Berbeda dengan Wisnu dan Chandra. Sofie dan Aruna duduk diam di ruang makan, sudah sejak tadi dia perempuan itu hanya saling diam tanpa mau bicara."Aruna, maaf. Bukannya aku ingin tahu ataupun ikut campur, aku hanya ingin tahu sudah sedekat apa hubungan mu dan Kak Wisnu?"Aruna diam, ia melirik ke arah Sofie yang duduk di seberangnya dan menghela napas."Sebenarnya hubungan kami hanya sedikit membaik, ya hanya sampai kami menerima kenyataan kerja sama aneh itu.""Benar-benar hanya itu?"Ragu-ragu Aruna mengangguk. Iya, dirinya memilih untuk berbohong."Baiklah. Aku tidak tahu kau itu berbohong atau jujur. Aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu.""Tolong jangan jadi orang ketiga dalam hubungan rumah tangga, Kak Wisnu. Mungkin apa yang ku katakan sekarang akan terdengar jahat, tapi aku hanya tidak ingin kau ataupun Kak Diandra terluka nantinya. Kau jelas pasti paham apa konsekuensi yang akan kau dapat jika melakukannya.""Bukan hanya cibiran ataupun pendapat orang-orang, tapi juga
Terhitung sudah empat bulan semenjak kedatangan terakhir Wisnu ke rumah kedua. Kandungan Aruna sudah mulai terbentuk, perutnya mulai membuncit layaknya wanita hamil pada umumnya."Nungguin Wisnu?" Chandra yang kebetulan baru saja datang menegur Aruna yang saat itu tengah berdiam diri di ambang pintu utama.Wanita itu hanya tersenyum tipis. Memang, kegiatannya akhir-akhir ini jadi lebih sering berdiam diri di depan pintu utama seolah tengah menunggu kehadiran seseorang.Sebenarnya Aruna tahu, Wisnu tidak mungkin datang setelah perubahan sikapnya hari itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi jika boleh jujur Aruna merindukan pria itu."Besok waktunya untuk USG kan?" Pertanyaan Chandra hanya dibalas anggukan oleh Aruna. Pria itu melepas dasi dan duduk si sofa."Wisnu baik-baik saja, keadaan kantor memang cukup sibuk akhir-akhir ini ada beberapa kerja sama dan beberapa proyek yang membutuhkan perhatian lebih," ujar Chandra tiba-tiba.Sebenarnya pria itu tahu, dilihat dari logatnya sa
Sore hari saat mobil yang dikendarai Wisnu tiba di rumah. Pria itu keluar dengan menenteng tas kantor juga jas hitam di tangan kanan.Alisnya sedikit naik, mengernyit bingung saat melihat kondisi sudah yang terbilang sepi. Memang, sudah dua hari ini Bibi pelayan meminta izin cuti selama beberapa hari untuk pulang ke kampung halaman.Namun biasanya Diandra sudah setia menanti kepulangannya di depan pintu dengan senyum lebar. Tapi kali ini wanita itu tidak ada di sana.Suasana rumah yang begitu sunyi, juga pintu utama yang tidak terkunci. Jangan lupakan suasana temaram akibat cahaya matahari yang mulai tenggelam.Wisnu menyalakan beberapa lampu, meletakan bawaanya di sofa ruang tamu dan berkeliling. Pendengarannya sontak menajam saat ia mendengar suara rintihan lirih, memastikan dari arah mana suara itu berasal.Setelah yakin bahwasanya suara tersebut berasal dari lantai dua, Wisnu dengan segera berlari. Begitu dirinya sampai, ia bisa melihat Diandra yang tengah terduduk dengan satu l
Aruna masih betah berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, terhitung sudah hampir tiga jam wanita dengan perut buncit itu memasuki beberapa toko pakaian juga peralatan bayi."Aduh, kakiku pegal sekali," gumam Aruna sambil memijit betisnya sendiri.Meski usia kandungannya masih tergolong muda, namun Aruna selalu membiasakan diri untuk berjalan-jalan dan berolahraga ringan.Meski tidak dalam waktu yang lama, mengingat kondisi perutnya yang sudah mulai membuncit, Aruna tidak merasa keberatan dengan hal itu.Ia merasa senang bisa menghabiskan banyak waktu bahagia bersama dengan anak dalam kandungannya sebelum pada akhirnya ia harus pergi saat dirinya lahir nanti.Terdengar miris memang, tapi tidak ada gunanya menyesal sekarang. Aruna harus memanfaatkan waktunya selama empat bulan ke depan untuk ia habiskan bersama anak dalam kandungannya.Wanita itu duduk di salah satu restoran yang ada di pusat perbelanjaan. Ia meletakkan paperbag di salah satu kursi dan menghela napas.Ia melepaskan sepatu
Wisnu, pria itu memeluk Aruna dengan begitu erat. Menghirup rakus wangi tubuh wanita yang begitu ia rindukan belakangan ini."Aku merindukanmu," bisiknya lirih. Kecupan ringan pria itu sematkan di pucuk kepala Aruna sebelum pelukan keduanya terlepas.Ekspresi Aruna masih tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia terkejut, tentu saja.Tidak menyangka jika rupanya Wisnu lah orang yang ia tunggu. Aruna sempat mengira jika pria itu sudah melupakannya juga anak dalam kandungannya."Begitu terkejut, ya?" tanya Wisnu sembari mengambil tempat di sebelah Aruna.Pria itu masih saja tersenyum cerah, ia bahkan tidak segan untuk mencubit pipi Aruna yang kian berisi dari hari ke hari."Kamu …, tapi bagaimana bisa?" tanya Aruna yang masih belum percaya dengan situasi yang dialaminya sekarang."Kukira kau sudah paham. Aku yang meminta Assisten ku untuk menyamar menjadi salah satu karyawan toko, dan memberikan paperbag itu. Tapi sepertinya kau tidak menerima hadiah dari sembarang orang," jelas Wisnu."
