Share

4 - Salam Perpisahan

Pertemuan keluarga sudah usai dan Raya langsung pulang bersama dengan nenek beserta anggota keluarga yang lain.

Merasakan kemarahan sepupunya yang diam saja selama perjalanan, Raya langsung kabur menghindar sesampainya mereka di rumah.

Baru ketika menjelang makan malam, Raya pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan makan malam.

Namun, ternyata selama Raya menghindar, kemarahan Yarina belum padam.

“Oh, ternyata sembunyi di dapur?” Yarina tiba-tiba muncul. Baru mendengar suara Yarina saja batin Raya sudah merasa lelah.

Raya hanya menoleh ke arah dimana Yarina berdiri.

“Apa lihat-lihat, sudah merasa bangga ya, mau jadi istri orang cacat?” Yarina menarik lengan Raya dengan cengkeraman keras agar Raya berbalik ke arahnya hingga Raya mengernyit sakit.

Raya pun berbalik, dengan tanpa sadar mengacungkan pisau yang baru dia pakai memotong daging, sambil menatap mata Yarina.

Mengamati apa yang diacungkan Raya, Yarina memandang pisau itu dengan ngeri.

“Ada apa denganmu? Kesurupan?” bentak Yarina setelah pulih dari keterkejutannya. “Jangan hanya karena dipuji sedikit, kamu jadi sombong! Padahal cuma dipuji cantik sama orang cacat.” Yarina mendecih. “Jangan-jangan kamu benar-benar berpikir kalau kamu cantik!?”

Raya melirik Yarina yang sedang menegaskan kata “cantik” dengan begitu dekat di telinga Raya. 

“Mana mungkin,” batin Raya. Ia tidak memiliki kepercayaan diri tinggi akibat selalu direndahkan oleh keluarganya sendiri.

Namun, sepintas Raya teringat ucapan Andro mengenai dirinya tadi. Meskipun tampak dominan dan menyeramkan, entah kenapa Raya berpikir bahwa Andro bukanlah orang jahat.

Dengan pikiran tersebut, tanpa sadar Raya tersenyum samar.

Namun, senyum tersebut dipandang sebagai hinaan di mata Yarina hingga membuatnya semakin tersulut emosi. Gadis kesayangan kelaurga Lazuardi tersebut mengepalkan tinjunya geram.

Tiba-tiba Yarina menampar tangan Raya hingga pisau yang dipegang Raya terjatuh ke lantai.

Belum sempat Raya pulih dari keterkejutannya, Yarina kemudian mendorong dada Raya keras, sampai Raya harus mundur beberapa langkah. Punggung Raya menabrak tembok di belakangnya, membuat Raya mengerang kesakitan.

Yarina kemudian mencengkeram kedua pipi Raya dengan satu tangan.

“Hei! Jangan berpikir kalau kamu itu Cinderella hanya karena kamu akan dinikahi orang kaya. Dia itu cacat! Ingat itu,” bentak Yarina. “Sekaya apa pun suamimu, dia tidak akan menjadi pewaris utama dan statusmu juga tidak akan pernah naik!”

Raya memegangi tangan Yarina yang sedang mencengkeram pipinya. 

“Yarin, sakit,” erangnya lirih. Cengkeraman Yarina begitu kuat, hingga Raya tidak mampu melepaskannya. 

Senyum jahat Yarina mengintimidasi Raya, “Jangan lupa kamu dilahirkan dari rahim yang wanita yang tidak jelas asal usulnya. Dari pernikahan yang tidak akan direstui oleh Nenek. Jadi, seumur hidupmu akan tetap hina!”

Air mata Raya menetes, entah karena kata-kata Yarina atau karena rasa sakit yang ia rasakan.

“Yarin!” Tiba-tiba teriakan terdengar dari belakang Yarina. “Lepaskan!” 

Bibi Raya meraih tangan putrinya agar melepas cengkeramannya.

“Yarina, kontrol dirimu!” 

Raya langsung meluruh jatuh. Dengan tatapan ketakutan, ia menatap Yarina yang masih mengatur napasnya. Dada sepupunya tersebut naik turun dan matanya berkilat marah.

“Seminggu lagi dia akan menikah. Kamu mau menyinggung calon suaminya itu? Kamu lupa dia menikah dengan siapa, hah!?”

