Selang beberapa saat, pelayan hotel wanita itu sudah kembali dengan membawa nampan di tangannya.
“Satu pastry, segelas susu hangat, satu cangkir kopi pahit dan setangkup roti.” pelayan itu menaruh makanan yang ia sebut satu per satu di atas meja. “Apa ada lagi yang ingin dipesan?” tanya pelayan itu pada Alana dan Andra.
Namun keduanya menggeleng.
“Tidak. Sudah cukup ini saja. Terimakasih banyak,” jawab Alana sambil melemparkan senyum ramah. Pelayan hotel itu mengangguk dan ia kembali pamit.
Kini Andra dan Alana mulai sibuk dengan makanan yang ada di depan mereka masing-masing. Andra menyeruput kopi pahitnya yang masih beruap. Sedang saat ini tidak ada yang bersuara di antara mereka.
“Emh, Maaf Mr. James. Tapi besok pagi aku dan Pak Andra harus kembali ke Jakarta,” jawab Alana dengan tidak enak.James langsung mendesah kecewa.“Kalian akan pulang besok? Kenapa secepat itu? Oh, ayolah. Ini bali. Sayang sekali jika kalian menikmati waktu hanya dua hari saja di bali. Lagipula aku masih ingin mengenalmu lebih jauh, Alana. Sepertinya kamu adalah partner bisnis yang sangat menyenangkan.” James berkata seolah ia tak melihat Andra ada di depannya.Atau mungkin James hanya menganggap Andra sebagai sebuah patung yang bisanya hanya diam membisu.“Sekali lagi aku minta maaf Mr. James. Tapi kedatangan kami ke bali bukan untuk liburan. Kami datang ke sini murni karena tujuan untuk urusan bisnis semata. Selain itu, pekerjaa
“Ck! Ceroboh sekali! Bagaimana bisa kamu terjatuh begini. Ayo bangun!” Andra berdecak saat ia berjongkok di depan Alana. Tangannya terulur untuk membantu Alana berdiri.Namun Alana menampiknya dengan pelan.“Tidak perlu. Terimakasih. Mau aku jatuh atau tidak pun. Tidak usah memerdulikan itu!” Alana mencoba bangkit berdiri, namun ia kembali terjatuh lagi. Sepertinya pergelangan kakinya yang kemarin terkilir, kini mulai terasa sakit lagi.“Siapa juga yang peduli padamu. Dengar ya, kalau bukan karena kamu itu sekretarisku yang tenaganya sangat ku butuhkan. Mana sudi aku menolongmu!” Andra menatap Alana dengan mengatakan ucapannya setegas mungkin.Padahal tentu saja Andra berbohong. Sebab kenyataannya hati lelaki itu nyaris copot han
Hingga suara pintu yang tertutup membuat kelopak mata Alana membuka perlahan. Kini kedua benda yang bulat dan bening itu telah berkaca-kaca.“Baru saja aku merasa senang melihat kamu yang bersikap baik mau menolongku, Andra. Tapi sekarang kamu sudah buat hatiku sakit lagi dengan menjatuhkan harga diriku. Kenapa kamu senang sekali mempermainkan perasaanku?” Alana bergumam pelan. Tatapannya nyalang dan lurus ke depan.Setelah menghembuskan napasnya dengan kasar, Alana memilih bangkit berdiri. Meski pergelangan kakinya sedikit berdenyut. Tetapi ia masih bisa berjalan ke kamar mandi.Ya. Seperti yang Andra katakan. Tubuh Alana memang sudah basah dan kotor dengan pasir. Jadi Alana harus segera membersihkan dirinya agar tak terlihat menjijikan di hadapan lelaki itu.
Cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah kamar membuat bola mata Alana mengerjap. Lalu kedua mata bulatnya itu mulai terbuka secara perlahan.“Andra!” namun Alana memekik terkejut saat mendapati Andra juga tidur di sofa yang sama dengannya. Kedua tangan Andra melingkar di pinggang Alana yang ramping. Sedang wajah mereka begitu berdekatan hingga napas Andra yang teratur terasa menerpa wajahnya.‘Jadi semalam Andra tidur di sofa ini denganku? Pantas saja aku bermimpi Andra memelukku. Rupanya Andra memang memelukku dalam tidur.’ Alana bergumam dalam batinnya.Tanpa sadar Alana melengkungkan senyumnya saat melihat wajah tampan Andra yang tampak tenang dari jarak sedekat ini.Lelaki yang biasanya terlihat ketus dan tanpa perasaan itu, kini wajahnya terlihat begitu polos saat terlelap. Meski rahangnya tetap nampak tegas.“Jam berapa sekarang?” Alana terkejut mendengar Andra yang tiba-tiba bersuara.
