*Happy Reading*
"Aa beneran gak ikut? Gak bakal nemenin saya di sana?"
Entah sudah berapa kali pertanyaan itu aku layangkan hari ini. Bahkan saat sudah di depan pintu pesawat pun, aku masih saja bertanya.
"Maaf, ya?" Dan sebanyak apa pun aku bertanya. Jawaban Alan tetap sama. "Saya bukannya tidak mau, tapi tidak bisa. Banyak kasus yang harus saya tanganin. Nanti kalau ada waktu, saya akan ke sana mengunjungi kamu."
Selalu saja begitu. Seperti kami bukan suami istri saja. Juga, sepertinya pekerjaan lebih penting dari pada aku.
"Ih, Aa. Hasmi kan bukan mau dikunjungi, tapi di temenin. Kali kita bisa sekalian honeymoon gitu. Mumpung di Jepang. Bisa photo bareng dibawah puun sakura. Pasti cakep."
Alan tersenyum simpul menanggapiku, lalu mengusap kepalaku lembut.
"Nanti kan kita bisa ke sana lagi, kalau memang kamu mau honeymoon di sana. Yang penting sekarang kamu fokus dulu saja pada pengobatan. Okeh!"
"Ya, kan ka
*Happy Reading*"Kata siapa kamu, Putra?" Tak ingin langsung percaya. Aku pun kini mengejar penjelasan Putra."Bukan kata siapa-siapa. Putra gak sengaja denger aja waktu Aa Alan dapet telepon dari stafnya. Cuma, karena Aa Alan diem aja dan kayaknya gak mau bikin semua orang khawatir. Putra juga diem ajalah. Masa Putra harus nyebar-nyebar. Ih ... emang ekye cowok penebar gosip?" jelas Putra, berlagak seperti lanang kemayu diakhir cerita.Mungkin, niatnya ingin berkelakar agar aku sedikit santai. Namun, mana bisa aku santai di situasi begini?Ya Tuhan ... apalagi sih, ini? Kenapa masalah yang datang gak udah-udah? Author nih emang resek, ya? Kayaknya gak suka banget liat aku sama Alan seneng dikit. Di kasih konflik mulu.Ayolah, thor! Kami tuh masih penganten baru. Kapan senangnya?Novel lain tuh, ya, kalau tokohnya abis nikah di bikin senang. Kasih pesta pernikahan meriah, malam pertama yang hot, Honey moon romantis. Nah ini
*Happy Reading*"Dapat info dari siapa?" Setelah beberapa saat terdiam. Alan pun bertanya lagi.Berdecak sebentar, aku kembali menulis. Repot banget asli komunikasi begini. Kapan ya boleh ngomong lagi? Kangen dangdutan euy."Aa gak perlu tahu Hasmi dapet Info dari mana. Penting kabar itu bener, kan? Firma Hukum Aa beneran lagi kena masalah, kan? Please jujur! Jan boong terus. Mau jadi pinokio season selanjutnya? Kek kurang mancung aja tuh idung!"Alan lalu mendesah panjang melihat tulisanku. Sebelum menyugar rambutnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki."Iya, itu benar." Akhirnya dia jujur. "Tapi kamu tenang aja. Semuanya akan segera selesai, kok. Karena saya sudah menemukan pelakunya dan bukti kebohongannya." Dia mencoba menenangkan.Namun, aku tidak tahu dia jujur atau kembali bohong. Beberapa minggu jadi istrinya aku lumayan mengenal karakter Alan. Dia tuh orangnya lebih suka berpikir sendiri dan
*Happy Reading*Sudah kubilang. Alan itu kadang seperti Bunglon, dispenser, iklim Indonesia, mood saat PMS, juga apalah itu namanya yang gampang berubah.Karena apa? Ya karena Alan memang gak bisa konsisten sikapnya. Kadang bisa manis kek gula aren tanpa pengawet. Kadang dingin kek kutub utara. Ah, pokoknya Alan itu nyebelin.Seperti beberapa hari setelah telepon manis kami. Malam itu, dia manis banget kan, sampai bikin aku sama kalian baper. Tapi besokannya, dia ngilang, dong pemirsah!Iya, ngilang kek kang ngutang yang di tagih. Blass aja gitu gak ada kabar. Tetapi, karena waktu itu dia lagi ada masalah. Jadi ya ... aku coba ngerti. Mungkin, dia sedang sibuk.Lalu, besokannya dia muncul lagi dengan ke uwuw-an yang bikin aku diabetes. Kalian gak usah tahu lah, ya? Nanti makin baper malah niat nikung. Repot aku.Tapi terus, ngilang lagi. Begitu aja terus hingga aku genap tiga bulan di negara ini. Bahkan si
