“Wake up,” bisikan lembut yang terdengar sangat dekat membuatku mengerjap beberapa kali. Aku merasakan sesuatu yang kasar menyentuh punggung dan kecupan berulang di bibirku.
Siapa yang berusaha mengganggu tidur nyenyakku? Aku bergerak mempererat pelukan pada tubuh yang terasa hangat, berusaha mengenyahkan gangguan tak berujung dan terus berlanjut sampai saat ini. “Bangun, Bridgette!” Seruan itu tak kunjung memancingku membuka mata. Sebaliknya aroma cologne yang khas justru menjadi terapi menenangkan di pagi hari. Napasku terasa segar meski mataku masih terpejam begitu sempurna.“Jangan menggodaku, baby girl. Aku bisa kembali menikammu kalau aku mau.”Kalimat itu sukses membuat mataku terbuka lebar – lebar. Astaga!Axe!Bisa – bisanya aku lupa sedang bersamanya. “Lepas.” Kusingkirkan tangannya yang sibuk mengelus kulit punggungku. Aku segera bangkit mengubah posisiku menjadi duduk. Sialnya, aku juga melupakan keadaan tubuhku. Aku mas“Kau lihat pria tidak tahu malu itu. Dia datang ke sini untuk menggangguku!”Aku langsung melihat orang yang Rose tunjuk dengan kemarahan berapi – api itu. Tunggu dulu, aku hafal postur tubuh itu. Bukankah dia ...Theo?Mulutku mengganga melihatnya ada di sini. Kenapa dia ikut terdampar di Kanada, bukankah seharusnya Theo berada di Italia mengingat dia adalah orang asli Italia.“Kau mengenalnya, Bridgette?” tanya Rose menyadari reaksi tidak biasa dariku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban untuknya.“What the hell you doing here?”Pertanyaan itu bukan dariku apalagi Rose, tetapi pria yang kini berpakaian lengkap berdiri tepat di sampingku, Axe.“Kau juga? Kenapa kau ada di sini?” Bukannya menjawab. Theo malah berbalik tanya. Tak lama matanya mengerjap tak percaya. “Astaga, Bro! Kau masih hidup rupanya. Aku pikir kemarin adalah hari terakhir kau mengalami koma,” seloroh Theo berjalan
“Ayo, Aunty. Kita panggil daddy.” Oracle terus menarik tanganku menuju kamar yang saat ini aku dan Axe tempati. Bocah kecil itu sudah tidak sabar pergi bersama untuk makan malam. Aku baru saja mengajaknya dan dia begitu semangat mengiyakan ajakan itu.“Good job, Ed. Pastikan dia tidak bertingkah setelah kembali ke habitatnya.”Samar – samar terdengar suara Axe sedang berbicara dengan seseorang. Tentu saja dia berbicara pada Edward melalui ponselnya. Pembicaraan mereka begitu serius, dari nada dingin yang terdengar dari suara Axe. Siapa sebenarnya yang mereka bicarakan?“Axe?”Aku tanpa berpikir panjang menekan knop pintu kamar dan mendapatinya tengah berdiri di depan jendela. Axe segera mematikan ponselnya, lalu berjalan menghampiriku dan Oracle.“Are you ready?” tanya Axe pada Oracle yang kini sudah berada dalam gendongannya. Mereka terlihat saling menyayangi satu sama lain.“Siapa yang kau bi
“Maafkan aku, Bridgette.”“Gara – gara aku, rahasiamu sebentar lagi mungkin akan terbongkar.”Aku mengerti maksud ucapan Rose. Kalimatnya tentang kesuciannya yang terenggut masih mengusik kepala. Aku rasa Rose sudah siap mengartikan perkataannya yang tidak kumengerti.“Maaf karena sudah tidak jujur padamu selama ini.”“Bridgette, sebenarnya aku—tidak benar – benar melayani pria yang datang ke club. Kesepakatanku dengan klientku hanya sebatas permainan tangan. Kau tahu maksudku?” Hanya anggukan yang aku berikan. Selebihnya kubiarkan Rose bicara mengeluarkan segala isi hatinya yang tertahan.“Aku membuat perjanjian di atas materai yang mereka setujui karena klientku memang bukan orang biasa. Mereka berkelas dan tahu batas.”“Tapi kakakmu dan teman bajingannya datang merusak segala yang kujaga selama ini. Aku menjaga kesucianku karena prinsipku selama ini, no s*x before marriage!” Sorot dendam di mata Rose membuatku diam tak bisa berkata apa – apa.Ternyata s
Kutatap jam dinding yang bergerak lambat, seakan enggan melewati malam yang semakin larut ini. Kejadian – kejadian menyesakkan dada itu membawaku berakhir di kamar sendirian. Rose dan Oracle sudah di kamar mereka, menikmati tidur yang mungkin tidak akan terasa nyenyak oleh Rose.Aku masih menunggu kedatangan Axe yang pergi meninggalkan berbagai rasa bersalah di hati. Tatapan kecewa di matanya benar – benar memukul dadaku telak. Aku pun akan marah jika tertuduh tanpa bukti, apalagi jika tuduhan itu tidak benar. Aku sungguh menyesal sudah menamparnya.Detik demi detik sudah berlalu.Aku mengecek ponselku yang masih tak ada notifikasi apa pun. Ke mana Axe sebenarnya? Kenapa dia tak ingat pulang. Bukankah di sini, di tempatku saat ini, merupakan tempat yang dia ingini.Aku cemas membayangkan dirinya ada di luar sana, takut demamnya kembali naik. Semoga saja itu tidak terjadi. Atau mungkin sebaiknya kuhubungi Axe saja? Ya. Benar. Seharusnya hal itu k
