*Happy Reading*
'Tembus'
Satu kata yang dikatakan Alan malam itu, sukses bikin aku megap megap bak ikan koi kekurangan air.
Sumpah demi apapun. Malam itu rasanya aku pengen pinjem helm sama siapa aja yang, setelah mendengar kata itu. Sayangnya, gak ada yang lewat bawa helm, jadinya gak ada yang bisa nyelametin mukaku.
Namun yang paling menyebalkan adalah, Alan mengucapkannya dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun. Membuat aku malah menebak-nebak isi pikirannya saat itu.
Apa kasian?
Apa lucu?
Atau malah pengen bully?
Apapun itu, pokoknya aku tengsin abis!
Makanya, setelah kejadian malam itu. Aku sebisa mungkin menghindari Alan, jika melihatnya di rumah sakit, sedang mengunjungi Dokter Karina.
Pokoknya, aku belum siap deh, ketemu dia lagi. Masih tengsin banget, Mbak bro!
"Mi, kamu beneran gak mau saya titipin laporan ini buat Alan. Biasanya kan, kamu paling getol sama tugas ini." Dokter Karina mulai kepo denganku.
Itu memang benar. Biasanya aku memang dengan senang hati menerima tugas itu, dan menjadikannya media untuk menggoda bisa berdebat dengannya. Namun untuk sekarang ... Nggak dulu, deh. Aku masih belum kuat iman menghadapi si jalan tol lagi.
"Nggak dulu, Dok. Saya lagi males berdebat sama pengacara lempeng itu." Sebisa mungkin aku beralasakan.
"Kenapa, sih? Tumben banget. Mulai baper ya kamu sama Alan. Cie ... yang bentar lagi jadian."
Sudah jadi rahasia umum memang, kalau Dokter somplak ini masih sangat getol jadi Mak comblang kami. Seandainya gak ada kata 'Tembus' antara kami malam itu. Mungkin aku akan mulai mengaminkan godaannya.
Jujur saja, aku memang mulai baper kayaknya sama pria ketus itu. Gara-gara aksinya malam itu, aku jadi rada gimanaaa gitu.
Sayang kata 'Tembus' mengacaukan segalanya.
"Gak ada saya baper sama Pak Alan, ya? Justru sekarang saya tuh lagi deket sama cowok, Dok. Makanya gak minat lagi godain Pak Alan."
Aku gak sepenuhnya bohong, kok. Karena kenyataannya, ada seorang pria yang beberapa bulan ini mulai mendekatiku. Belum pacaran, baru deket aja. Tetapi, kayaknya pria itu serius sama aku.
"Oh, ya? Siapa?" Mode kepo Dokter Karina pun seketika menyala.
"Adalah, Dok. Nanti saya kenalin kalau udah deal sama abah." Aku menyahut jumawa.
"Udah sampai ketemu abah?" Dokter Karina makin kepo.
"Belum, sih. Tapi ... udah ada omongan. Doain aja ya, Dok. Pokoknya, Sustermu yang cantik ini pasti akan segera lepas lajang. Maklum, hayati sudah lelah kalah saing sama truk gandeng."
Dokter Karina seketika tergelak renyah, entah menertawakan apa? Jelas bukan aku. Kan aku lagi gak ngelawak. Aku mah jujur, kali.
"Iya, deh. Saya doain kamu cepat lepas lajang. Kalau bisa nanti malam langsung ganti status di KTP," sahut Dokter Karina di sela tawanya.
"Lah, mana bisa, Dok! Saya kan lembur hari ini. Besok aja gimana?" tawarku tak kalah gila, membuat tawa Dokter Karina makin membahana.
"Jangan besok. Saya cuti sehari."
"Gitu, ya? Ya udahlah, lusa aja. Gimana?"
"Boleh, deh. Kebetulan lusa udah masuk weekend juga. Jadi pasti yang kondangan banyak."
"Betul juga. Ya udah, fix lusa saya lepas lajang!"
"Sip! Tos dulu."
