Happy reading kakak, jangan lupa vote ya
Apa aku pura-pura pingsan saja agar perhatian suamiku teralihkan, dia pasti akan lebih menghawatirkan aku ketimbang mengurusi Daren, lebih baik polisi langsung membawanya. “Suamiku, kumohon…” Aku tidak mengkhawatirkan Daren. Sungguh, aku hanya tidak mau kamu bertindak diluar kendali, apalagi sampai membunuh karena aku. “Jangan membantah. Cepat bawa dia pergi Hans!” Hans membawa Nana dan Raya keluar kafe, “Nana, tolong bawa Nona ke tenda perawatan daruruat yang telah disipakan tim medis. Tepat di luar kafe ini!” Hans berkata, seolah tahu isi kepala Raya, “Tenanglah Nona, polisi tidak akan membiarkan Tuan Muda bertindak di luar batas hukum. Namun sekarang yang menjadi pertanyaan Raya bukan hanya apa yang akan dilakukan suaminya itu, melainkan juga mengenai tenda tim medis. ‘Tenda darurat? Tim medis? Apa mereka sengaja menyiapkan tim khusus untukku? Ya Tuhan … Seberharga itukah aku dimata suamiku?’ Dengan terpaksa Raya mengikuti langkah Nana. Saat Raya dan Nana baru saja menutup p
Di ruang pemeriksaan lain, kesenjangan fasilitas terlihat sangat mencolok. Hanya ada suara kipas angin lirih berputar di atas ruangan.Nana sudah duduk di tempat tidur, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia sedang mempersiapkan diri untuk menerima konsekuensi ringan hingga terberat dari kejadian ini.Dokter masih mengobati lukanya di sudut bibir, pukulan Daren nyatanya lumayan keras hingga luka itu perlu dijahit. Namun Nana tidak merintih sedikitpun atau sekedar mendesis lirih ketika dokter mengobatinya.Saat Hans masuk ke ruangan itu, Nana mendongak dan terkejut ketika pandangan mereka bertemu. “Sudah selesai. Jangan lupa segera minum obat diatas meja itu ya, Nona.” Ucap dokter yang baru saja selesai menjahit luka Nana.“Oke, semoga dalam beberapa hari lukanya sudah kering.” Dokter menarik nampan kecil mendekat ke tempat tidur berisi Obat dan sebotol minuman, “Kalau perlu apa-apa, panggil perawat jaga saja diluar.”“Iya, terimakasih,” Nana merapikan pakaiannya, menuangkan air dala
Hans sudah menuju ruang tempat Raya diperiksa. Dua pengawal yang sedang duduk berjaga disana langsung berdiri.Mengetuk pintu dua kali sebelumnya, “Tuan Muda?” Tidak ada sahutan dari dalam. Namun, tak lama kemudian suara Raya datang mempersilahkan Hans untuk masuk.Di dalam, Hans hanya sebentar, dia menjenguk nona mudanya kemudian keluar dari ruangan itu bersama Andro, mereka berpamitan pada Raya, mengatakan jika ada sesuatu yang harus mereka bicarakan dan setelah keduanya pergi, Raya bergegas ke ruangan Nana lagi.“Nona, kenapa kemari? Nanti tuan muda marah.”“Tenang saja Nana, dia sedang sibuk.”Di dalam ruang perawatan yang seadanya, kedua wanita ini sedang mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Peristiwa saat kedatangan Andro dan rombongannya ke kafe. Tempat Raya bertemu dengan kenangan buruk di SMA nya. Memori yang bahkan tak pernah sekalipun ia ingat selama ini.Mereka saling menggenggam tangan masing-masing ketika sorot mata Andro yang penuh kemarahan terlintas kembali. Saat
Di luar, kafe milik Daren masih berdiri kokoh seperti tidak terjadi apapun. Yang membuat berbeda hanya beberapa penjaga yang berdiri dengan setelan hitam-hitam, membuat pemandangan kafe itu berbeda dari biasanya.Penjagaan di kafe sudah dilakukan dari sebelum helikopter milik PM Group mendarat di tanah lapang samping pusat perbelanjaan itu. Tidak ada yang berani mendekat maupun mencari tahu apa yang terjadi ketika baling-baling helikopter menderu dan mendarat darurat tadi, meski banyak orang yang menonton dan tak lama setelahnya beberapa mobil muncul membawa tim keamanan PM Group.Para penduduk mengenali tim keamanan PM Group dari emblem warna putih bertuliskan logo Prakarsa Mega Group.“Ada apa ini, apa Daren membuat masalah dengan pemilik resort yang baru?” beberapa pemilik tenan bergosip.“Cih, aku bersyukur kalau memang seperti itu, biar dia kena batunya.”Sepertinya orang-orang disana juga kurang menyukai Daren. Dia memang sombong dan suka bersikap seenaknya karena ditakuti akiba
