Share

6. Malunya Minta Ampun

"Hah?" Ezekiel membelalakkan matanya mendengar jawaban Lila. "Kamar apa?" tanyanya.

"Ya apa kek, kamar hotel, kamar kontrakan, kamar kos," kikik Lila.

Ezekiel menggeleng pelan. Lila yanb masih menempel padanya dia dorong masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman hotel.

"Oke, aku antar kamu ke kamar. Alamat kamu di mana?" tanya Ezekiel begitu dia duduk di belakang kemudi.

"Alamat apa ya, Pak?" Lila masih terkekeh-kekeh tak jelas sambil berusaha memeluk Ezekiel.

Ezekiel menghela napas dalam-dalam. Cewek kalau sudah mabok memang sangat merepotkan. "Kamu duduk diem di situ!" perintahnya sambil mendorong Lila ke kursinya, dan mengikatkan sabuk pengaman kencang-kencang. "Cepet bilang alamat kamu di mana?"

"Mmm ... oh, maksud bapak alamat kosku?" kikik Lila.

"Ya terserah lah yang penting alamat kamu tinggal."

"Oh, di ... mmm ... sebentar aku inget-inget dulu." Lila menggaruk kepala. "Jalan Cempaka daerah__," Lila menyebutkan nama daerah tempat dia tinggal.

Ezekiel membuka map di ponsel lalu mengemudikan mobilnya sesuai petunjuk arah. Sepanjang prjalanan, mulut Lila tak berhenti menyerocos kata-kata random yang membuat Ezekiel hanya bisa geleng-geleng kepala.

Tiba-tiba dia iseng mengabadikan moment itu beberapa detik dengan ponselnya tanpa disadari oleh Lila.

"Stop, stop, Pak!" seru Lila tiba-tiba. Ezekiel menepikan mobilnya di depan pintu gerbang sebuah bangunan bertingkat. Lila membuka pintu mobil dan melangkah keluar, tapi sepertinya dia terlalu mabuk untuk bisa berdiri hingga dia ambruk ke tanah.

Ezekiel buru-buru keluar dan membantu Lila berdiri. "Kamu itu merepotkan, ya, Lila!" ujarnya seraya memapah Lila masuk ke halaman rumah kos.

"Susah jalan nih, Pak. Pusing. Bisa gendong, nggak?" tanya Lila seraya mengalungkan lengannya pada leher Ezekiel.

"Kamu emang modus ya ingin dekat-dekat saya?"

Lila meringis. "Pak Ezekiel ganteng sih," ujarnya seraya mencupit pipi Ezekiel.

Sungguh, kalau saja bukan karena mabuk, hal yang dilakukan Lila itu bisa mengancam karirnya. Berani sekali dia memperlakukan bosnya seperti itu. Namun, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ezekiel mengangkat tubuh ramping Lila dan menggendongnya a la bridal.

"Kamar kamu di mana?" tanyanya.

"Di lantai dua, Pak." Lila menghirup wangi parfum mahal Ezekiel yang menenangkan. Rasanya ingin dia ciumi terus leher kokoh bosnya itu. Ada gelenyar aneh dalam hati Lila saat menatap wajah tampan nan angkuh itu dari dekat.

"Eh, eh!" Seorang wanita paruh baya berdaster tiba-tiba menghadang langkah Ezekiel saat akan menuruni tangga. "Apa-apaan ini? Ini kos khusus perempuan, tamu laki-laki ndak boleh masuk kamar. Terus apa ini pakai digendong-gendong segala?" Si ibu kos berkacak pinggang seraya mengangkat wajah.

Lila berbisik pada Ezekiel, "kasih duit aja, Pak. Pasti boleh masuk."

Ezekiel menurunkan Lila dan merogoh saku untuk mengambil dompet. Bisa-bisanya Lila merepotkannya seperti ini dan dia menurut saja. Ezekiel mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada si ibu kos.

Mata si ibu kos langsung membulat dan bibirnya yang tadi sinis kini mengulas senyum. Dia masukkan lembaran uang itu ke balik BH-nya dan wajahnya terlihat begitu ramah.

"Duh, makasih loh ini, Cah Bagus. Silahkah masuk, loh, santai saja, anggap saja kos sendiri," ucap si ibu kos sambil ngeloyor pergi.

Lila terkikik. "Pak Ezekiel baik banget, sih?" ucapnya manja.

"Kamu bisa jalan sendiri kan ke kamar kamu?" tanya Ezekiel.

