Aku mengayunkan kaki secepat mungkin. Ketika ragaku sudah mendekati sosok yang berdiri di sebelah sedan hitam tadi, aku sontak memeluknya. Erat. Lelehan yang tadi sempat mengering, kembali basah.
"Hei... slow down, Baby! Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara lembut. Suara yang kurindukan.
"Ka...ngeeen!" Lelehan tadi semakin deras bak hujan badai.
"Miss you too, Mima!" Ia membalas pelukanku seerat aku memeluknya.
"Kamu kenapa gak hubungi aku selama di Oman?" Aku merengek, memukul dada bidangnya.
"Kamu nungguin? Aku pikir kamu gak mau dihubungi," tanyanya bingung.
"Bu Rieka kan udah jadwalnya kontrol. Aku nungguin dia datang! Yang tau kontaknya kan kamu..," jawabku berdalih.
Ia tertawa keras, suara merdu tadi berubah menjadi bariton yang bisa saja membangunkan seluruh penghuni kost. Aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku.
Slup! Mulutnya tertutup.
Namun tiba-tiba saja tanganku tadi ditarik, direkatkan ke dada bidangnya
Aku buru-buru menghapus sisa minuman di bibirku dan meraih tissue untuk membersihkan muka Eki akibat ulahku."Maaf.. maaf.." sesalku.Ia meraih tanganku yang sedang mengusap mukanya, dengan wajah datar tanpa amarah, ia berkata."Kalau kamu terima lamaran aku, tiap hari disembur juga aku ikhlas.." ucapnya dengan pandangan mematikan bagiku.Aku melempar tissue tadi ke mukanya. Urung melanjutkan itikad baikku sebelumnya.Dengan wajah kasihan, ia mengusap wajahnya sendiri. Ya ampun lelaki ini!"Eki..., " ucapku ragu."Hmm?" Ia mendongak sambil tangannya tetap membersihkan baju yang sedikit basah."Kamu kenapa bisa suka sama aku, sih?" tanyaku penasaran."Aku sudah pernah jawab, kan. Kamu tuh unik. Susah ditebak. Selain itu, setelah aku tahu tentang keluargamu dari Tri, aku melihat kamu tipe wanita tangguh. Tapi aneh juga, sih, saat sama aku kenapa kamu bisa se-slebor ini, ya?" Ia mengernyitkan dahi.Jleb! Dia sadar ju
Aku baru saja tiba di depan ruang bersalin, tiba-tiba Kak Ros menyapa."Pagii, eh, glowing amat. Abis perawatan, ya?" Tanya Kak Ros."Bukan, Kak, lagi jatuh cinta!" kak Nita mengkoreksi."Ih ,kak Nita, apaan sih." Aku mendorong lengannya."Oh iya nih, mukanya langsung bersemu merah," kak Ros menimpali."Iih udah ah, ngeledeknya. By the way lagi pada apa? Kok, pada tegang gitu mukanya?" tanyaku"Ini, bikin slide AMP," jawab kak Ros. (-Audit Maternal Perinatal)"Eh, ada yang plus? Kapan? Dimana?" (-plus : meninggal)"Ada kemarin pas dirujuk karena Pre Eklampsi, keluarganya kelamaan ngambil keputusan. Alhasil sampe RS udah plus. Tapi yang kena kan kita," wajah kak Ros berubah masam."Aku tuh suka ga abis pikir deh sama keluarga pasien. Udah tahu melahirkan itu antara hidup dan mati, tapi kok ya ga gerak cepat dalam mengambil keputusan.""Kemarin tuh suaminya belum datang, tetangganya ga berani ambil keputusan. Si ibu
"Assalammualaikum.." Aku mengucapkan salam saat memasuki rumah Mama."Waalaikumsalam.." sahut dari dalam, "Loh, kamu pulang, Nak? Gak dinas?" tanya Mama heran."Ini baru pulang dinas, Ma. Langsung ke sini.""Emang besok libur?" Mama bertanya masih dengan nada heran."Gak sih, cuma kangen banget sama Mama." Aku mendekap mama erat.. Kuciumi kepalanya tanpa henti."Yuk, masuk, tapi Papa gak ada di rumah." Ia mempersilakankuAir mataku berderai seketika. Ingatan Mama kacau sejak Papa meninggal. Kadang Mama mengira Papa masih hidup. Kadang Mama mengira om Kenzi dinas luar. Tak jarang teman-temanku yang masih single dikira sudah menikah dan punya anak. Ketika Skizonya kumat, ia akan histeris karena mengira tamu yang datang ialah perampok yang akan membunuhnya.Beruntung isteri om Kenzi bersedia menemani. Sehingga ada yang menemani Mama mengobrol dan meminimalisir Skizonya kambuh. Anak-anak om Kenzi sedang kuliah di luar kota, mereka a
