*Happy Reading*
Nyeri dan ngilu.
Rasa itu masih menyelimutiku sejak aku membuka mata. Meski hari ini sudah lebih baik dari kemarin. Tetap saja, rasanya masih membuat tidak nyaman.
Dari ujung kaki sampai kepala. Rasanya semuanya nyeri dan ngilu jika digerakan. Jangankan untuk dibawa duduk. Pindah posisi saat tidur pun, rasanya menyiksa sekali.
Tubuhku rasanya kebas dan kesemutan karena tidak berganti posisi sejak kemarin. Tuhan, sampai kapan aku harus seperti ini?
"Teh?" Aku mengenali suara itu sebagai suara Putra, adikku yang sudah menjagaku bersama Umi di Rumah sakit ini.
Merasa dipanggil, aku pun membuka mataku demi merespon panggilannya. Melirik Putra yang ternyata sudah berdiri di samping tempat tidur, dan menaikan alis sebagai kode bertanya 'Apa?'.
"Putra mau ke kantin. Teteh mau nitip gak?"
'Mau! Titip seblak, dong! Yang pedes, ya? Jangan lupa es koinya.' Inginnya sih, aku berseru seperti itu. Soal
*Happy Reading*"Saat saya masih menjadi bulan-bulanan Papa."Setelah mengucapkan kata itu, Alan lalu terdiam. Menatap photo di ponselnya dengan tatapan kosong. Sepertinya dia sedang memutar memory otaknya ke masa lalu.Aku memilih diam dan menunggu saja kelanjutan cerita Alan. Aku yakin, itu pasti tidak mudah untuknya. Namun, lama aku tunggu ternyata Alan tak membuka suara lagi. Membuat aku akhirnya gemas dan menarik lengan kemejanya, demi meminta atensi pria itu.Masalahnya, aku terlanjur kepo akut. Aku ingin tahu kisah masa lalu Alan, dan maksud ucapannya barusan. Tetapi, bukannya langsung cerita, eh Alan malah menggantung ceritanya lama seperti author kita. Bikin gemes dan gak bisa tidur karena penasaran.Awas aja kalau aku sampai jerawatan gara-gara hal ini. Aku bakal minta perawatan wajah seharga 80jt. Biar gak kalah glow up dari artis-artis yang tengah virall."Mau mendengar cerita saya?"Pertanyaan macam apa
*Happy Reading*Aku masih menatap bingung Dokter Karina dan Mira secara bergantian. Berusaha memutar otak, agar bisa menjawab mereka dan menghindari interogasi menyebalkan setelahnya.Aku sebenarnya bisa saja jujur, dan mengakui tentang statusku pada Mira. Perkara Dokter Karina mah, kan dia udah tahu kebenarannya, ya kan?Tetapi ... kalau aku jujur. Aku gak punya bukti apa-apa untuk membuktikan ucapanku. Soalnya, kalian tahu sendiri kalau aku dan Alan baru menikah di bawah tangan.Aku belum punya buku nikah atau semacamnya. Sekali pun Dokter Karina akan dengan senang hati memberi ke saksian. Tapi belum tentu mereka percaya. Lah, dia saja masih jadi bahan ghibahan empuk sampai sekarang.Meski kebenaran tentang pernikahan dan kasus-kasusnya dulu sudah sangat jelas. Tetap saja, orang yang gak suka mah gak perduli. Jadi, belum tentu mereka percaya ucapan Dokter Karina soal status aku dan Alan, kan?Lalu, aku harus bagaimana? Be
*Happy Reading*Serius, deh. Entah kenapa? Mendengar penuturan Putra perihal Ibunya Rina yang kehilangan lidah, aku auto ingat pada salah satu anak buah Pak Arjuna yang kejam.Kenapa aku bilang kejam? Ya ... karena aku pernah melihat dia nyiksa korbannya sadis sekali. Saking sadisnya, aku sampai gemetar waktu itu. Juga ke bawa mimpi hingga beberapa hari kedepannya.Asli, sih! Sadisnya gak kaleng-kaleng!Begini ceritanya. Dulu, saat Pak Arjuna menemukan kembali Dokter Karina yang kabur. Orang tuanya menggelar acara pernikahan mewah sekali. Agar semua orang tahu keberadaan Dokter Karina dan tidak meragukan lagi statusnya.Nah, saat itu aku kebagian menjaga Shanum. Bocah perempuan cilik malang yang di adopsi Dokter Karina, setelah ibunya memilih bunuh diri karena didikucilkan warga.Nah, namanya anak kecil. Kalau waktunya tidur pasti rewel, ya kan? Begitu pula dengan Shanum. Dia rewel sekali saat itu, makanya aku cari tempat sepi un
*Happy Reading* Pagi harinya. Aku terbangun di samping Alan yang tertidur pulas sambil memeluk perutku dengan posesif. Napas hangatnya terasa menyapu kepalaku dengan lembut. Ah, aku ingat. Semalam setelah mendapat mimpi buruk itu lagi. Alan memang berusaha menenangkan aku agar bisa tertidur kembali. Dia memelukku sepanjang malam, dengan terus mengusap lembut punggungku hingga aku tertidur kembali. Aku tidak tahu ternyata dia ikut tertidur juga setelahnya. Yang jelas, meski sudah tertidur pun dia tidak melepaskan pelukannya dari tubuhku. Mengingatnya, aku pun menyadari jika sudah bertindak keterlaluan dan bodoh terhadap Alan beberapa hari ini. Bagaimana tidak? Hanya karena insecure dengan wajah sendiri, aku mengabaikannya, tidak mempercainya lagi, dan mencoba mendorongnya pergi. Padahal, Umi dan Putra selalu bilang, bahwa Alan sangat menjagaku dan berusaha memberikan pengobatan terbaik untukku. Bahkan, sejak aku begini Alan selalu h