"Nggak bisa, Pak. Gendong lagi, Pak. Please, please."

"Kamu berani banget ya nyuruh-nyuruh saya?"

"Ish! Jangan galak-galak sih, Pak. Nanti gantengnya ilang loh."

Percumah sekali meladeni perempuan mabuk. Ezekiel kembali menggendong Lila dan menaiki tangga. Di lantai dua, Lila menunjuk pintu kamarnya. Tangannya meraba-raba tas selempangnya untuk mengambil kunci kamar.

"Ini kuncinya, Pak. Tolong bukain, Pak. Aku pusing banget, nih," pinta Lila.

Lagi-lagi Ezekiel menurut saja disuruh-suruh oleh Lila. Begitu masuk ke dalam kamar kos Lila yang culup luas dan nyaman, dia membaringkan gadis itu ke atas kasur lantai.

"Tunggu, Pak!" seru Lila seraya menggenggam lengan Ezekiel saat dia hendak beranjak pergi.

"Mau apa lagi? Kamu itu mabok berat. Tidur sekarang!" perintah Ezekiel.

"Temenin, Pak," rengek Lila.

"Heh! Kamu jangan kurang ajar ya, Lila? Kamu masih ingat kan saya siapa?" ucap Ezekiel berang.

"Inget, dong. Pak Ezekiel itu bosku yang galak, bosku yang kampret, tapi ganteng."

"Hah?!" Ezekiel membulatkan mata mendengar ucapan Lila yang tanpa filter itu.

"Kamu bilang apa? Aku galak? Aku kampret?"

Lila meringis. "Tapi ganteng, Pak."

Ezekiel mendesis. "Nggak ada gunanya meladeni kamu. Saya mau pergi sekarang."

Lila bangkit dari posisi berbaringnya dan tiba-tiba menubruk Ezekiel hingga bosnya itu rebah ke atas kasur. Bagai guling, Lila memeluk Ezekiel yang syok erat-erat.

"Hei, Lila! Lil!" panggil Ezekiel seraya mencoba untuk mendorong tubuh Lila yang meninpa sebagian tubuhnya. Namun, Lila tak bergeming. Sepertinya gadis itu sudah sangat pusing untuk sekedar membuka mata.

"Sini aja, Pak," ucap Lila lirih.

Ezekiel berusaha melepaskan diri tapi sia-sia. Dengkuran halus Lila justru terdengar. Tangan Lila masih memeluknya erat sedang dadanya dijadikan bantal untuk kepala gadis itu.

Sungguh momen yang membuat Ezekiel canggung. Bagaimanapun dia laki-laki normal. Dipeluk gadis cantik seperti ini tentunya membuat naluri kelelakiannya tergelitik. Apalagi, lutut Lila menimpa pusakanya di bawah sana.

***

Cahaya matahari masuk ke dalam kamar kos Lila, membuat gadis itu membuka matanya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar. Semalam sepertinya dia mabuk berat dan ingatannya masih samar tentang semalam. Lila mendapati dirinya berada di dalam selimut dengan gaun yang dia pakai semalam masih melekat di tubunya.

"Kok aku bisa ada di kamar, sih? Aku balik sama siapa semalem, ya?" gumamnya sambil menggaruk-garuk kepala. Anehnya, dia mencium wangi parfum yang dia kenal. Bau parfum bos kampretnya, Ezekiel.

Matanya menangkap sebuah dompet kulit coklat tergeletak di samping kasur. "Dompet siapa?" tanyanya seraya meraih benda itu. Dia membuka dompet dan melihat beberapa lembar uang seratus ribuan. Tapi, saat melihat kartu identitas yang terselip diantara kartu ATM yang jumlahnya ada beberapa, matanya membulat.

"Dompet Pak Ezekiel?" tanyanya pada diri sendiri. Lila memegangi kepala berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Dia mencoba merunutnya dari auditorium hotel saat dia menghabiskan bergelas-gelas wine, kemudian ketemu dengan om-om genit yang berpikir dia gadis panggilan, kemudian Ezekiel datang menghampiri, mengajaknya pergi keluar auditorium, mengantarnya dengan mobil ke kos, dan ....

"Ya, Tuhaaan!" pekik Lila. Ingatannya sudah kembali. Dari dia turun mobil hingga masuk ke kamarnya ini, dia ingat semuanya. Badannya seketika panas dingin. Lila membenamkan wajahnya ke atas bantal sambil memukul-mukul ke atas kasur. Rasanya saat ini dia berharap dunia kiamat saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status