Selepas semua peristiwa yang terjadi, berita yang menyebar di area penduduk lokal benar-benar simpang siur, mereka berspekulasi masing-masing.Apalagi setelah kedatangan tim keamanan daerah, mobil PM Group satu persatu meninggalkan lokasi, sedangkan helikopter membawa Andro dan Raya kembali ke ibu kota hari itu juga.Saat melihat Daren dan anak buahnya di giring seperti penjahat, orang-orang mulai menyimpulkan semau mereka. Namun yang pasti mereka bersyukur dan menganggap kedatangan Andromeda Prakarsa kesana merupakan suatu berkah.Kini tidak ada lagi preman semena-mena di area bazar itu. Walikota benar-benar datang membereskan semuanya, termasuk kasus-kasus pungli yang dilakukan Daren dan anak buahnya selama ini.Di Ibukota, Andro tidak langsung membawa Raya pulang ke kediaman Prakarsa, dia membawa istrinya menginap di hotel malam ini agar mereka bisa fokus beristirahat.Paginya, ketika terbangun, Raya mendapati dirinya di dalam pelukan Andro dan Raya sangat terkejut ketika mendpati
“Mereka masih hidup?” “Iya, aku menemukan mereka ketika aku sedang mencari tahu tentangmu. Aku tidak mau memiliki istri yang punya penyakit keturunan, itu alasanku mencari tahu tentangmu.” Raya terdiam, dia berbalik dan kembali membereskan tumpukan file itu sambil menahan sesak di dadanya, “kamu mau mandi sekarang?” Andro tahu Raya sedang mengalihkan perhatian untuk menutupi kesedihannya. “Aku sudah mandi,” jawab Andro. Seketika itu Raya seolah lupa dengan semua kenikmatan yang dia dapatkan dari Andro. Tatapannya kosong, membuat Andro khawatir. “Aku mau mandi dulu,” pamit Raya. Andro membiarkan Raya pergi. Dari dalam kamar, sesekali Andro melihat Raya melalui kaca tembus pandang. Bagaimana Raya berendam dalam bathtub dengan diam, semua sinar dan cahaya keceriaan di wajahnya seolah sirna dan Andro turut merasakan itu. Nafsunya langsung hilang. Kini Andro justru ingin memeluk tubuh nan gusar itu. Saat Raya keluar dari kamar mandi, Andro menyerahkan sebuah paperbag, “kita akan turu
Di rumah, Raya lebih banyak diam, dia meringkuk diatas kasur, menahan tangis dan memikul bebannya sendiri. Raya baru bergerak saat merasakan Andro berbaring di sampingnya. Raya berbalik menghadap Andro, “kau tidak ingin makan malam bersama Oma?” “Belum lapar.” “Oke, aku juga belum lapar.” Raya kembali diam saat Andro sibuk dengan ponselnya. Andro menyadari perasaan Raya, di akhirnya menyimpan ponselnya. “Kenapa kau harus sedih, kau punya aku yang tampan dan kaya. Apa yang kurang dari hidupmu?” Andro bermaksud menghibur dengan menyombongkan dirinya. Raya diam. “Kau bisa membeli apapun yang kau inginkan kalau bersamaku, aku akan membuatmu senang dan bisa melakukan apapun. Kau tidak perlu orang seperti mereka yang hanya memberimu rasa sakit, sudah, lupakan saja. Lebih baik ingat aku saja terus!” Raya masih diam pikirannya berkecamuk pada orangtuanya. Mengapa mereka tega meninggalkannya? “Kau punya suami yang tampan dan menawan, aku juga tidak lumpuh seperti dulu.” Kenapa mereka t
Tubuh Raya bergetar ketika satu persatu pakaiannya melayang diatas lantai. Begitu pula dengan milik Andro. Pria itu seolah kalab, hingga membuat Raya berkata, “Sayang… pelan!” Dan saat itulah Andro menatap wajah Raya, dia mengusap kening istrinya. “Aku akan pelan-pelan, jangan khawatir.” Mata Raya terpejam saat Andro kembali menciumnya. Tangannya yang kekar menyentuh tubuh yang sudah polos, dengan lembut Andro menyentuh dada Raya, membuat pola abstrak diatas dada Raya. Ketika ciuman Andro turun ke leher, Raya memalingkan wajah dengan mata terpejam. “ Sayang…” “Aaakh…” Dada Raya membusung ketika Andro mencium inti miliknya. “Jangan, jangan disana!” Namun Andro tidak mendengarkan, membuat Raya semakin meracau. Dengan sengaja, Andro menghentikannya sebelum Raya sampai ke puncak. “Sayang,’ ucapnya frustasi. “Kau mau keluar, Raya…” Andro membuka pakaian yang tersisa di tubuhnya dengan terus menatap Raya. Andro kembali merangkak, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Raya. Menciumnya