Share

Jangan Mengada-ada, Bocil!

"Di mana El? Jangan bilang dia bangun kesiangan lagi.” Kenzo—ayah Langit, melipat koran untuk bersiap sarapan.

“Jangan panggil dia El, anakmu itu lebih suka dipanggil Langit,” tegur Joya karena sudah beberapa kali memanggil dengan nama El, tapi putranya tidak mau mendengar.

“Sepertinya nama itu memang memiliki arti lain untuk dia, Mi,” timpal Cheryl—kakak angkat Langit.

Joya menghela napas kasar, berjalan ke arah tangga untuk memanggil putranya yang selalu kesiangan.

“Langit! Turun dan sarapan atau kamu akan terlambat ke sekolah!” teriak Joya dari bawah anak tangga, memandang ke lantai dua di mana kamar Langit berada.

“Aku datang!” Terdengar suara teriakan Langit dari lantai dua.

Pemuda itu tampak berlari saat menuruni anak tangga, membuat Joya menggelengkan kepala melihat kelakuan putranya.

“Pagi, Mi.” Langit langsung mencium pipi Joya.

Joya langsung mengusap kasar rambut putranya setelah Langit mencium pipinya. Remaja itu kini sudah sangat tinggi, sama dengan sang ayah yang memang memiliki postur tubuh tinggi, tidak seperti ibunya yang memang lebih kecil.

“Pagi Chery, aku pikir kamu tidak menginap semalam,” kata Langit saat melihat kakak angkatnya di sana. Dia bahkan tidak segan mencium pipi sang kakak.

“Cheryl, Langit. Kamu ini kebiasaan memanggilku dengan nama Chery,” protes gadis berambut kecoklatan sedikit bergelombang itu. Ibu kandung Cheryl adalah wanita berkebangsaan Prancis, sedangkan Joya adalah teman ibu kandung gadis itu.

Langit sudah duduk saat diprotes oleh kakak angkatnya itu, kemudian membalas, “Salah siapa kamu selalu berebut ceri denganku.”

Cheryl langsung memberengut mendengar balasan Langit.

“Mimi, lihat Langit! Dia tidak memanggilku Kakak, sudah begitu selalu salah menyebut namaku!” rengek Cheryl.

Joya dan Kenzo hanya bisa tersenyum melihat keduanya berdebat, sudah biasa jika Langit dan Cheryl bertemu akan selalu ada perdebatan. Cheryl memang tidak tinggal dengan mereka, hanya sesekali jika ingin gadis itu akan menginap.

“Bukan salah sebut, tapi sengaja,” balas Langit dengan senyum lebar di wajah.

“Sudah-sudah, kamu ini juga kenapa suka sekali iseng ke kakakmu. Panggil kakakmu dengan benar.” Joya pun menasihati agar Langit mau memanggil dengan sebutan kakak.

Selama ini Langit memang terbiasa memanggil hanya dengan nama saja, meski begitu Cheryl akan lebih sensitif dan protes kalau Langit selalu jahil.

**

Langit sudah bersiap pergi ke sekolah, mengenakan helm dan duduk di atas motor.

“Langit! Wait!” teriak Cheryl yang berlari menyusul pemuda itu.

“Ada apa?” tanya Langit urung menyalakan mesin motor.

“Anterin ke kampus, ya!” pinta Cheryl, “Aku semalam datang diantar Mommy, jadi nggak bawa mobil,” imbuhnya.

Langit menengok ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan, kemudian mengangguk.

“Ayo naik!” ajak Langit.

Cheryl mengangguk, lantas naik ke motor Langit dan duduk sambil berpegangan di kedua pundak pemuda itu.

“Lu yakin mau naik motor pegangannya begitu?” tanya Langit melirik ke belakang di mana Cheryl membonceng.

“Memangnya suruh gimana? Meluk kamu gitu? Idih ….”

“Ntar kalau gue ngebut, lu kaget jatuh, gue lagi kena omel,” kata Langit, “lagian dulu pas kecil siapa yang sering peluk-peluk,” goda pemuda itu.

Seketika sebuah pukulan keras mendarat di lengan Langit karena Cheryl sangat gemas dengan tingkah adik angkatnya itu.

“Udahlah, jangan mengada-ada. Jalan aja, keburu telat!” perintah Cheryl, “Lagian, kecil sama dewasa beda!”

Langit tertawa mendengar ucapan Cheryl, pemuda itu memang senang sekali menggoda sang kakak angkat.

