Kemana?""Ke suatu tempat yang damai, tempat di mana kita tak akan bertemu mereka lagi.""Bagaimana kalau ayah merindukan kita.""Mungkin dia akan mulai berusaha mencari dan penting bagi kita untuk melihat seberapa besar usahanya?""Maksudnya bagaimana?""Kalau papa memang sayang kita, pasti dia akan mencari kita," jawabku."Tapi kita mau kemana, sekolah gimana?""Sekolah masih tetap lanjut, tapi kita akan pindah untuk melihat reaksi papa.""Bagaimana kalau papa malah marah dan Bunda berantem sama Papa?"Ah, benar juga, aku harus mengantisipasi kemungkinan bahwa dia
Meski Mas ALvin berusaha sekuat tenaga untuk mencegah diriku melanjutkan usaha untuk membuka toko namun aku tidak memperdulikannya. Kulanjutkan aktivitasku untuk memilih barang dan memesan kebutuhan yang kemudian nanti akan kujual di sana. Tidak kupedulikan bagaimana ancaman dan kemarahan Mas ALvin. Bagaimana dia memberi ultimatum dan seruan kalau aku terus membantah kata-katanya maka dia akan menghentikan uang untukku.Aku tidak mau takut dan gentar lagi, aku bertekad mulai sekarang akan menikmati hidupku dan menjalani semuanya dengan mandiri.Dua hari ku habiskan untuk belanja barang-barang toko, untuk mengaturnya ke atas rak dan lemari, dan melakukan persiapan terakhir untuk hari pembukaannya. Sore hari, Aku akan pergi berolahraga dan bertemu dengan beberapa teman. Menjelang petang Kami akan pergi ngopi lalu makan malam bersama kemudian aku baru pulang ke rumah.Jika aku telah sampai di rumah maka kusiapkan makan malam untuk anak-anak lalu menemani mereka di meja makan dan juga me
Napasku mulai tersengal, ta malu melawan gejolak api asmara yang sedang membara, Mas Alvin menyingkap penutup tubuhku dan juga membuka bajunya, ia daratkan kecupan liar hampir ke setiap inchi permukaan kulit ini. Aku menggelinjang, ingin menahan agar tak terpengaruh dengan rangsangan itu, tapi aku tak mampu. Saat ia mulai melakukan hubungan denganku, aku hanya bisa memejamkan mata menahan apa yang terjadi padaku. Ingin melawan aku tak kuasa, tubuh ini mulai terbakar hasrat, aku harus melayaninya, aku akan memuaskannya meski hatiku sakit. Di sisi lain, sisi terdalam hatiku, aku juga merindukan sesi percintaan mesra dan mencurahkan rindu seperti ini.*Usai bercinta, suamiku terkapar di sofa, aku sendiri segera bangkit dan meraih jubah tidurku yang dibuang begitu saja olehnya ke lantai. Kukenakan pakaianku lalu berlalu sambil mendelik dengan kesal padanya."Aku yakin kau juga bahagia dengan apa yang baru saja kulakukan meski kau tidak menunjukkannya secara langsung," ucapnya sambil me
Kutemui wanita itu, wanita yang kuharap aku bisa menyumpahinya dengan segala sumpah serapah dan isi kebun binatang, tapi aku mengendalikan mulutku.Kutemui dia yang seperti biasa sedang tertidur di kamarnya pada hari sudah beranjak siang, sudah pukul sepuluh. Aku sedikit terkejut dan hanya bisa berdiri sambil menarik nafas dalam melihat betapa manjanya wanita ini dan tidak punya perasaannya dia padahal dia tinggal di rumah mertua dan hitungannya masih menumpang.Berbeda denganku dulu yang saat baru menikah, sudah bangun di jam 04.00 pagi untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan semua orang. Meskipun mertua punya asisten sejak awal, tapi aku tidak mau mengandalkan mereka dan tetap bersikap normal layaknya wanita yang bertanggung jawab dengan tugasnya.Lihatlah, sapi yang kini mengaku hamil itu, hmm, dia benar benar menguji kesabaran.lebih kesal lagi, setiap kali ibu mertua menyuruhku datang hanya untuk membimbing wanita itu dan mengajarkan dia tentang tugas rumah tangga. Wani