Kini mereka sudah duduk berdampingan di dalam kursi pesawat. Sabuk pengaman pun sudah membelit perut mereka dengan aman. Makanan juga telah mengisi perut mereka yang kosong.Tapi sejak tadi, tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Andra dan Alana hanya saling bergeming. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.Bedanya, Alana tersenyum menatap kearah jendela pesawat sambil memikirkan Rehan. Sedangkan wajah Andra tak tampak sebaris pun senyum di bibir lelaki itu.‘Terimakasih Tuhan. Akhirnya aku pulang juga ke Jakarta. Aku akan memeluk Rehan lagi. Dua hari saja di bali rasanya sudah seperti setahun. Tapi sekarang aku akan bisa melepas kerinduanku pada Rehan dan ibu.’ batin Alana.Andra menopang sebelah pipinya dengan tangan kanan. Lalu ia mengusap wajahnya dengan gusar.‘Aku masih penasaran dengan sosok lelaki yang ada di sekeliling Alana. Sebenarnya ada berapa lelaki dalam hidup wanita itu? Siapa Rehan? Dan siapa pula Da
Andra hanya menoleh pada ibunya itu, lalu mengedikkan bahu. “Tentu saja aku sudah menidurinya, Ma. Alana ‘kan pernah menjadi istriku dulu. Kalau aku belum pernah menidurinya, mungkin dia masih tetap perawan hingga saat ini.”Seketika Nita langsung menarik napas lega setelah mendengar kalimat Andra barusan.‘Hah, syukurlah. Berarti Andra memang tidak melakukan apapun dengan wanita murahan itu selama mereka berada di bali. Karena kalau sampai Andra menyentuh Alana. Aku takut Alana akan hamil. Cuih. Mana sudi aku memiliki cucu dari rahim wanita miskin seperti Alana.’ batin Nita berdecih.“Sudahlah, Ma. Aku sangat pusing. Apa Mama bisa pergi meninggalkanku untuk istirahat sebentar?” pinta Andra mengusir Nita secara halus.Nita menghembuskan napas kasar. Tapi ia tak urung bangkit dari duduknya.“Ya sudah. Kamu istirahat saja. Tapi ingat satu hal, Andra. Mama tidak mau kejadian Tuan Arwen yang k
Ya. Andra yang sekarang adalah seorang lelaki yang lebih menyukai warna-warna netral dalam segala hal. Baik itu berpakaian sekalipun.Bagi Andra, warna netral lebih menggambarkan dirinya yang tak lagi memiliki warna dalam hidup. Andra sudah kehilangan warna cerah dalam hidupnya delapan tahun silam. Dan semenjak itu, Andra mulai membenci sosok dirinya yang dulu.“Kira-kira sedang apa wanita itu malam ini?” gumam Andra bertanya-tanya setelah tubuhnya berbaring telentang di atas ranjang. Sedang matanya lurus menatap pada langit-langit kamar. Tentu saja wanita yang dimaksud Andra adalah Alana.“Apa Alana masih mengingat malam-malam kami selama di bali kemarin? Apa dia juga masih mengingat sentuhanku?” tanya Andra lagi. Kedua tangannya terlipat di bawah kepala. Andra menjadikannya sebagai bantal.Sebaris senyum tipis terukir di bibir Andra kala membayangkan bagaimana ia menikmati tubuh Alana dan menyusuri setiap inchi
“Inilah hadiahnya.” Danu sengaja membuka kotak beludru itu di depan Alana. Rehan dan Winarti kembali saling melempar senyum.Alana terdiam dan menatap Danu dengan tatapan keberatan untuk menerimanya.“Maaf, Alana. Ini hanya cincin yang ku hadiahkan khusus di hari ulang tahunmu. Aku memberikannya murni hanya untuk itu. Bukan karena apapun. Jadi aku mohon.. jangan tolak pemberianku ya,” pinta Danu yang akhirnya membuat Alana menghela napas lega.‘Hah, aku pikir Danu mau melamarku di hadapan ibu dan Rehan. Tapi rupanya Danu memberikan cincin ini hanya sebagai kado ulang tahun saja. Syukurlah. Karena jika Danu benar-benar melamarku di hadapan ibu ataupun Rehan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus ku lakukan nantinya.’ Alana bergumam dalam hati.“Baiklah. Aku akan menerima hadiah darimu ini. Terimakasih banyak untuk semua yang telah kamu lakukan dalam hidupku. Baik dulu maupun sekarang. Aku tid