“Siapa kalian?” tanyaku sembari memperhatikan orang – orang yang berada di sekelilingku. Mereka tampak menyeramkan dengan pakaian serba hitam dan wajah suram terus membayang.Di mana aku?Terakhir kali kuingat, aku masih berada di kamar hotel Axe dan tertidur usai hukuman dari pria itu berakhir.Axe.Ada di mana dia sekarang? Aku sama sekali tidak melihatnya. Justru beberapa manusia yang ada di hadapanku yang kudapati. Kenapa dan ada apa sebenarnya? Mengapa aku bisa berakhir di sini, di tempat yang sama sekali tidak kukenali.Siapa mereka?Untuk apa mereka mengelilingiku seperti ini?Aku merasa tubuhku tidak bisa digerakan, seakan ada sesuatu yang menahan. Ada apa dengan diriku sebenarnya? Oh God! Aku berusaha teriak, tetapi suaraku terendam keterkejutan melihat masing – masing dari mereka memegang senjata tajam—siap menghunus diriku.No!Suara tertahan milikku akhirnya keluar. Mataku seketika terbuka dan ternyata semua yang terjadi hanyalah mimpi.
“Come, Bridgette! Jangan terlalu banyak berpikir. Perkara Gorson bukan urusanmu, aku yang akan menanganinya. Sekarang kau bersiaplah. Kita akan menjemput Oracle dan aku akan meminta Edward mengambil hasil tes DNA itu di rumah sakit.”Aku terhentak oleh lamunanku dan mendapati Axe sudah menatapku dengan jarak sedekat ini.“Atau kau ingin aku mandikan? Aku rasa itu ide yang bagus,” bisiknya teramat dekat disusul kuluman singkat pada daun telingaku.“Tidak perlu. Aku punya tangan dan kaki, bisa mandi sendiri juga.” Cepat – cepat kudorong tubuh Axe jauh. Aku tak mau dia bertindak lebih dan keblablasan menyentuhku. Ini masih pagi dan aku tak mau itu terjadi.Aku mendengus, lalu bergerak turun dari ranjang. Langkahku sudah pasti menuju kamar mandi. Namun, baru setengah jalan pekikanku harus keluar oleh tubuhku yang terasa melayang ke udara. Axe tiba – tiba menggendongku dalam dekapannya. Oleh karena itu, aku bisa me
“Aku tidak mau basa – basi. Kami ke sini ingin mengambil Oracle kembali bersama keluarga yang sesungguhnya,” ucap Axe tiba – tiba saat melihatku dan Rose melangkah melewati ambang pintu.Mulutnya benar – benar tidak bisa ditahan. Apa Axe tidak bisa menunggu sebentar saja sebelum mengutarakan keinginannya? Aku merasa tidak enak pada Rose.“Apa maksudnya, Bridgette? Did he know?” tanya Rose sepelan mungkin dengan tatapan tak percaya.Kuhela napasku kasar dan mengangguk mengiyakan. Semua sudah terlanjur. Aku tak bisa menyangkal lagi, seengan apa pun aku memublikasikan kebenaran itu pada Axe. Pria itu tetaplah manusia licik yang berhasil menjebakku hingga berkata jujur padanya. Seandainya dari awal aku tahu surat yang dibawa Axe merupakan surat pemindahan saham, aku tidak akan mengakui kenyataan Oracle adalah anaknya. Tidak akan pernah.“Kemasi barang – barangmu, Bridgette,” titah Axe tak suka melihatku hany
“Mommyku tetap Mommy Rose. Aku tidak mau ikut Daddy dan aunty kalau mommy tidak ikut.” Setelah mengatakan itu Oracle pergi berlari menuju kamar hingga pintu tertutup rapat – rapat.“Oracle,” panggil Axe hendak mengejar Oracle, tapi segera kutahan. Percuma.“Sudahlah, Axe. Oracle benar. Aku memang pantas mendapatkan ini. Jangan memaksanya lagi.” Aku segera membekap mulutku menahan isakan yang nyaris keluar. Tidak. Aku tidak bisa terus berada di sini, sementara dadaku menyimpan sesak yang tak kunjung hilang.Dengan cepat aku bergerak menekan knop pintu, kebetulan posisiku sedari tadi tidak berubah—berdiri di ambang pintu menyaksikan interaksi yang menciptakan luka mengganga di dada.Langkahku pasti menuju tangga darurat, aku tak kuasa menunggu lift terbuka yang membuat beberapa orang di sana akan menatapku heran. Tak apa, biarlah kuhabiskan tenagaku menjejaki anak tangga hingga lelah.“Bridgette!”Panggilan dari Axe sontak membuatku menoleh. Oh. Rupanya dia mengejark