Lalu, kami pun bertos ria dengan semangat, sebelum tergelak bersama menertawakan kekonyolan kami. Beginilah Aku jika sudah bersama Dokter Karina. Gak pernah ada istilah atasan dan bawahan. Karena jika sudah ngobrol soal hal konyol, pasti satu server. Makanya pertemanan kami awet.
"Nina?" Sedang asik tertawa bersama. Tiba-tiba panggilan itu terdengar dari ambang pintu ruangan Dokter karina.
Sebenarnya, tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik suara itu, dan ditujukan pada siapa panggilan itu. Karena panggilan itu adalah panggilan kesayangan Si Daddy untuk Dokter Karina. Namun, karena refleks, kepalaku pun ikut berputar ke ambang pintu, saat panggilan itu terdengar barusan. Dan ....
Degh!
"Eh, Juna? Kamu udah datang. Loh, bareng Alan juga?" sambut Dokter Karina dengan riang.
Namanya juga jodoh, eh Maksudnya kerja pada orang yang sama, yaitu Dokter karina. Jadinya, kejadian seperti ini memang tidak bisa diprediksi sama sekali.
Ibarat pepatah nih. Sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti ada masanya buat jatuh. Seperti itulah pertemuanku kali ini dengan tuh manusia lempeng.
Padahal dua minggu ini aku udah kayak maling rumah sakit kalau liat atau tahu dia akan datang. Melipir terus agar tidak papasan. Eh, tetep aja ketemu di sini. Nasib banget, ya? Terus ini aku harus gimana? Asli! aku belum siap ketemu dia!
"Kebetulan Alan sedang di kantor dan saya dengan ada urusan juga ke sini. Jadi ya, sekalian saja saya ajak bareng." Pak Arjuna menjelaskan dengan tenang.
"Oh, gitu. Ya udah, duduk dulu. Biar aku siap-siap bentar. Mi, tolong kamu berikan--"
"Devi?"
Sebelum Dokter Karina mengutarakan titahnya yang sudah bisa aku tebak, aku pun segera menyela dengan memanggil Devi yang kebetulan lewat ruangan Dokter Karina.
"Iya?"
"Dokter Vadya udah pulang belum dari UGD?"
"Belum. Lagi over handle saya Dokter Jelita."
"Wah! Selamat gue!" Aku mengelus dada dengan dramatis. "Dok, maaf banget, nih. Bukannya saya gak mau nolongin Dokter. Tapi saya ada perlu penting sama Dokter Vadya. Makanya, saya pamit ya, Dok. Selamat sore!"
Aku tahu ini gak sopan. Tapi, daripada aku harus menghadapi si jalan Tol. Lebih baik aku segera pergi dari sana, mengandalkan Devi yang seperti orang linglung saat aku tarik paksa menjauh dari ruangan itu.
Maaf, Dok. Suster cantikmu gak bawa helm. Jadi masih belum siap ketemu Alan.
*Happy reading* "Eh, neng Hasmi. Baru pulang ngevet, ya?" Aku langsung mendengkus kesal, saat baru saja keluar rumah sakit pagi itu, tak sengaja bertemu dengan Bang Elang yang sepertinya sedang ada tugas di sana. Entah itu ada kasus baru, atau mengambil hasil visum salah satu korban kasus yang tengah dia selidiki. Pokoknya, pria itu berhasil membuat aku jengkel dengan sapaanya barusan. Mentang semalam adalah malam jumat, seenaknya aja dia mengira aku baru pulang ngevet. Aku kan baru pulang mandi kembang tujuh sumur--eh, pulang sift malam. "Gak ada sapaan lebih manusiawi apa, Bang? Segala Babi ngevet lo bawa-bawa. Nyindir diri sendiri atau gimana?" Aku membalas dengan kesal. Bang Elang tergelak renyah di tempatnya, seraya menepuk kepalaku. "Mana ada Abang abis ngevet. Orang kayak Abang pastinya abis sunah rosul, dong. Emang situ, jomlo! Oops! Lupa kalau udah punya Aa Alan." Aku tahu dia sedang men
