Desir amarah mengalir dengan cepat seiring dengan kecepatan langkah Pandu menuju Dimas. Matanya yang lelah menatap dingin sahabatnya itu bersama dengan tangannya yang terkepal kuat melayang ke arah wajah Dimas.Seolah pasrah dengan situasi yang mungkin akan dihadapinya, Dimas hanya bergeming dengan raut wajahnya yang tanpa ekspresi. Namun tanpa terduga Pandu malah mendaratkan tangannya pada pundak Dimas. “Dari mana lo? Gue udah nunggu dari tadi,” ujar Pandu dengan wajah penatnya. Dimas buru-buru menyingkirkan tangan Pandu dari pundaknya, “Ngapain lo ke sini?” balas Dimas ketus seraya membuka pintu. “Niat gue ke sini emang mau nyamperin lo, jadi sahabat yang ga tau diri, udah maki-maki lo kemarin hari ini mah nyamperin karena pusing sama masalah hidup.”Dimas mendengus, tanpa membalas ucapan Pandu lalu menyuruh pria itu untuk masuk. Sejak dulu Pandu memang selalu begitu setelah bertengkar dengan Dimas, tanpa mengucapkan kata maaf atas kesalahannya ia tiba-tiba selalu datang d
“Naomi, jujur kamu dan Dimas bukan tidak sengaja ketemu di pantai tadi kan?” todong Pandu dengan wajahnya yang memerah. Jelas sekali emosi sudah menguasai dirinya karena sebuah kecurigaan. “Bukannya Dimas udah jelasin semuanya waktu di pantai tadi?” Balas Naomi ketus seraya menatap Dimas dan Pandu bergantian. “Ya, tapi—.”“Mas, kalo kamu ga percaya sama jawabannya buat apa tanya lagi? Lagi pula hasilnya akan tetap sama kan? Entah apapun itu jawabannya kamu ga akan percaya.”Pandu terdiam kini ia tampak serba salah. Kecurigaan memenuhi hati dan pikirannya tapi perasaan kalut tentang pertengkarannya dengan Naomi juga masih membuat sesak dadanya. Karena itu Pandu sulit untuk meluapkan kecurigaannya. Ia takut Naomi semakin marah padanya dan malah berubah pikiran untuk tidak pulang sama sekali. Tidak jauh berbeda dengan Naomi. Jujur saja jauh di lubuk hatinya ia merasa resah karena situasi ini. Ia mengerti akan kecurigaan suaminya itu, lagi pula siapa yang tidak akan curiga kalau d
Anting di genggaman tangan Pandu seketika terjatuh ke lantai begitu Dimas menyeringai ke arahnya. Pupil mata Pandu bergetar selaras dengan kedua tangannya yang juga bergetar. Pria itu seperti baru saja melihat setan di hadapannya, begitu terkejut dan amat ketakutan. Sama seperti Pandu , Naomi juga langsung mengerti apa maksud dari perkataan Dimas terlebih ketika melihat reaksi Pandu, tanpa perlu bertanya-tanya lagi Naomi sudah mengetahui dengan jelas jawabannya. Hati Naomi kembali terasa pedih menghadapi kenyataan baru di depan matanya. “Pergilah, Mas, aku lelah,” celetuk Naomi dan langsung menutup pintu tanpa memberi kesempatan kepada Pandu untuk berbicara dengannya. Pandu langsung terkesiap begitu pintu di hadapannya berdebam kuat, dengan panik ia mulai mengetuk-ngetuk pintu kamar bernomor 201 itu sambil memohon-mohon pada Naomi untuk membukakan pintu itu untuknya. Namun Naomi tidak menggubrisnya sama sekali. Hati Naomi yang semula sudah sedikit membaik, sekarang kembali ter
Seharian penuh Naomi menatap dirinya sendiri dengan prihatin. Ternyata ia begitu bodoh membiarkan ibu dan anak itu menetap di kehidupannya. Padahal ibu mertuanya sejak awal tidak pernah sekali pun menghargai Naomi, bahkan cukup sering berpura-pura menjadi korban hingga mengadu domba Naomi dan Pandu. Sebagian besar pertengkaran yang terjadi antara Naomi dan Pandu terjadi karena mama Pandu. Naomi mengenang semua waktu yang telah ia habiskan selama menikah dengan Pandu. Ternyata setelah dilihat lagi lebih banyak rasa sakit dibandingkan kebahagiaan yang ia dapatkan. Naomi mendengus, ia tidak habis pikir pada dirinya sendiri, bagaimana bisa ia bertahan selama ini dalam kehidupan rumah tangga yang penuh racun seperti itu? Apakah Naomi memang sebuta itu karena cinta sampai-sampai semua rasa sakit dan penghinaan yang dilakukan oleh Mamanya Pandu tidak lagi berarti untuk dirinya?Naomi mengembus napas berat kemudian kembali meneguk anggur merah yang sisa setengah gelas sampa