*Happy Reading*Sebenarnya, aku belum pernah melihat wajahku dengan jelas setelah insiden nahas itu. Selain karena luka itu selalu terlindungi perban. Aku sendiri belum siap melihat kenyataan menyakitkan tentang rupaku.Namun, setelah pernyataan Irfan yang diucapkannya seraya berlari ketakutan tadi. Aku pun segera meraih ponselku dan menyalakan mode kamera depan dengan perasaan penasaran.Aku ingin tahu. Apa aku benar seburuk itu? Apa aku benar seperti monster? Dan, ya! Ternyata wajahku memang sehancur itu. Sangat mengerikan sekali!Jangankan Irfan, aku sendiri saja ketakutan melihat rupaku yang sebenarnya. Aku syok hingga rasanya tak punya tenaga seketika. Membuat ponsel di tanganku meluncur begitu saja menghantam lantai hingga hancur.Aku benar-benar mengerikan!Aku buruk rupa!Aku memang monster!"Astaga!" Mira yang melihat hal itu pun langsung memekik terkejut. Sementara aku, kini hanya bisa menangis tanpa suara
*Happy Reading*Aku memilih menyimak. Menunggu dengan setia cerita Alan selanjutnya tentang masa lalunya. Aku tidak ingin menganggu cerita Alan dengan banyak bertanya. Karena aku yakin, bahkan bercerita seperti ini pun. Itu sudah sangat berat untuknya."Waktu itu, saya tidak punya teman satu orang pun." Alan membuka suara lagi. "Jangankan teman. Orang tua saya sendiri pun membuang saya ke rumah nenek. Setelah akhirnya mereka memilih bercerai."Apa ... itu juga yang jadi alasan orang tua Alan bercerai? Pantas saja Alan seperti membentangkan jarak pada mamanya sendiri tiap kali bertemu. Ternyata Alan punya trauma masa kecil."Beruntung Kakek dan nenek mau menerima saya dengan senang hati, meski kondisi saya seperti itu. Mereka memperlakukan saya dengan baik, dan selalu membesarkan hati saya tiap kali mendapat cibiran dari para tetangga. Bahkan, nenek jadi sering ribut dengan ibu-ibu komplek karena membela saya. Hingga akhirnya kami pun di usir, dan ha
*Happy Reading*Aku terkejut luar biasa mendengar cerita terakhir Alan. Menganga tak percaya, dengan mata membulat sempurna. Hanya itu yang bisa aku lakukan setelahnya.Sungguh, cerita Alan tidak terduga sama sekali!Demi apa? Pacar dan cinta pertamanya, ternyata lebih memilih jadi mama tirinya. Ini ... gimana sih cara pikirnya? Aku gak mudeng. Otakku gak nyampe sana kayaknya.Aku, memang sudah menduga sebelumnya. Jika kandasnya hubungan Alan yang manis itu, pasti karena salah satu tidak kuat LDR, atau ada penghianatan. Tapi ... ya gak sama bapaknya juga kali!Astaga! Otakku auto meriang mikirinnya.Tetapi, karena terlanjur penasaran. Aku pun meminta ponsel Alan, karena ingin berkata banyak. Repot kalau ngomong tanpa suara terus. Belum tentu Alan bisa terus ngerti juga. Ya kan?"Maksud Aa, jadi selama ini gadis itu mendekati Aa sebenarnya untuk memikat Papanya Aa, gitu?" Aku mencoba mencari penjelasan leb
*Happy Reading*"Cie ... yang abis berduaan sama misua. Seneng banget kayaknya. Ampe gak bisa berenti senyum-senyum. Bae-bae tuh bibir robek, Mi," celetetuk Dokter Karina dengan iseng, disela kegiatannya memasangkan kembali perban wajah padaku.Resek, deh! Gak bisa banget lihat orang seneng dikit. Bawaannya julid aja. Dasar netizen!"Jangan julid! Kayak gak pernah aja."Dokter Karina malah tergelak renyah saat melihat tulisan akan jawabanku. Kali ini, bukan ketikan hp. Melainkan via tulisan tangan, karena ponselku kan rusak gara-gara jatuh beberapa saat lalu.Itulah kenapa akhirnya Alan memberikanku sebuah catatan kecil dan pulpen, untuk membantuku berkomunikasi selama di pergi membelikan ponsel baru.Baik banget ya dia. Udah bayarin rumah sakit, operasi aku, kebutuhan Putra dan Umi, sekarang tambah lagi mau beliin ponsel. Duitnya kayak gak ada habisnya kayaknya. Jadi curiga, jangan-jangan selain pengacara, dia juga ada sampingan. Ngevet mun