Terlepas dari sikap kecerobohanku yang mengundang kesialan. Aku akhirnya kembali menjadi karyawan wanita biasa. Bernapas biasa, makan biasa, kentut biasa sampai pulang pergi bagai kuli pun teramat ... BIASALAH.Hanya yang berbeda adalah, sekarang aku punya cincin berlian hasil jadi pacar jadi-jadian. Lumayanlah, jika butuh bisa dijual kali aja bisa seharga rumah.Lucu sekali. Jika mengingat bagaimana aku berbohong pada geng kutukupret demi si Dementor. Kukatakan cincin itu kudapatkan dari hasil warisan nenek moyang yang sengaja aku pakai demi menangkal virus iblis Pak Leo."Baik, jadi iklannya sekarang sudah stabil, ya? Jangkauannya udah ratusan ribu perjam? Oke, terima kasih infonya." Klik.Aku menghembuskan napas panjang setelah menerima telepon dari tim evaluasi digital. Perkembangan e-commerce yang begitu cepat mau tak mau membuat setiap perusahaan untuk berinovasi dan itu menyebabkan kerjaanku tak habis-habis.Di perusahaan ini, kinerja anggota tim khusus berada di bawah langsun
"Aw!" Berjuta kali pun aku mencubit pipi, pasti hasilnya tetap akan sama yaitu ... SAKIT. Pak Leo mengajakku ke pertemuan keluarganya.Is he crazy? Aku yakin di muka bumi tidak ada bos segila dia. Dia yang pemaksa, dia yang suka seenaknya dan dia yang selalu membuatku kehilangan kata-kata. Pokoknya Leo adalah lelaki kejam yang galaknya nggak ada lawan."Ingat di dalam nanti, kamu hanya perlu mengangguk dan tidak perlu berkata macam-macam. Mengerti?""Ya, Pak." Lagi-lagi dia mengulang nasehatnya sebelum kami memasuki rumah Pak Pram. Pak Pram adalah ayahnya Pak Leo, siapa pun tahu kalau Pak Pram itu memiliki sifat yang nggak beda jauh dari Pak Leo, bijak sih tapi menakutkan. Orangnya tegas dan disiplin, jadi nggak usah dijelaskan betapa ngerinya aku memasuki rumah ini. Salah-salah ngomong, bisa-bisa aku cari mati. Sungguh, kalau bukan karena iming-iming gaji dan bonus. Aku lebih memilih berlayar ke pulau indah dibanding jadi kambing congek di sini."Oh ya, satu lagi saya lupa. Di da
[Kamu di mana Tari? Ingat ya, kamu harus ikut saya fitting kalau gak mau bonus di tanggal muda buat kamu saya hapuskan. ]Semprul! Bonus tanggal mudaku malah jadi taruhan. Maunya apa sih si monster protein ini? Aku menggertakan gigi kesal setelah membaca chat ke sekian di pagi ini dari Pak Leo. Gara-gara chat Pak Leo tersebut, terpaksa aku harus berangkat sejam lebih awal dari apartemen dibanding hari biasanya. Semua itu kulakukan demi hadir tepat waktu di butik Amora--tempat dia dan Bianca melakukan fitting baju pengantin. Aku menghembuskan napas kasar ketika tubuh ini sampai di depan butik 'Amora'. Baru juga jam 9.00 entah kenapa tubuhku berasa sudah kerja seharian, mungkin ini karena aku capek ngejar waktu sehabis mencuci sepatu si bos yang aku pakai semalam. Sumpah ya, kalau boleh jujur itu sepatu rempong banget. Udah mah besar, nggak bisa diajak jalan dan kalau aku mau pakai pun udah kayak pake sepatu Aladdin. Kebaikan si bos berasa gak guna jadinya. "Tari semangat! Ayo, kita
POV AUTHOR Kesal. Satu kata yang bercokol di benak Leo, ia tak menyangka melihat sekretarisnya didekati lelaki lain mendorongnya melakukan hal-hal yang tak masuk di akal. Seumur-umur dia tak pernah sekonyol ini menyikapi wanita. Leo yang arogan mendadak berhati Hello Kitty. Leo mulai mempertanyakan hal-hal sensitif seperti jika Tari menjadi Bianca--calon istrinya plus tunangan yang dipaksakan. Untuk apa coba? Tentu saja ini bukan style-nya. Jika Rega dan Yulizar tahu dia sereceh ini di depan perempuan mungkin mereka akan tertawa sampai mampus. Lagi pula, Leo masih tak habis pikir. Apa sih spesialnya Tari? Dia hanya wanita ceroboh yang terkadang polos. Hanya karena Leo pernah melihat Tari di waktu kecil bukan berarti itu akan membuatnya memiliki empati. "Pak Leo? Maaf, boleh saya masuk?"Leo mengangkat kepalanya ketika sebuah ketukan dan suara tak asing ijin masuk ke ruangannya. Dia bisa melihat kalau Tari muncul dengan senyuman tak ikhlas seperti biasa. Leo tahu, kalau sekretari