Hari berlalu dengan damai, hubungan antara Wisnu dan Aruna kembali membaik. Pria itu juga jadi lebih sering mengunjungi Aruna di rumah kedua.Seperti sore ini, Wisnu baru saja tiba dengan membawa smoothie strawberry juga martabak manis. Pesanan Aruna.Kandungan wanita itu sudah menginjak bulan ke tuju, perut buncitnya kian terlihat juga rasa ngidam yang beberapa kali diluar nalar.Contoh saja kemarin malam, saat itu Wisnu sedang tidak bisa datang karena pekerjaan. Tapi Aruna terus merengek, wanita itu tiba-tiba saja jadi begitu manja dan ingin bertemu Wisnu dengan segera.Mengalah, pada akhirnya Wisnu menuruti keinginan Aruna. Ia datang ke rumah kedua setelah menyelesaikan beberapa meeting dan pekerjaan menumpuk di hari itu, sedikit terlambat tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.Wisnu tiba pukul sebelas malam, ia agak cukup terkejut saat melihat Aruna yang masih stay duduk di sofa ruang tamu menunggunya.Begitu pria itu sampai, mata Aruna berbinar layaknya anak anjing menggemas
Mobil itu melaju membelah jalanan, tiga orang yang ada di dalam sana hanya saling diam dengan pemikiran masing-masing.Sofie menatap Chandra yang berlaku sebagai pengendara, sementara seorang wanita lain yang duduk di bagian belakang hanya menunduk gelisah.Semalam, tepatnya setelah Aruna mengetahui soal keadaan Diandra, wanita itu memaksa Chandra maupun Sofie untuk mengatakan semua yang mereka tahu perihal wanita itu.Dengan terpaksa, Sofie memberitahukan semuanya. Termasuk soal Diandra dan keadaan wanita itu yang kian memburuk dari waktu ke waktu."Dokter bilang, kemungkinan untuk Diandra sembuh begitu tipis."Aruna kembali mengingat perkataan Sofie semalam. Dalam sekejap hal itu menyadarkan dirinya, menamparnya pada kenyataan yang ada.Tidak seharusnya ia berlarut pada perasaanya untuk Wisnu. Tidak seharusnya ia ikut terhanyut pada perhatian yang diberikan pria itu.Ia tentu tahu jika bahwasanya Diandra tengah sakit, tapi ia tidak tahu jika penyakit yang diderita wanita itu sudah s
Wisnu baru saja terbangun dari tidurnya, ia meraba ke arah samping dan tidak mendapati siapapun di sana.Dengan mata menyipit, pria itu bangkit. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri seolah mencari sesuatu.Setelah seratus persen kesadarannya terkumpul, pria itu segera meraih ponsel. Ia baru teringat jika sudah sejak semalam ia tidak mendapati Diandra dimanapun.Sering pertama dan kedua masih tidak ada jawaban. Di sering ketiga barulah terdengar suara serak dari seberang panggilan."Halo?" sapanya dari seberang."Kamu di mana? Kok nggak di rumah?" tanya Wisnu to the point."Aku sedang di rumah Mama. Maaf kemarin aku lupa memberitahumu," jawabnya.Wisnu menghela napas, entah kenapa ia merasa kesal tiba-tiba. Ini bukan kali pertama bagi Diandra pergi tanpa berpamitan.Akhir-akhir ini wanita itu memang sering bepergian tanpa berpamitan lebih dulu kepada Wisnu. Membuat pria itu kelimpungan di beberapa kesempatan.Tapi yang sebenarnya tidak pria itu ketahui, kepergian Diandra yang mendadak b