Wanita yang dipanggil Mommy itu tampak menoleh kearah Naka, tetapi tatapannya seperti kosong. Wanita itu sangat cantik sekali, bahkan meskipun terlihat pucat dan sayu, masih terlihat cantik dengan tanpa polesan apapun. Wanita yang ternyata sudah berusia 40 tahun itu, jika dihitung mundur, maka dulu melahirkan Naka diusia 17 tahun, masih sangat muda tentunya. “Mommy, ini aku! Naka!” Naka langsung duduk bersimpuh dikaki wanita itu, kemudian menggenggam kedua tangan wanita itu lalu menciumnya. Wanita itu masih diam saja sambil memandangi wajah Naka, sepertinya dia sedang berusaha mempelajari wajah Naka. “Fuji…” “Bukan, Nyonya. Ini adalah Tuan Muda Naka, putra anda,” kata Reiji Wanita itu hanya diam saja, lalu air matanya mengalir, membuat Naka bingung sendiri. “Paman, apakah Mommy baik-baik saja?” tanya Naka “Nyonya memang sering seperti itu, jika beliau memanggil anda dengan sebutan Tuan Fuji, itu karena wajah anda mirip dengan Daddy anda,” jawab Reiji. “Mom! Ini aku Naka, anak M
“Paman Reiji!?” sekali lagi Naka memanggil nama pria itu. “I-iya, Tuan Muda. Itu Tu-Tuan Besar,” jawab Reiji Naka langsung memutuskan sambungan telepon, dan entah bagaimana Naka justru membanting ponselnya hingga hancur berkeping-keping, dia terduduk dilantai kamarnya sambil mengeluarkan air mata. “Gila! Daddy gila! Kenapa malah menikah dengan temen Orin!” seru Naka, “Itu artinya Renata adalah ibu tiriku! Fuck!” Naka lalu menuju balkon kamarnya, disana dia mengambil sebatang rokok lalu menghisapnya, sambil juga memegang segelas wine. Naka minum dengan rakus, tanpa peduli dia tengah berada dimana. Dia seperti lupa jika dia tinggal dirumah mertuanya, mantan majikannya sendiri. Waktu berlalu, Orin tampak memasuki kamarnya, dan terkejut melihat ponsel Naka sudah hancur berantakan, sedangkan Naka tengah duduk dengan posisi memunggunginya, terlihat ada kepulan asap rokok, artinya Naka sedang merokok. “Sayang.” Orin menghampiri suaminya yang sepertinya sudah setengah mabuk karena hampir
"Tuan Muda? Siapa Tuan Muda itu?" tanya Orin sambil menatap suaminya dengan tatapan mata tajam.Naka tampak terdiam, dia belum ingin membuka siapa dirinya saat ini pada siapapun, karena dia takut semua orang akan tidak percaya bahkan menganggapnya tengah menjadi manusia halu tingkat dewa.Tiba-tiba Orin langsung duduk dipangkuan Naka yang tengah duduk di sofa, keduanya saling berhadapan dengan wajah saling berdekatan."Sayang, orang tadi hanya nge prank," kilah Naka, "Mana ada tuan muda seperti aku.""Tuan Muda Naka, masih kurang jelas?" tanya Orin, "Siapa Paman Reiji? Kenapa Kamu mabuk, Bang. Kamu kenapa jadi berubah banget. Ada apa sebenarnya?""Aku tidak apa-apa, hanya sedang lelah," jawab Naka"Lelah?" tanya Orin tidak percaya, "Bahkan selelah apapun suamiku selama ini tidak pernah menyentuh minuman beralkohol, merokok sesekali masih bisa diterima. Tapi ini minum?! Seorang Naka tiba-tiba mabuk? Sejak kapan?""Sayang, aku harus pergi," kata Naka. Naka tidak mau Reiji meneleponnya l
Naka tengah duduk di kursi, sedangkan Orin berbaring di ranjang periksa, dokter kandungan tampak tengah mengarahkan sebuah alat mirip mikropon di perut Orin, dan terlihat layar monitor tidak berwarna menunjukkan bagian-bagian dari perut Orin, yang Naka sendiri malah bingung melihatnya.“Lihat, yang seperti biji kacang itu, itu janinnya,” kata Dokter Heni“Janin?” tanya Naka“Ya, anak Pak Naka sudah berumur 4 minggu didalam kandungan Bu Orin,” jawab Dokter Heni.“Maksudnya, istri saya hamil?” tanya Naka“Betul, selamat ya!” seru Dokter Heni, “Apa yang anda rasakan saat ini?”“Hanya pusing saja dan sedikit mual,” jawab Orin masih dengan suara lemah.“Itu biasa terjadi dikehamilan trimester pertama,” kata Dokter Heni, “Yang penting jangan sampai telat makan, cukup makan makanan bergizi, buah dan sayur, minum vitamin, juga susu ibu hamil.