Jutaan kali aku berpikir tampaknya ada yang salah dengan perkataan Pak Leo semalam. "Menenangkan hati saya Tari."Apaan katanya? Menenangkan hati? Emang-nya aku Ustadzah? Kalau mau menenangkan hati itu ngaji, sholat dan sedekah. Itu! Heran banget, itu bos kesambet apa bagaimana? Baru saja aku ijin pulang cepat sekali eh, ada saja alasannya untuk memerintahku. Dia itu selain diktator ternyata posesif. Pacar bukan, suami bukan, orang tua bukan apalagi nenek-kakek. Terus ada hak apa dia mengurusi hidupku? AAA! Aku yakin sebentar lagi mungkin aku akan gila jika saja tidak taat agama. Astaghfirullah tobat! "Haaaah!"Aku menghembuskan napas ke udara sambil berjalan gontai menuju ruang aula. Pagi-pagi buta si duta durhaka bilang kalau di sana akan ada pengumuman. Kupikir setelah semalam Pak Leo semena-mena menggagalkan misi move on-ku dia akan minta maaf ternyata aku salah. Seperti manusia bengis yang kembali ke watak aslinya, dia kembali mempersulitku. Bahkan dia sekarang memintaku m
"Oke, hari ini Bapak mau saya masak apa?" Aku bertanya bukan songong apalagi sok bisa. Aku bertanya sebab ingin memastikan kalau acara contek-mencontekku pada youtube berhasil sehingga menu yang nanti aku cari tepat sasaran.Fiuh! Lelah sungguh lelah jadi sekretaris Pak Leo. Sumpah demi gaji tanggal muda yang kadang habis dalam satu kedipan mata, semula aku menyangka Pak Leo tak serius ketika memintaku menjadi asisten masak untuknya. Ya kali, dia minta sekretaris lulusan sarjana telekomunikasi sepertiku menjadi koki? Tapi, ternyata lagi-lagi aku salah. Setengah hari ini, di waktu lunch break kami dia memintaku memasak. What the hell? Seginikah menderitanya hidup seorang kacung Pak Leo, bukan hanya jadi baby sitter kini aku telah resmi menjadi babu hanya karena ghibahan yang tak tahu waktu.Pak Leo mengambil apron dari atas meja lalu menyerahkannya padaku. Baru kali ini aku melihat seorang bos menyerahkan celemek pada sekretarisnya. Hanya Pak Leo dan segala keanehannya yang mampu
Jantungku gak aman. Itulah gambaran yang pas untuk menunjukan kondisi organku sekarang setelah diajak si Bos bersandiwara di depan Via dan Hans demi harga diri. Kukira sandiwara si Bos akan berakhir di kalimat 'calon istri' ternyata tidak saudara-saudara! Tidak!Lebih parah dari yang kubayangkan, demi membuat Via dan Hans percaya bahwa kami adalah pasangan Pak Leo mendadak merangkulku ketika hendak membawaku pergi dari sana dengan alasan tidak suka makan di tempat kepunyaan Hans. Sinting!Ini dia kebanyakan nonton drama emak-emak atau gimana, sih? Kok sekonyong-konyong punya ide gila macam begini? Gimana kalau Bianca tahu kalau calon suaminya mengaku jadi calon suamiku? Bisa gempar dunia persilatan.Okelah fine, di satu sisi aku apresiasi kebaikan hatinya yang berubah menjadi malaikat demi membelaku tapi di satu sisi itu cukup membuatku risih. Mau menolak takut ketahuan, mau menerima juga hati udah mulah ser-seran. Galau mode on. "Bos, maaf keknya tangan Bos bisa dilepasin sekarang
"Kalian mau ngapain?" tanyaku kaget juga bingung. "Kita mau numpang gosip di rumah lo sambil bicarain lomba...," kata Yayuk sambil menyerobot masuk ke dalam apartemen diikuti dua kutu lainnya. "Lah kenapa di gue? Kan kita beda tim." Aku mengernyitkan dahi. "Soalnya tempat lu yang paling deket, udahlah! Lu jangan berisik! Ayo, sini! Kita bawa gorengan nih.""Eh tapi guys gue ....""Udah!" Evi langsung menarik tanganku agar mengikuti mereka yang heboh sambil duduk melingkar di ruang tamu. Tak ada pilihan, aku terpaksa bergabung dengan geng kutukupret. Di antara cekikikan mereka sepertinya hanya aku yang gelisah karena otakku tak henti mencari cara untuk mengusir teman-temanku ini dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kasian Pak Leo bisa sawan dia lama-lama di kamar perawan. "Oh ya. Sebenarnya lo sama Bos ada apa, sih?" cecar Evi tiba-tiba di antara obrolan ngaler-ngidul kami. Terhitung sudah lima belas menit mereka di sini dan aku masih belum menemukan ide yang bagus untuk membuat mere