*Happy Reading*Aku udah gak ngerti lagi dengan situasi yang tengah terjadi sekarang. Ternyata Irfan temannya SMA-nya Alan. Demi apa? Tuhan ... sejodoh itu ya aku sama nih manusia lempeng. Hingga aku kayaknya gak bisa jauh sama tuh makhluk dingin yang ingin sekali aku taruh di tungku.Biar anget dikit gitu, gengs. Soalnya, Alan tuh dinginnya udah mengkhawatirkan banget. Apalagi, setelah dikenalkan tadi oleh Irfan. Tatapannya itu, loh! Bikin aku pengen pipis mulu.Lebih menyebalkannya. Tuh cowok kek gak ada kerjaan hari ini. Ngintilin kami terus dari tadi. Bahkan saat Irfan mengajaknya gabung makan siang bersama. Dia setuju aja gitu, tanpa ngerasa dosa sama sekali.Ya ... Ampun, nih cowok beneran gak ada kerjaan, ya hari ini? Atau emang mau nyambi jadi nyamuk? Nyebelin banget, sumpah!"Kenapa melihat saya seperti itu? Gak suka saya gangguin kencan kalian?"Udah tahu tanya! Kalau emang dia sepeka itu, kenapa gak minggat aja, sih. M
*Happy Reading*Aku pun dengan otomatis melirik Irfan, yang langsung terlihat gusar melihat wanita itu, sambil mencuri lirik ke arahku.Bangke!!Jadi aku sudah ditipu selama ini?Baru aja aku hendak beranjak dari tempat dudukku. Alan tiba-tiba menginterupsi dengan santainya."Oke! Karena sekarang bini lo udah dateng. Gue pergi, ya? Ayo, Sayang," kata Alan kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke arahku.Apa?!Jadi nih pengacara juga udah tau, kalau Irfan ini punya keluarga? Kenapa dia gak kasih tahu, sih? sengaja ya, mau bikin aku kehilangan muka?Atau … jangan- jangan Dia sekongkol sama Irfan?"Sayang?" panggil Alan lagi. Sambil memberikan kode lewat ekor matanya, untuk meraih tangannya.Sayangnya, karena aku masih shock. Aku pun malah menatap uluran tangan itu dengan linglung. Memang apa yang harus aku lakukan? Menyambut tangan Alan dan ikut dramanya yang lain? Sialan! Kenapa aku harus terjebak dalam sit
Jomlo 9*Happy Reading*"Pergilah," titah Alan, saat kami sudah sampai di lobby Mall.Aku pun sontak melirik Alan dan mengernyit tak mengerti.Pergi?Pergi kemana?"Kenapa diam? Gak mau pergi, huh? Mau minta saya anterin, gitu?" tanya Alan lagi, seraya menaikan sebelah alisnya ke hadapanku.Aku yang masih setengah linglung pun, belum bisa berkomentar apapun. Karena belum sepenuhnya bisa mencerna yang terjadi barusan.Barusan aku lagi ngapain, sih?Lagi jalan sama Irfan, kan?Terus papasan sama Alan. Terus makan siang bertiga, dan … Ah, iya. Aku baru dapat kejutan hebat dari si brengsek Irfan."Saya harap kamu tidak baper karena kejadian tadi, Suster. Tolong, apapun yang saya katakan di dalam. Jangan masukan hati. Karena ... uhm ... sebenarnya saya hanya ingin membalas jasa saja," jelas Alan tiba-tiba. Tanpa diminta siapapun."Balas ... jasa?" beoku reflek"Ya!" jawab Alan tegas. "Sepert
Jomlo 10*Happy reading*"Mi, Bantuin Alan sono," kata Dokter Karin tiba-tiba."Maksudnya, Dok?" bingungkuIya bingung. Orang dari tadi aku cuma jadi pendengar, kok. Tiba-tiba malah disuruh bantuin Alan. Bantuin apa pula?"Ya ... gitu. Bantuin Alan, Mi. Kasian," jawab Dokter Karin makin membuatku pusing."Gaje, deh. Bantu apa pula? Kenal juga enggak sama tuh cewe. Ya, kali saya tiba-tiba muncul belain Alan. Nanti kalau doi salah paham gimana?" protesku tak terima.Suka ngadi-ngadi emang nih Dokter sebiji."Nah, itu maksud saya!"Eh?"Siapa tau kalo tuh cewe liat Alan udah punya gandengan lain. Dia bakal sadar dan--""Dih, ogah!!" tolakku cepat, kala sudah bisa mencerna arah pembicaraan Dokter Karin barusan.Pasti deh, yakin aku mah, kalau dia mau minta tolong biar aku pura-pura jadi pacarnya tuh jalan tol.Ih, gak mau!!"Tapi kan, kasian Alan, Mi," kata Dokter Karin lagi."