*Happy Reading*Kukira, aku beneran di culik. Di maling pria asing yang akan menjualku, atau sekedar mengambil organ tubuh seperti yang sudah santer beredar di dunia hitam.Eh, ternyata aku hanya kena prank!Iya, serius. Aku kena prank! Pelakunya adalah Dokter Somplak, alias Karina Ayunda Putri si Nyonya Setiawan yang selalu lupa jika dia adalah istri sultan. Bangsul benget, kan?Nyebelin banget emang tuh orang. Udah mah aku sport jantung, ketakutan meski dalam kondisi pingsan. Eh, pas bangun cengiran konyolnya yang aku lihat.Entah mau apa dia di negar ini juga?"Dokter ngapa, dah, iseng banget. Kalau mau ketemu saya kan bisa ngomong baik-baik. Jemput baik-baik. Gak kayak gini caranya, Dokterrr! Bikin sport jantung aja!" omelku dengan sungguh-sungguh, setelah tahu pria tadi dan wanita-wanita yang membuat aku pingsan adalah suruhannya."Namanya juga bikin suprise. Mana ada ngomong dulu," jawabnya santai. Tanpa merasa berdo
*Happy Reading*"Ya di Tokyo, lah! Memang di mana lagi? Gak denger kamu tadi Raina bilang apa? Mumpung kalian di sini." Dokter Karina menjawab dengan tegas, saat aku bertanya di mana mereka. Seraya mengingatkan salah satu ucapan Mbak Raina beberapa saat lalu.Bener juga sih, tapi ..."Kalau gitu, kenapa Umi ada di sini? Setahu saja Umi itu takut naik pesawat loh, Dok?" Aku pun bertanya kembali. Menyuarakan rasa penasaranku.Setelah Umi dan Teh Laras pergi lagi. Aku memang segera menarik Dokter Karina agar bisa aku introgasi di sela kegiatan acara make up Mbak Raina.Bukannya langsung menjawab. Si Dokter somplak itu malah tersenyum misterius. Sebelum berkata dengan bangga."Saya kasih obat tidur sebelum naik pesawat. Jadinya selama perjalanan Umi tidur, dan baru bangun barusan."Astaga! Benar-benar ya Dokter ini. Terniat banget kalau ngerjain orang."Mi, matanya liat ke bawah. Susah ini pasang bulu matanya," te
*Happy Reading*"Insya Allah, saya akan menjaga amanat kalian." Alan menjawab dengan sungguh-sungguh, seraya merangkul bahuku dan mengusap lembut lengan atasnya.Kemudian, membatu menyeka ujung mata yang terus berair. Aku mencoba menahan napasku, agar air mata ini sedikit reda. Bahkan, sudah menengadahkan wajah demi menahan laju air yang terus menganak sungai.Namun, nihil. Aku masih saja ingin menangis. Mereka sih, bikin aku terharu. Kan, aku jadi melow. Duh, make up ku luntur kagak ini, ya?"Hei, udah dong nangisnya. Ini hari bahagia kita, lho. Harusnya kamu tertawa, bukan menangis terus seperti ini." Alan masih mencoba membantuku menyeka air mata dengan ibu jarinya."Hasmi ... juga maunya gak nangis, A'. Tapi ... gak bisa. Air matanya gak mau berenti. Huhuhu ...." ucapku terbata di sela isakanku. "Aduh ... ini gimana? Air matanya gak mau berenti Aa. Untung eye linernya mahal. Gak luber, kan?" Aku masih berusaha menghentikan tan
*Happy Reading*Aku tidak tahu berapa lama saling mencecap dan bersilat lidah dalam artian sebenarnya. Yang jelas, rasanya aku yakin akan segera mati jika saja Alan tidak melepaskan tautan bibir kami.Ya, rasa bibir itu memang masih semanis dulu. Juga, seganas dulu. Bibirku terasa kebas sekarang setelah dia cecap dengan membabi buta. Beruntung kami masih punya akal sehat, hingga tak berlanjut saling meloloskan pakaian saat itu juga.Duh, bisa gak keluar ruangan sampai pesta bubar jika hal itu terjadi. Bahkan, mungkin tetap mengurung diri sampai pagi menjelang. Siap-siap di bully si dokter koplak aja setelahnya.Dengan napas yang yang masih tersengal, Alan menyatukan kening kami. Dia tersenyum puas, lalu mencium keningku berkali-kali."Terima kasih, sayang," ucapnya kemudian, kembali menyatukan kening kami.Aku tidak membalas ucapan itu. Masih sibuk mengisi rongga paru dengan napas sebanyak-banyaknya. Gak lucu kan, kal
*Happy Reading*"Hadew ... penganten baru gak sabaran banget, ya? Mentang udah lama gak ketemu. Ngamar aja udah! Jangan lepas sampai garis dua!"Dan ... perusak susana pun muncul.Siapa lagi kalau bukan Letkol Erlangga. Polisi playboy cap kapak rompang.Duh, kalian pinter ya, nebaknya. Ketempuhan dah si Amih ngebut nulis hari ini. Ketawa jahat ah."Bang Elang?" gumamku refleks. Saat melihat polisi resek itu menghampiri, seraya menggendong seorang balita yang ku kenali sebagai salah satu daru Duo K."Yo! Selamat ya buat kalian," jawabnya lalu menjabat tangan Alan dengan erat.Saat dia mengulurkan tangan padaku, aku hanya membalasnya dengan menyatukan tangan di dada. Sama seperti yang aku lakukan pada tamu pria yang lain. Bang Elang lalu nyengir sambil menggaruk tengkuknya."Makin susah dah di mudusinnya," celetuknya kemudian. Membuat Alan langsung waspada."Becanda, elah! Sans ngapa, Pak. Langsung keruh