*Happy Reading*
Aku terkejut luar biasa mendengar cerita terakhir Alan. Menganga tak percaya, dengan mata membulat sempurna. Hanya itu yang bisa aku lakukan setelahnya.
Sungguh, cerita Alan tidak terduga sama sekali!
Demi apa? Pacar dan cinta pertamanya, ternyata lebih memilih jadi mama tirinya. Ini ... gimana sih cara pikirnya? Aku gak mudeng. Otakku gak nyampe sana kayaknya.
Aku, memang sudah menduga sebelumnya. Jika kandasnya hubungan Alan yang manis itu, pasti karena salah satu tidak kuat LDR, atau ada penghianatan. Tapi ... ya gak sama bapaknya juga kali!
Astaga! Otakku auto meriang mikirinnya.
Tetapi, karena terlanjur penasaran. Aku pun meminta ponsel Alan, karena ingin berkata banyak. Repot kalau ngomong tanpa suara terus. Belum tentu Alan bisa terus ngerti juga. Ya kan?
"Maksud Aa, jadi selama ini gadis itu mendekati Aa sebenarnya untuk memikat Papanya Aa, gitu?" Aku mencoba mencari penjelasan leb
*Happy Reading*"Cie ... yang abis berduaan sama misua. Seneng banget kayaknya. Ampe gak bisa berenti senyum-senyum. Bae-bae tuh bibir robek, Mi," celetetuk Dokter Karina dengan iseng, disela kegiatannya memasangkan kembali perban wajah padaku.Resek, deh! Gak bisa banget lihat orang seneng dikit. Bawaannya julid aja. Dasar netizen!"Jangan julid! Kayak gak pernah aja."Dokter Karina malah tergelak renyah saat melihat tulisan akan jawabanku. Kali ini, bukan ketikan hp. Melainkan via tulisan tangan, karena ponselku kan rusak gara-gara jatuh beberapa saat lalu.Itulah kenapa akhirnya Alan memberikanku sebuah catatan kecil dan pulpen, untuk membantuku berkomunikasi selama di pergi membelikan ponsel baru.Baik banget ya dia. Udah bayarin rumah sakit, operasi aku, kebutuhan Putra dan Umi, sekarang tambah lagi mau beliin ponsel. Duitnya kayak gak ada habisnya kayaknya. Jadi curiga, jangan-jangan selain pengacara, dia juga ada sampingan. Ngevet mun
*Happy Reading*Selepas kepergian Dokter Karina dan Mira. Aku hanya bisa menunggu sendirian di ruangan rawatku. Aku berharap Alan segera datang, agar bisa mengadu tentang kondisi Irfan.Sayangnya, sampai malam tiba pun, Alan tak kunjung datang. Membuat aku merasa kesepian sekali. Ke mana sih, pria itu? Kenapa tidak ada kabar?Padahal, dia ijinnya cuma beliin aku ponsel baru saja sebentar. Tapi, kok sudah malam begini gak datang juga. Dia beliin hpnya di mana? Langsung ke pabriknya? Atau, sekalian nyari bahan mentahnya dan ikut belajar merangkai benda pintar itu?Ah, kesel banget aku jadinya.Bahkan, Putra yang biasa bertukar kabar sehari puluhan kali pun tidak tahu. Saking tidak percayanya, aku cek sendiri ponsel Putra, dan mencoba menghubungi Alan.Akan tetapi, tidak diangkat. Aku mengirim chat pun, jangankan di balas, dibaca saja tidak. Aneh banget gak, sih? Aku jadi merasa dibuang. Padahal, dia tahu aku besok akan berang
*Happy Reading*"Aa ...?!"Aku langsung terlonjak dari tidurku, dengan napas tersengal dan buliran keringat dingin yang telah membasahi sekujur tubuh.Astagfirullah ... Ya Allah .... Alhamdulilah ternyata itu hanya mimpi.Mengusap wajah dengan kasar, aku pun terus berdzikir demi menenangkan gemuruh dalam hati yang belum reda. Padahal cuma mimpi. Tapi rasanya capek sekali. Semuanya seperti nyata dan--"Ada apa?"Astagfirullah!Aku kembali melonjak kaget saat sebuah suara terdengar dari samping tiba-tiba. Membuat kepalaku turut menoleh ke sumber suara.Alan! Itu Alan!Alahmdulilah ya Allah. Suamiku tidak kenapa-napa, dan ternyata baik-baik saja!Segera saja, aku pun menarik tangan Alan, dan langsung mendekap perutnya erat sekali. Posisi Alan yang berdiri dan aku yang duduk di tempat tidur, membuat aku hanya bisa memeluk perut atasnya, hampir ke arah dada.Tidak apa-apa. Dari sini juga, aku bisa me
*Happy reading*"Di-dia meninggal?" tanyaku dengan syok.Alan hanya menanggapi tanyaku dengan anggukan satu kali."Hanya karena diabaikan Aa, dia bunuh diri?" Aku masih mengejar penjelasan.Kali ini Alan tidak langsung menjawab. Dia terdiam lalu membuang napas kasar."Entahlah, mungkin juga itu salah satunya," jawabnya tidak yakin. Aku pun mengejar penjelasannya dengan menarik-narik lengan bajunya."Saya tidak tahu tepatnya, Hasmi. Soalnya saya kan tidak pernah bertemu dan mengobrol lagi dengannya setelah pertemuan terakhir kami. Temannya bilang, dia depresi karena merasa bersalah pada saya. Tapi ada juga yang bilang, depresi karena KDRT. Tahu sendiri bagaimana Papa saya, kan? Dia kalau marah selalu gelap mata. Saya saja hampir mati terbakar."Ah, benar juga. Pantas wanita itu sampai depresi. Tekanan batinnya double. Udah dihantui penyesalan, KDRT pula. Kasian, ya?"Itu pula yang membuat saya sempat tidak ingin menikah."