Naka langsung masuk ke dalam rumah dan bergegas menuju kamarnya, terlihat sang istri tengah menangis sesunggukan di pinggiran ranjang.“Hei, Sayang…. kamu kenapa?” tanya Naka sambil menggenggam jemari Orin.“Abang, kenapa bohong sama aku!?” seru Orin“Bohong, bohong soal apa?” Naka tampak kebingungan, dia takut jika Orin tahu kalau selama ini Naka sudah menyembunyikan identitasnya, “Abang nggak nyembunyiin apapun dari kamu, Sayang. Dan belum saatnya kamu tahu semuanya.”Orin langsung berhenti menangis, menatap suaminya karena merasa aneh dengan ucapan sang suami yang baru saja dia ucapkan.“Apanya yang belum saatnya aku tahu?” tanya Orin“Ehm, itu…. Jenis kelamin anak kita,” jawab Naka sekenanya sambil garuk-garuk kepala.“Itu kan emang kita harus USG lagi nantinya, Bang!” seru Orin“Lalu kenapa kamu nangis?” tanya Naka
Naka sudah tidak bisa berkata-kata lagi, akhirnya dia membelokkan mobilnya menuju bandara, dengan Orin tetap ikut karena sudah marah karena tiba-tiba suaminya ditelepon oleh seorang wanita yang Orin tidak kenal.“Sayang, Michi itu anak tirinya Mommy Daniah,” kata Naka, “Ups!”“Kok kamu jadi ikut-ikutan manggil Mommy?” tanya Orin“Eh, keceplosan, sayang,” jawab Naka sambil menepuk bibirnya sendiri.“Bang, kamu itu kenapa dari kemaren-kemaren seperti orang salah tingkah terus!” omel Orin, “Sebenarnya ada apa!? Jawab!”“Enggak, Enggak ada apa-apa,” balas Naka justru semakin gugupMereka akhirnya tiba dibandara, dan seorang gadis cantik berdarah Jepang China tampak berlarian sambil melambaikan tangan dan langsung menabrak Naka meloncak kepelukan pria itu, membuat Orin langsung melotot tidak percaya.“Haihhh!! Siapa kamu! Enak aja main peluk-peluk sua
Naka sudah tidak bisa berkata-kata lagi, akhirnya dia membelokkan mobilnya menuju bandara, dengan Orin tetap ikut karena sudah marah karena tiba-tiba suaminya ditelepon oleh seorang wanita yang Orin tidak kenal.“Sayang, Michi itu anak tirinya Mommy Daniah,” kata Naka, “Ups!”“Kok kamu jadi ikut-ikutan manggil Mommy?” tanya Orin“Eh, keceplosan, sayang,” jawab Naka sambil menepuk bibirnya sendiri.“Bang, kamu itu kenapa dari kemaren-kemaren seperti orang salah tingkah terus!” omel Orin, “Sebenarnya ada apa!? Jawab!”“Enggak, Enggak ada apa-apa,” balas Naka justru semakin gugupMereka akhirnya tiba dibandara, dan seorang gadis cantik berdarah Jepang China tampak berlarian sambil melambaikan tangan dan langsung menabrak Naka meloncak kepelukan pria itu, membuat Orin langsung melotot tidak percaya.“Haihhh!! Siapa kamu! Enak aja main peluk-peluk sua
Naka membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, sementara Reiji dan 4 anak buahnya mengikuti mobil Naka dengan mobil lain. Selama dalam perjalanannya, Naka terus mengajak Orin berbicara, terlihat dari sambungan video call Orin tampak ketakutan sekali.“Sayang, kamu mendengar apa lagi?” tanya Naka, “Papi dan Mami dimana?”“Papi, sama Mami dan juga Indra lagi keluar, katanya pulangnya masih nanti,” jawab Orin, “Diluar hanya ada Pak Azam dan asisten rumah tangga. Ada teriakan orang mencari Papi.”“Tenang, Sayang. Sebentar lagi aku akan sampai,” kata Naka, “Pintu kamar sudah kamu kunci kan?”“Su-sudah,” balas Orin, “Aku sudah kunci pintunya, tapi jeritan asisten rumah tangga itu kasihan, Bang. Aku takut. Aku takut mereka disakiti dan dilukai.”“Tenang, abang akan segera sampai,” kata NakaNaka kembali memacu mobilnya dengan kecepatan