Setelah menyampaikan keinginannya, untuk mengakhiri hubungannya dengan Rein, Yandi segera membawa mantan sahabat Rein itu pergi bersamanya. Remaja itu menggenggam erat tangan Reina dan membawanya keluar dari lingkungan sekolah. Mulut-mulut para siswi itu pun mulai berkomat-kamit, saat melihat Yandi pergi sambil menggenggam erat tangan Reina.
Awalnya, Yandi berniat untuk mengantar gadis itu ke rumahnya. Namun ia segera mengubah niatnya, saat melihat Reina masih meneteskan air matanya.
Remaja itu menghentikan langkahnya di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari SMA Citra. Ia menghentikan langkahnya dan mulai menatap Reina yang terus menundukkan kepalanya sedari tadi.
“Hei,” ucap Yandi lembut, sambil mengusap air mata Reina.
“Udah, gak usah nangis lagi. Gak perlu dengarin omongan mereka, kok,” ucap Yandi penuh kelembutan.
Entah mengapa, ada bagian di hati remaja itu yang turut merasakan sakit. Saat ia melihat gadis yang
“Ah...” Teriakan menggelar di kediaman Andre tepat pukul dua belas satu dini hari. Kedua orang tua remaja itu kini sedang bertengkar heboh, tanpa memedulikan waktu.“Andre... keluar kamu dari kamar! Kamu semua yang buat bapak kamu kayak gini!” teriak mama Andre.“Mama kan udah bilang kemarin, jangan pernah kasih uang lagi ke bapak kamu!” Pria yang berstatus sebagai kepala keluarga di rumah ini, kini hanya menjadi seorang pecandu alkohol. Setiap ia kembali ke rumah dengan tubuh beraroma alkohol, pastinya ia akan memukul anak dan istrinya.Pria itu hanya akan memarahi mereka, atas kemiskinan mereka saat ini. Ia bahkan tak pernah sekalipun menghargai kerja keras putranya, untuk membiayai kehidupan keluarga mereka.Jika putranya memberikannya uang hasil kerja kerasnya, pastinya ia akan menggunakan uang itu untuk memuaskan dirinya dengan alkohol. Dan setelah kesadarannya telah habis ditelan kemabukkannya, ia akan
Status yang pernah dimiliki seorang Reina Vicasa, kini telah menghilang dalam sekejap karena kesalahannya sendiri. Ia yang dulunya berstatus sebagai kekasih Yandi, kini telah berstatus sebagai mantan kekasih lelaki itu.Kesedihannya saat harus kehilangan Yandi, begitu terasa menyakitkan. Ia yang biasanya dengan mudah melepaskan para mantan kekasihnya tanpa setetes air mata pun, kini meneteskan beribu-ribu air mata untuk seorang lelaki.Air mata itu tentunya berjatuhan bukan tanpa alasan. Pasalnya, setiap lelaki yang pernah menjalin hubungan dengannya tak akan mampu bertahan dalam hitungan hari. Tentunya sikap Rein yang selalu ingin dituruti dan didengarkan, membuat para lelaki yang pernah menjadi kekasihnya tak bisa bertahan.Hubungan yang dijalin gadis itu bersama Yandi, sejauh ini memiliki masa waktu terlama. Ditambah Yandi yang sering sekali menuruti dan mendengarkan gadis itu, membuatnya tak rela melepaskan Yandi.Lepasnya Yandi dari sisi gadis itu, m
Sejuta kenangan kini terus terbayang dalam benak Rein. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, saat mengingat semua kebersamaan. Di mana saat-saat Yandi selalu menuruti semua keinginannya.Di saat yang sama juga, amarah gadis itu meledak-ledak. Gadis itu menggertakkan giginya dan terus memukul-mukul ponsel, yang sedang menampilkan sebuah foto dirinya bersama Reina.“Coba aja lo gak ngerebut Yandi dari gue. Pasti kita masih sahabat sampai sekarang,” ujar Rein sambil memandangi semua foto-fotonya bersama Reina.Ada penyesalan yang tersisa di hati gadis itu, kala mengingat ia sudah memutuskan hubungan persahabatan mereka. Gadis itu cukup merasa kehilangan sosok yang berharga baginya. Namun, rasa penyesalannya tak akan menang jika dibandingkan dengan kebenciannya.Rein tak hanya sekedar marah atau merasa kesal pada mantan sahabatnya. Tetapi ia begitu membenci gadis itu, hanya karena sebuah kesalahpahaman.“Woi, Rein! Lo ngapain
