Share

Gadis Kecil 2

Namun, sebagai sesama orang miskin tentu Puja tidak bisa banyak membantu. Meskipun pada akhirnya dia tetap memberi sang sahabat dua lembar uang lima puluh ribuan. Kurang setengah dan Tami sama sekali tidak tahu harus mencari ke mana lagi. Semoga nanti akan ada pelanggan yang memberinya tip. Sungguh, sebagai satu-satunya wali bagi Ghania, Tami sebenarnya malu pada guru sekolah adiknya itu. Lebih tepatnya, Tami tidak tega kalau adiknya harus setiap hari dapat surat peringatan karena menunggak bayaran sekolah.

Sebenarnya, Tami bisa saja menyekolahkan Ghania di sekolah negeri yang mana jauh lebih murah tetapi dia tidak mau adiknya sama sepertinya. Sebab, Tami tahu dengan pasti kalau berkumpul dengan orang kaya akan membuka peluang kesuksesan pada seseorang. Relasi. Itulah yang dia pelajari dari klien-kliennya di salon selama ini.

“Makasih ya, Ja! Gue nggak tahu lagi harus minta tolong ke siapa.”

Puja tersenyum kecut tapi kemudian menyambar handuk kecil di atas meja yang berada tepat di samping Tami. “Gue tahu. Memang siapa lagi yang mau bantuin orang miskin kayak kita? Orang kaya mah bisanya cuma menindas sambil pura-pura memberi welas.”

Begitulah resiko menangani orang dengan berbagai karakter dan latar belakang, meskipun secara garis besar mereka kaya. Kekayaan bisa sangat kejam membentuk kepribadian seseorang. Ada yang baik dan sering memberi tip, ada yang kalau dibaikin merasa dijilat, ada yang sangat suka dipuja dan ada juga yang kejam sekaligus suka membentak-bentak orang bahkan dengan kesalahan kecil.

Seperti siang itu, ketika sebuah mobil berhenti di depan salon dan menampakkan dua perempuan dewasa dengan gaun merah senada. Keduanya meminta pelayanan eksklusif dengan pijat terapi sekaligus keramas dan penataan rambut. Paket termahal diambil tanpa banyak tanya. Puja dan Tami lah yang mendapat giliran melayani.

Kedua tamu penting di tempatkan di ruangan terbaik yang ada di lantai atas. Lilin aroma terapi di nyalaman dan semua berjalan lancar. Bahkan Tami dan Puja sama-sama mendapatkan tip yang cukup besar yaitu lima ratus ribu rupiah, sebuah berkat di siang bolong. Hanya saja, tidak lama kemudian tamu yang tadinya telah meninggalkan salon kembali dengan kemarahan memuncak.

Puja dituduh mencuri tanpa bukti bahkan hendak dibawa ke kantor polisi. Sebagai rekan sekaligus sahabatnya tentu Tami tidak terima. Namun siapa sangka bahwa Pak Patrick si pemilik salon justru merumahkan keduanya.

“Demi nama baik salon!” kata pria botak itu sambil menyerahkan amplop yang alih-alih pesangon justru berisi surat pengunduran diri yang harus ditanda tangani. “Tamu minta kalian berdua dirumahkan atau akan membawanya ke jalur hukum.”

Selain dipecat dan harus ganti rugi, keduanya kini pulang dengan penyesalan. Anak butuh susu, adik butuh biaya sekolah tapi keduanya bahkan untuk beli nasi saja kini tak punya. Itulah kenapa mereka memilih duduk di depan minimarket dekat gang kecil tempatnya menyewa, menatap lalu lalang kendaraan umum dengan pedih lalu menyeka keringat. Di tangaan mereka masing-masing tersimpan es dalam kantong plastik yang es batunya sudah tidak ada.

“Gimana?” Puja buka suara.

Tami menghela napas panjang lalu menyeruput es di tangannya. “Bukan hanya jatuh tapi tertimpa jembatan layang.”

“Lo benar!” Puja malah tersenyum. “Tapi, mau bagaimana lagi? Kita nggak bisa nganggur.”

“Lebih tepatnya nggak boleh nganggur,” ralat Tami. “Terus, perceraian lo gimana?”

“Entahlah! Kalau gue blangsak gini apakah bisa cari surat cerai?” Sekarang giliran Puja yang menyedot es tehnya. “Gue saranin sih lo nggak nikah dulu sebelum adik lo lulus kalau nggak mau kayak gue.”

“Gue juga nggak doyan cowok!” canda Tami.

Puja memukul pundak sahabatnya, lalu mereka tertawa bersama sebelum seorang perempuan bergaun malam muncul dari angkot yang berhenti di seberang jalan. Perempuan seusia mereka, cantik dan menawan.

Nandreans

Terima kasih sudah membaca

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status