Jomlo 11*Happy Reading*"Ka-kamu sendiri mana? Kalo kamu beneran udah tunangan sama dia. Mana buktinya? Cincin tunangan kalian mana?"Eh, Sialan! Gue di balikin, pemirsah!Haduh ... Ini sih, namanya senjata makan tuan. Kagak enak banget sumpah!Bentar, aku mikir dulu, ya?"Gini nih kalo orang gak pernah sekolah. Embak, di mana-mana juga, yang namanya tanya itu, pasangannya jawab. Bukan malah balik nanya. Ngerti gak, sih?"Ngeles terus!"Alah! Bilang aja kalo kamu emang gak bisa buktiin pertunangan kalian. Kamu itu kan, cuma ngaku-ngaku!"Ya, salam. Pinter juga nih cewe."Eh, gak usah kaya maling teriak maling deh, ya? Saya sih, gak perlu buktiin apa-apa di sini. Karena saya memang di pihak yang benar. Tuh, buktinya aja calon saya lebih pro ke saya kan, dari pada ke situ?"Huh! Jangan harap aku mau ngalah, ya? Gini-gini juga aku pernah jadi juara debat loh, se-RT waktu di kampung."Mana bisa itu dija
Jomlo 12*Happy Reading*"Melihat kekecewaan anda, sepertinya anda sangat menyukai Irfan, ya?" tebak Alan tiba-tiba.Tentu saja, aku pun langsung menggeleng cepat membantah tuduhan itu, karena itu memang tidak benar."Bukan, bukan seperti itu, Pak. Saya akui, saya memang lumayan kecewa di sini. Tapi itu bukan karena saya terlanjur menyukai Irfan. Saya hanya ... Kecewa pada diri sendiri saja. Khususnya pada kebodohan saya yang selalu jatuh dilubang yang sama. Bego banget, kan?" Aku kembali menertawakan diri sendiri.Kukira, Alan akan setuju dan menjadikan hal itu bahan bully-an untuk membuatku emosi seperti biasa. Secara, dia kan memang musuhku, ya kan?Ternyata, Alan malah menggeleng dan menepuk pundakku sejenak sambil berkata, "Anda tidak sepenuhnya bodoh."Eh?"Wajar jika anda tertipu dengan Irfan, dia memang sangat ahli dibidang itu. Anda bukan satu-satunya."Hah?! Maksudnya?"Itulah kenapa? S
*Happy Reading*Katakan aku gila. Eh! Nggak juga, ding! Wajar kan, ya, Kalau aku akhirnya jadi baper sama Alan. Soalnya sikap Alan-nya bikin aku malehoy. Gini-gini juga aku masih wedok.Jangankan di perlakukan kayak kemaren, di ucapin selama tidur aja, aku mah pasti auto baper. Please jangan julid! Maklumin aja sih, namanya juga jiwa jomlo.Hanya jomlo yang akan tahu rasanya jadi aku. Benci malam minggu, ngarep banget ada yang ngingetin makan dan ngucapin selamat tidur. Kalau ucapan selamat pagi sih, gampang dapetinnya. Pergi aja ke Supermarket terdekat, pasti di sapa selamat pagi sama di tawarin pulsa. Nah, yang ngucapin selamat tidur ini yang susah. Aku harus ke mana biar dapat ucapan itu, coba?Pokoknya, jadi jomlo itu gak mudah, gaes! Apalagi kalau kalian punya atasan Kek Dokter Karina yang punya bucin sejati seperti Si Daddy. Jiwa jomloku makin meronta ingin di lepas segelnya.Hadew ... Nasib banget emang!"Ih,