Mereka pun berangkat bersama, hingga berhenti saat sampai di lampu merah. Disaat bersamaan pula, mobil yang biasa mengantar Bintang dan Orion berhenti tepat di samping motor Langit.

Bintang duduk sambil bermain ponsel, hingga tanpa sengaja menoleh dan melihat Langit yang sedang membonceng seorang gadis.

“Bukan dia cowok baru itu? Wah … apa itu ceweknya? Bule, hebat banget dia,” gumam Bintang memperhatikan dari dalam.

Orion yang memang suka duduk di samping kemudi, melihat Langit yang ada di samping mobil mereka. Lantas membuka kaca jendela karena kagum dengan cowok itu yang memang terlihat keren baginya.

“Kakak! Masih ingat denganku?” Orion meletakkan dagu di tepian jendela.

Langit menoleh mendengar suara Orion, begitu juga dengan Cheryl. Pemuda itu membuka kaca helm, kemudian mengulas senyum ke Orion.

“Tentu ingat,” jawab Langit, “apa kakakmu sudah sehat mentalnya?” tanya Langit tiba-tiba.

Orion tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaan Langit, sampai Bintang menggerutu kemudian memukul belakang jok mobil sang adik.

Orion menoleh ke belakang dan melihat sang kakak yang sedang bersungut sebal, lantas kembali memandang ke Langit.

“Tenang, Kak. Aman terkendali, nyatanya dia tidak buang sampah sembarangan lagi,” jawab Orion.

Bintang menggerutu hingga bibirnya terlihat komat-kamit mendengar ucapan Orion, dirinya mencoba menahan diri karena tidak ingin cowok yang berada di atas motor saat ini, tahu kalau dirinya yang membuang sampah sembarangan kemarin.

Orion senang bisa berbincang dengan Langit, hingga tatapan tertuju ke Cheryl yang duduk di belakang Langit. Cheryl tersenyum sambil melambaikan tangan, membuat Orion tiba-tiba terpaku dibuatnya.

Rambut coklat bergelombang indah dengan bola mata biru yang bersinar cerah. Sungguh sosok gadis idaman para pemuda.

Orion tiba-tiba mengangkat tangan untuk melambai, memandang Cheryl penuh rasa kagum, meski bocah itu masih berumur dua belas tahun, tapi tampaknya dia terpesona dengan Cheryl yang jelas-jelas berumur dua puluh tahun sekarang.

Lampu hijau pun menyala, Langit langsung memacu motor untuk bisa segera mengantar Cheryl terlebih dahulu.

Orion masih melambai-lambai, tatapannya terus tertuju ke motor Langit yang kini sudah menjauh.

Bintang memperhatikan adiknya yang melamun, hingga gadis itu dengan iseng mengusap kasar wajah adiknya agar tersadar dari lamunan.

“Kak Bin, apaan sih?” Orion menggerutu karena ulah kakaknya.

“Lagian kamu kenapa, sih? Ngelihatin orang sampai segitunya,” protes Bintang kemudian bersedekap sambil menyandarkan punggung.

Orion menoleh ke belakang, melihat sang kakak yang menjulurkan lidah ke arahnya tanda mengejek.

“Kak, cowok itu ‘kan yang Kakak bilang anak baru dan sekelas dengan Kakak sekarang?” tanya Orion.

“Iya, memangnya siapa lagi,” jawab Bintang sedikit ketus. Dia memainkan ponselnya lagi sambil menunggu mobil sampai sekolah.

Orion terlihat berpikir, kemudian tiba-tiba tersenyum. Bintang melirik sang adik yang senyum-senyum sendiri, menaikkan satu sudut alis karena merasa heran.

“Napa lu?” tanya Bintang keheranan.

Orion nyengir kuda mendengar pertanyaan sang kakak, sebelum kemudian menjawab, “Aku sekali-kali mau ketemu teman sekelas Kakak itu, ah ….”

“Heh! Mau apa?” tanya Bintang tiba-tiba panik. Jangan sampai Orion membuat dirinya ketahuan jika yang membuang sampah. “Aku tidak akan mengakuimu adik kalau sampai kamu datang ke sekolah dan berkenalan dengannya!” ancam Bintang.

“Idih … aku tidak akan menyangkutpautkan Kakak, ya. Aku mau kenalan, karena mau kenal juga sama gadis yang tadi diboncengin sama dia,” jawab Orion dengan senyum lebar.

“Apa! Jangan mengada-ada, bocil!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status