Mendengar hal tersebut, Raya langsung merasa lega. Meskipun alasan bibinya jauh dari rasa sayang, paling tidak Raya tidak perlu menerima kekerasan dari sepupunya tersebut.

Yarina langsung membantah. “Tapi, Bu–”

Bibi Raya berdecak, kemudian berbalik. “Paling tidak, jangan lukai dia di bagian tubuhnya yang terlihat. 

Wajah Raya kembali tampak ketakutan. Ia memegangi pipinya, kesakitan dan memang pada akhirnya cengkraman Yarina tadi meninggalkan bekas merah pada kedua pipinya. 

Namun, melihat ekspresi kesakitan Raya, membuat Yarina semakin gemas karena menganggap semua itu drama. 

Si sepupu itu langsung mencengkeram rambut Raya dan menariknya berdiri.

“Ah!” Raya refleks berteriak merasakan sakit sekaligus terkejut. Dia berusaha bangkit sambil merintih. Kedua tangannya memegang lengan Yarinya, berusaha melepaskan cengkeraman sepupunya itu dari rambutnya.

“Bangun!”

Air mata Raya kembali menetes lagi. Sebenarnya ia tak ingin menangis. Tapi entah kenapa air matanya keluar begitu saja. Mungkin sekali lagi karena rasa sakit yang ia alami.

Melihat Raya tak berdaya, bukannya kasihan. Yarina semakin menganggap Raya sedang bersandiwara.

“Jangan drama!” bentak Yarina. Ia menyentak rambut Raya, membuat gadis itu mengaduh. Tanpa sengaja, kukunya menggores kulit Yarina, membuat sepupunya itu berteriak marah.

“Beraninya kamu!” Yarina mendaratkan sebuah tamparan ke pipi Raya, membuat gadis itu mundur satu langkah sembari memegangi pipinya.

Seketika itu juga, Yarina meraih pergelangan tangan Raya, lalu ditariknya gadis itu dengan kasar agar mengikutinya. 

“Aku tidak mau melihatmu!” teriak Yarina.

“Yarin, lepaskan…” 

Raya berjuang melepaskan diri. Namun sekuat tenaga pula Yarina terus menyeret Raya, tak menghiraukan rengekannya. Mereka menuju gudang di belakang dapur rumah itu.

Saat hampir sampai, Raya menyadari apa yang akan Yarina lakukan, dia pun berusaha melawan meski sebenarnya dia tau ini semua percuma, melawan siapa pun di rumah ini adalah suatu hal yang sia-sia. 

“Yarin, berhenti, jangan lakukan itu. Jangan kurung aku, Yarin!”

Yarina tak menghiraukan rengekan Raya. Ia menyentakkan tangan Raya dan mendorongnya masuk ke dalam gudang sebelum menguncinya. Tak lupa, ia membiarkan gudang tanpa penerangan.

Di dalam, tubuh Raya terjatuh setelah membentur tumpukan kursi hingga sekumpulan kursi tersebut menimpa kakinya, membuat Raya berteriak terkejut.

Namun, bahkan suara kursi yang rubuh dan teriakan Raya tidak membuat Yarina membuka pintu.

“Nikmati saja salam perpisahan dariku di rumah ini, Raya…”

“Yarin …,” gumam Raya dengan suara yang mulai melemah saat mulai menundukkan kepalanya dalam kesedihan.

Hati Raya begitu merasa lelah dengan keadaan seperti ini. Bertahun-tahun ia lalui tanpa kasih sayang dan perlakuan semena-mena dari keluarganya semenjak orangtuanya meninggal.

Air mata yang tak kuasa ia tahan lagi, kini telah membanjiri kelopak matanya. Membuat pandangannya buram.

Tak kuasa tenggelam dalam pilu, Raya menutup kedua matanya dan saat inilah, tiba-tiba satu sosok muncul dalam benaknya. Sosok dengan sorot mata tajam, yang membuat harinya menjadi lebih baik dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Apakah … pria itu bisa membantunya keluar dari neraka ini?

“Andromeda….”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rossa Lina
semoga berakhir sdh sakit yg kamu rasakan raya. ..dan mudahan yarin kena batunya
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Jahatnya Yarin.... Kau harus kuat,Raya....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status