Kedatangan Rein di kediaman mantan sahabatnya, dengan pandangan yang merendahkan memunculkan suasana asing. Seperti biasanya, gadis itu selalu disambut dengan baik saat berkunjung ke rumah ini. Dan ia pun selalu membalas sambutan itu dengan riangnya.Kedatangan Rein saat ini pun disambut dengan hangat oleh Ami, bunda Reina. Namun, respons yang diberikan gadis itu sangat dingin.Melalui respons Reina, Ami mengetahui ada sesuatu yang salah. Namun, wanita itu tak mengetahuinya. Ia juga semakin yakin, saat melihat putrinya mulai bertingkah aneh.“Nak Rein baik-baik aja, kan?” tanya Ami ingin memastikan prasangkanya.“Pas banget ibu nanya kayak gitu. Soalnya aku datang ke sini, karena mau nyampain sesuatu,” ucap Rein membuat Ami kebingungan. “Maksud nak Rein gimana, ya?” tanya Ami. Semakin wanita itu mengeluarkan berbagai pertanyaan untuk memahami maksud perkataan gadis itu, semakin besar pula ketakutan yang dirasakan
“Bunda... Reina minta maaf. Reina mohon bunda mau dengarin penjelasan aku dulu.” Rasa sakit yang begitu hebat sedang melanda hati Reina Ananda. Ia yang baru saja kehilangan sahabatnya karena sebuah kesalahpahaman, kini harus menerima kekecewaan bundanya.“Bunda... Reina mohon. Tolong dengarin Reina sebentar aja, bun,” ujar Reina memohon.Air mata Reina kini jatuh tak tertahankan lagi. Setelah Rein meninggalkan kediamannya, gadis itu hanya bisa menangis sambil memohon pada bundanya.“Reina, bunda benar-benar kecewa sama kamu. Bunda kecewa banget sama kamu,” ucap Ami dibalik pintu kamarnya.“Padahal bunda gak pernah ngajarin kamu kayak gitu. Tapi kenapa kamu lakuin semua itu? Kenapa?” Hanya ada rasa tak percaya yang tersisa kini. Hati wanita itu kini telah dipenuh oleh berbagai macam rasa, yang membuatnya tak mungkin untuk mendengarkan penjelasan putrinya lagi.“Bunda. Bunda tuh salah paham.
Angin buruk kini sedang menimpa Reina secara bertubi-tubi. Angin itu terus saja berdatangan, seakan setuju pada rencana mantan kekasih Yandi, yang tak ingin melihatnya bahagia.Ia yang baru saja kehilangan sahabatnya, kini harus menerima segala kekecewaan dari bundanya. Hingga hari telah berganti, bunda Reina masih tetap merasa kecewa padanya.“Bunda. Bunda masih marah sama aku?” tanya Reina mendekati sang bunda yang sibuk menyiapkan makan siang. Namun, wanita itu tak menjawab pertanyaannya.“Bunda... eh... hari ini bunda masih libur, kan?” tanya Reina sekali lagi berusaha mengubah suasana yang sunyi senyap itu. Namun, lagi-lagi wanita itu sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Padahal wanita itu jelas berdiri begitu dekat dengan putrinya.“Maaf aku jadi ganggu bunda kerja.” Rasa sakit begitu terasa, saat bundanya mengabaikan semua perkataannya. Ia hanya bisa menguatkan hatinya, dan terus
Ada berjuta rasa senang yang dirasakan Reina sebelum ia melakukan pertukaran dengan Rein, yang kini sudah tak bisa dikatakan sebagai sahabatnya lagi. Kini hanya tersisa rasa penyesalan, dan juga rasa bersalah setelah ia melakukan pertukaran itu.Andai kata, jika dirinya tak meminta Rein untuk bertukar peran dengan dirinya, pastinya semua kejadian yang sedang dialaminya tak akan pernah terjadi. Namun, semuanya telah terjadi. Karena pertukaran itu, ia telah membuat bundanya sangat sedih dan kecewa padanya. Ia juga telah kehilangan seorang sahabat. Dan kini ia hanya tinggal menunggu waktu, sebelum hal yang sama terjadi lagi.Dapat dipastikan, jika tak lama lagi ia akan kehilangan Yandi akibat perbuatannya sendiri. Gadis itu sangat yakin, jika Yandi akan sangat membenci dirinya sama seperti Rein membencinya, saat mengetahui semua kebohongannya selama ini.“Bunda, Reina, Yandi... tolong maafin aku. Aku salah, aku tahu itu.” Air mata gadi
Hari di mana mantan kekasih Yandi datang untuk menghancurkan kebahagiaan Reina telah berlalu. Meski peristiwa itu telah berlalu, namun Ami masih saja mengabaikan putrinya hingga akhir masa liburnya.Wanita itu terus mengabaikan putrinya, tanpa mau mendengarkan semua penjelasan Reina. Ia lebih memilih untuk memercayai semua perkataan yang keluar dari mulut mantan kekasih Yandi, dibanding mendengarkan alasan putrinya.Reina yang terus diabaikan oleh bundanya, hanya bisa menguatkan hatinya untuk menerima semua konsekuensi atas apa yang telah diperbuatnya. Gadis itu yakin seribu persen, jika semua yang sedang dialaminya adalah hukuman atas perbuatannya yang telah menipu Yandi.Hari ini, Ami kembali bekerja seperti biasanya di kediaman Yandi. Saat sedang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang asisten rumah tangga, Ami sama sekali tak bisa memusatkan seluruh perhatiannya pada pekerjaannya. Hati dan pikiran wanita itu