Kami berada di ruang tamu yang tak seberapa besar. Hatiku memantul ke sana kemari bak naik trampolin. Sungguh ingin menelan Eki hidup-hidup. Lelaki ini selalu membuat diareku kumat."Siapa ini?" tanya Mama yang menghampiri kami setelah dibangunkan oleh tante Rita."Eki, Tante." Ia meraih tangan mama."Ooh Eki. Teman Mima yang punya anak dua itu?"Oh no! Mama mulai kumat Skizonya. Aku melirik tante secepat kilat."Bukan Uni, ini teman Mima jaman sekolah dulu.""Ooh,.." Mama mengangguk, membalas uluran tangan Eki. Mengusap kepalanya lembut dengan tangan satu lagi.Deg!Ada rasa menyeruak tiba-tiba.Rasa sakit sekaligus bahagia."Ada apa datang ke sini?" tanya Mama melihat Eki dengan wajah bingung."Saya mau melamar Mima jika diijinkan, Tante." ucap Eki sopan."Oh... memang Mima belum menikah, ya?" jawab mama."Mama, Mima 'kan masih single." jawabku buru-buru."Mima mau, menikah dengan dia
"Ibu.. gimana, bayinya mau nyusu?" Aku bertanya pada pasien yang baru saja melahirkan."Belum dapat, Bu Bidan, masih mencari-cari," jawab si Ibu pelan. Wajahnya memucat. Di sebelahnya, sang suami berdiri memeluk isterinya dan memandang buah cinta mereka."Gak apa-apa, namanya juga baru keluar. Saya suntik dulu, ya, Bu, pahanya." Aku melakukan informed consent atas tindakan kala tiga. (fase persalinan - plasenta)"Iya, Bu Bidan." jawabnya."Pak, tolong ibunya dikasih minum, ya. Biar ada tenaga. Saya mau keluarkan ari-arinya." ucapku pada suami pasien."Oh iya, Bu Bidan." Ia mengambil minum yang sedari tadi ia beli namun belum sempat disentuh."Bu Bidan, saya ngantuk banget, Bu..," ucapnya lemah dengan mata setengah tertutup.Aku yang sedang memegang perut pasien untuk melakukan asuhan kala tiga dalam persalinan, sontak melarang. Karena butuh kerjasama pasien."Jangan tidur dulu, Bu. Belum selesai, masih ada plasentanya nih, yang
Baru saja selesai makan di kantin Rumah Sakit, aku bertemu sejawat. "Kak Rifki!" panggilku. Ia menoleh "Eh Mim. Ngerujuk?" tanyanya memastikan, karena melihat aku berpakaian dinas. "Iya, ada pasien HPP tadi. Kakak jaga?" Aku balik bertanya. "Iyah, ada Operasi Cito. Jadi dateng, deh. Mima sama siapa?" (cito - darurat) "Sama temen." "Temen apa temen? Kok, ganteng? Kenalin donk. Anggota?" Ia bertanya dengan wajah menyelidik namun nada menggoda. "Gak ah, ntar Kakak godain lagi. Kasihan isteri Kakak kalo sampe Kakak balik suka sama cowok. Bukan, Oil Engineer." Aku membalas godaannya. "Ehh gak apa-apa, donk, kan diem-diem aja. Loh, gak sama anggota? Kirain cuma suka sama anggota. Kalau suka sama sipil juga mah, dari dulu Kakak deketin." Ia berkata genit, khas kak Rifki. "Suka-suka aja, kok. Selama gak mesum kayak Kakak." Aku melewek, menjulurkan lidah. "Halo." sapa Eki, ia menjulurkan tangannya mengajak
"Mima.."Satu detikDua detikTiga detikWanita di hadapanku mendekapku erat, hangat. Membuat dada sesak. Bukan sesak yang menyakitkan, tapi sesak haru."Hai Mima, banyak pasien, ya? Sudah ditunggu loh, dari tadi," sapa mama Eki setelah memelukku.Aku terkesiap, melongo, sungguh takjub. Apa aku mimpi? Aku memeriksa bibirku, barangkali ada iler yang masih melekat."Aa.. aah.. iya tante. Tadi habis ngerujuk pasien perdarahan. Duh maafkan ya Tante, jadi menunggu lama," ucapku gagap."Iyah Nak, gak apa-apa. Yuk kita langsung makan aja. Udah laper, kan? Oh iya panggil Mama aja, Mama sama Bibi sudah masak khusus buat menyambut Mima," balasnya ramah. Merangkulku menuju ruangan yang dimaksud.Aku melirik Eki yang kini berada di belakangku. Ia tersenyum, seolah berkata 'apa aku bilang, ini tidak seperti dugaan kamu'.Kami melangkah menyusuri lorong terang menuju ruang makan. Aku sedikit bingung, karena aku tak pernah berta
Havana, ooh na-na (ay)Half of my heart is in Havana, ooh-na-na (ay, ay)He took me back to East Atlanta, na-na-naOh, but my heart is in Havana (ay)There's somethin' 'bout his manners (uh huh)Havana, ooh na-naDering telepon membangunkanku dari mimpi melelahkan. Aku melirik jam, pukul sembilan pagi. Badanku masih terasa remuk redam sebetulnya. Hanya saja bising suara dari gawai yang kuatur maksimal membuatnya hampir memecahkan cochleaku. Menerima panggilan adalah cara paling kilat untuk menghentikannya.[Halo Assalammualaikum] jawabku.[Waalaikumsalam] balas di seberang sana.[Siapa nih?][Ini Lita][Oh kenapa, Lit?][Mim, bisa tukeran dinas, gak? Aku ada keperluan mendadak nih harus ke dokter. Kamu sore, ya, aku ganti jaga malam][Uhm...] Aku mencoba mengumpulkan serpihan nyawaku yang terserak terbawa mimpi.[Bisa kan, Mim? Please! Urgent banget] suaranya memohon.[Okelah] Aku mengiy