Selepas kepergian suamiku yang mendapatkan sikap dingin dari mertuanya aku dan ibu kembali saling berpandangan dalam pemikiran dan harapan masing-masing."Sudah lihat kan, fix, pria yang sama sekali ekspresinya tidak menunjukkan simpati, memang laya diberi pelajaran, sekali kali, biarkan dia tahu rasanya, tanpa dirimu ia akan terlunta lunta.""Tapi aku tidak yakin ia akan mencariku, justru, ia akan gunakan celah itu untuk meninggalkanku dan menyalahkan diri ini.""Dia tidak akan punya ruang untuk menyalahkanmu karena dari awal dia itulah yang bersalah. Kau harus dengarkan kata-kata Ibu," jawab ibuku sambil menuding diri ini dengan tatapan tajam."Baiklah, aku akan dengar kata kata ibu.""Terima kasih jika kau akan menghargaiku aku sangat terharu," jawab ibu yang lantas mengakhiri makannya dan segera bangun untuk memindahkan piring beliau ke wastafel."Biar kubantu ibu," ucapku pada wanita berambut pendek yang masih terlihat bugar dan cantik di usianya yang sudah hampir 50."Tidak kau
"A- ada apa Mas, kenapa kau marah sekali?""Coba kemari dan cicipi!" ucap Mas Alvin dengan wajah merah padam, berusaha menahan emosi dengan rahang mengatup ketat. Ia nampak kesal sekali, sampai sampai sendok di tangannya ia cengkeram kuat.Aku paham gestur suamiku, ada ketidaksukaan dalam hatinya yang membuat dia menjadi sangat sensitif seperti itu. Sebenarnya kalau Mas ALvin sangat mencintainya maka suamiku akan menahan diri untuk tidak marah. Tapi berhubung karena rasa tidak sukanya semakin menjadi-jadi, maka sedikit saja membuat kesalahan, Mona langsung dimarahi."Kenapa kau berdiri saja, ayo mendekat dan cicipi masakan buatanmu!" suruh Mas alvin dengan tegas.Wanita itu pucat, nampak takut tapi tak urung beringsut mendekat dan mencicipi makanan yang ada. Wanita itu terkejut saat tahu bahwa masakannya sudah rusak rasanya. Asin, pedas dan sangat tak layak dimakan."Ta-tapi, t-tadi, saat aku memasaknya, rasanya tidak begini," jawabnya gagu."Lalu siapa yang akan kau tuduh merusak ma
"Astaga harus kusembunyikan di mana wajahku di hadapan Mas ALvin..." Aku menggumam sambil menutup wajah dengan tangan di depan Mas Alvin, aku malu dan benar benar canggung dipergoki."A-apa kau menyaksikan semuanya?""Ya," jawabnya tegas."Apa kau marah?""Kalau aku memang marah, maka akan kulampiaskan semuanya di depan ibuku tadi. Aku menahan diriku demi karena aku mencintaimu, dan juga berhutang Budi atas pengorbanan dan diammu selama ini padahal aku berselingkuh.""Kau mencoba bersabar karena itu?" "Ya, disamping aku mencintaimu.""Apa kau tidak merasa kasihan pada Mona?""Tentu, tapi sudahlah, jangan dibahas lagi."Mas Alvin memutar kemudi berbelok ke kiri menuju komplek perumahan kami. Ia hentikan mobilnya di garasi dan memintaku untuk turun.Aku yang tadinya mau masuk ke rumah terheran melihat dia membuka gerbang dan hendak pergi."Mau kemana, Mas?""Aku akan kembali ke rumah mami untuk mengambil mobilmu.""Tapi, aku bisa mengambilnya sendiri besok," cegahku.Suamiku hanya me