Tiba-tiba saja manusia mencurigakan itu berbalik ke arah Naomi. Naomi yang terkejut seketika langsung melayangkan gawai di tangannya tepat ke arah kepala pria mencurigakan itu. “SIAPA KAMU?! PERGI!! PERGI, DASAR ORANG ANEH!!” pekik Naomi sambil memukuli pria di hadapannya dengan gawainya.Beberapa kali gawai yang diayunkan Naomi membentur keras kepala dan lengan pria itu hingga pria itu meringis kesakitan. “HEY! BERHENTI, NOM! INI AKU!”Gerakan Naomi terhenti begitu indra pendengarannya menangkap suara yang tidak asing di telinganya. Perlahan Naomi menurunkan tangannya dan menatap dengan benar pria di hadapannya. Saat itu maniknya yang bening bertemu dengan manik beriris cokelat yang indah. Kedua bola mata itu semakin memikat sebab tertimpa cahaya remang dari lampu depan butik Naomi. Jelas Naomi mengenal siapa pemilik bola mata itu, bola mata yang akhir-akhir ini selalu menatap Naomi dengan iba dan hangat.“Dimas....” gumam Naomi.Senyum p
Suara lenguhan terdengar memenuhi seisi kamar tidur gelap yang hanya bermandikan cahaya temaram dari lampu tidur. Terlihat pasutri sedang memuaskan hasrat pasangannya masing-masing. Pandu melumat bibir merah Naomi yang begitu menggoda dengan penuh gairah. Wajah Naomi bersemu sempurna begitu bibirnya beradu dengan bibir milik Pandu. Tangan pria itu bergerilya meraba tubuh bagian bawah milik Naomi, membuatnya sontak terenyak dan membebaskan desahan yang membuat Pandu tersenyum senang. “Aku baru mulai Naomi,” bisik Pandu tepat di telinga Naomi. Tubuh Naomi menggeliat setiap kali Pandu memainkan jarinya pada bagian inti tubuhnya, dan membuat wanita itu hilang akal. Tidak ada yang bisa dipikirkannya saat ini selain Pandu. Pandu mengecup tengkuk leher Naomi yang indah, napasnya yang hangat membuat Naomi larut dalam kenikmatan. Namun, belum sempat mereka menyelesaikan kegiatan tersebut, suara dering dari ponsel Pandu memecah suasana panas keduanya. “Ponselmu....” ujar Naomi dengan napa
Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif seketika memenuhi benak Naomi. Dia tidak ingin berburuk sangka tapi hal-hal yang dia temukan memicunya untuk berpikir begitu dan tanpa sadar membuat Naomi tenggelam dalam lamunannya.Karena Naomi terlalu senyap, Pandu pun jadi merasa heran. Ia menatap wajah istrinya dengan penuh tanda tanya.“Apa kamu sakit Mi? Kamu pendiam sekali pagi ini.”Suara Pandu sontak memutus lamunan panjang Naomi, menariknya kembali pada realita yang tengah membuat dirinya gundah gulana.“Tidak, aku baik-baik saja.” Naomi mengerjap-ngerjap, “Oh ya mas semalam kamu sendirian? Aku agak cemas.”“Kalau di ruanganku ya sendiri, tapi ada satpam di luar dan Aldi. Dia juga ga pulang semalam karena sama mendadak tenggat waktu kerjaan dimajukan,” jelas Pandu, “Kamu khawatir aku kesepian ya?” goda Pandu kemudian yang langsung dibalas dengan timpukan gemas dari Naomi.&ldq
Dimas masih terdiam sedangkan Naomi menunggunya dengan penuh harap. Dimas menghela napas berat dan hendak membuka mulutnya. Tetapi belum sempat Dimas mengatakan sesuatu Maya yang tiba-tiba muncul, menarik tubuh Dimas dengan kasar menjauh dari Naomi.Naomi dan Dimas tercekat tapi belum sempat mereka bereaksi banyak Maya sudah melayangkan sebuah tamparan ke wajah Naomi.“MAYA!” pekik Dimas saking terkejutnya.“Dasar ganjen, suami kamu ga cukup apa?! Berani-beraninya deketin suami orang lain!” hardik Maya dengan wajah yang merah padam.Naomi termangu seraya memegangi pipinya, merasakan wajahnya terbakar karena saking kerasnya tamparan Maya. Tapi sungguh apa Naomi berhak menerimanya?“Ganjen?! Apa maksudmu?! Dia yang datang padaku,” balas Naomi tak gentar.Naomi tidak terima wajahnya ditampar begitu saja padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Bahkan orang tuanya pun tidak pe