*Happy Reading*"Aa beneran gak ikut? Gak bakal nemenin saya di sana?"Entah sudah berapa kali pertanyaan itu aku layangkan hari ini. Bahkan saat sudah di depan pintu pesawat pun, aku masih saja bertanya."Maaf, ya?" Dan sebanyak apa pun aku bertanya. Jawaban Alan tetap sama. "Saya bukannya tidak mau, tapi tidak bisa. Banyak kasus yang harus saya tanganin. Nanti kalau ada waktu, saya akan ke sana mengunjungi kamu."Selalu saja begitu. Seperti kami bukan suami istri saja. Juga, sepertinya pekerjaan lebih penting dari pada aku."Ih, Aa. Hasmi kan bukan mau dikunjungi, tapi di temenin. Kali kita bisa sekalian honeymoon gitu. Mumpung di Jepang. Bisa photo bareng dibawah puun sakura. Pasti cakep."Alan tersenyum simpul menanggapiku, lalu mengusap kepalaku lembut."Nanti kan kita bisa ke sana lagi, kalau memang kamu mau honeymoon di sana. Yang penting sekarang kamu fokus dulu saja pada pengobatan. Okeh!""Ya, kan ka
*Happy Reading*"Kata siapa kamu, Putra?" Tak ingin langsung percaya. Aku pun kini mengejar penjelasan Putra."Bukan kata siapa-siapa. Putra gak sengaja denger aja waktu Aa Alan dapet telepon dari stafnya. Cuma, karena Aa Alan diem aja dan kayaknya gak mau bikin semua orang khawatir. Putra juga diem ajalah. Masa Putra harus nyebar-nyebar. Ih ... emang ekye cowok penebar gosip?" jelas Putra, berlagak seperti lanang kemayu diakhir cerita.Mungkin, niatnya ingin berkelakar agar aku sedikit santai. Namun, mana bisa aku santai di situasi begini?Ya Tuhan ... apalagi sih, ini? Kenapa masalah yang datang gak udah-udah? Author nih emang resek, ya? Kayaknya gak suka banget liat aku sama Alan seneng dikit. Di kasih konflik mulu.Ayolah, thor! Kami tuh masih penganten baru. Kapan senangnya?Novel lain tuh, ya, kalau tokohnya abis nikah di bikin senang. Kasih pesta pernikahan meriah, malam pertama yang hot, Honey moon romantis. Nah ini
*Happy Reading*"Dapat info dari siapa?" Setelah beberapa saat terdiam. Alan pun bertanya lagi.Berdecak sebentar, aku kembali menulis. Repot banget asli komunikasi begini. Kapan ya boleh ngomong lagi? Kangen dangdutan euy."Aa gak perlu tahu Hasmi dapet Info dari mana. Penting kabar itu bener, kan? Firma Hukum Aa beneran lagi kena masalah, kan? Please jujur! Jan boong terus. Mau jadi pinokio season selanjutnya? Kek kurang mancung aja tuh idung!"Alan lalu mendesah panjang melihat tulisanku. Sebelum menyugar rambutnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki."Iya, itu benar." Akhirnya dia jujur. "Tapi kamu tenang aja. Semuanya akan segera selesai, kok. Karena saya sudah menemukan pelakunya dan bukti kebohongannya." Dia mencoba menenangkan.Namun, aku tidak tahu dia jujur atau kembali bohong. Beberapa minggu jadi istrinya aku lumayan mengenal karakter Alan. Dia tuh orangnya lebih suka berpikir sendiri dan
*Happy Reading*Sudah kubilang. Alan itu kadang seperti Bunglon, dispenser, iklim Indonesia, mood saat PMS, juga apalah itu namanya yang gampang berubah.Karena apa? Ya karena Alan memang gak bisa konsisten sikapnya. Kadang bisa manis kek gula aren tanpa pengawet. Kadang dingin kek kutub utara. Ah, pokoknya Alan itu nyebelin.Seperti beberapa hari setelah telepon manis kami. Malam itu, dia manis banget kan, sampai bikin aku sama kalian baper. Tapi besokannya, dia ngilang, dong pemirsah!Iya, ngilang kek kang ngutang yang di tagih. Blass aja gitu gak ada kabar. Tetapi, karena waktu itu dia lagi ada masalah. Jadi ya ... aku coba ngerti. Mungkin, dia sedang sibuk.Lalu, besokannya dia muncul lagi dengan ke uwuw-an yang bikin aku diabetes. Kalian gak usah tahu lah, ya? Nanti makin baper malah niat nikung. Repot aku.Tapi terus, ngilang lagi. Begitu aja terus hingga aku genap tiga bulan di negara ini. Bahkan si